Jakarta, NU.Online
Upaya membangun kerukunan umat beragama tidak perlu diatur melalui undang-undang. Karena justeru hasilnya akan membatasi kehidupan beragama. Biarkan masyarakat dengan kreatifitasnya menciptakan kehidupan yang harmonis dan suasana saling menghormati. Demikian pandangan Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi, tentang RUU tentang Kerukunan Umat Beragama (KUB) di depan anggota Jama’ah Persaudaraan Sejati (JPS), Rabu (21/1) di Kantor PBNU Jl. Kramat Raya, Jakarta. “Sudahlah nggak usah kerukunan itu diatur-atur lagi oleh pemerintah”, ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan Muzadi saat menerima tim sosialisasi dan pendekatan tokok-tokoh agama JPS, berkaitan dengan rencana penyusunan draft akademik “tandingan” yang akan dipakai untuk mengoreksi draft akademik RUU KUB yang disusun oleh Tim BPPHI Departemen agama. Hadir dalam pertemuan itu mewakili JPS: Abdul Muqsith Ghazali (Pokja Pengarusutamaan Gender Departemen Agama), Mh. Nurul Huda (Kaum Muda NU Jakarta), Evri (Desantara), Trisno S. Sutanto (MADIA), Renata (Tifa), dan Mujtaba (Syir’ah). Menurut Trisno, draft yang dihasilkan tim JPS ini diharapkan nantinya akan menjadi masukan dan bahan pegangan bagi majelis-majelis agama, DPR, dan Pemerintah dalam menciptakan kebijakan khususnya soal agama.
<>Sehubungan dengan rencana Pemerintah menyusun RUU KUB tersebut, menurut Muzadi, tokoh-tokoh agama termasuk dirinya pernah bertemu dengan anggota Komisi IV DPR RI dan menyatakan penolakan terhadap RUU KUB. Bahkan tokoh-tokoh ini, katanya, sempat melakukan konferensi pers bersama. “Tapi saya nggak tahu, apakah anggota DPR menindaklanjuti pernyataan itu atau nggak “, ujarnya. Oleh karena itu lanjut Hasyim, para kaum muda yang tergabung dalam JPS ini diharapkan bisa menindaklanjutinya secepat mungkin. “Tidak ada kepastian apakah RUU ini berhenti dibahas atau tidak.. “Soalnya anggota DPR itu kan macam-macam (pandangannya, Red.) orangnya”, paparnya.. “Ya, yang muda-mudalah sekarang maju. Orang tuanya kan sudah duluan”, lanjutnya.
Terkait dengan pernyataan bahwa draft RUU KUB yang kini beredar adalah ilegal, Hasyim menyanggah hal itu. “Gimana dianggap ilegal, wong di DPR saja sudah dibicarakan kok. RUU itu sudah masuk ke Setneg dan itu ditandatangani. Kalau RUU itu dianggap ilegal, DPR nya juga ilegal, dong”, sergahnya. Karena itu, NU akan mendukung langkah-langkah JPS dalam membangun kerukunan umat beragama secara komprehensif.
Jama’ah Persaudaraan Sejati (JPS) adalah gabungan dari lembaga-lembaga non-pemerintah yang konsen pada masalah kerukunan umat beragama. Di antaranya: CRCS-UGM, Desantara, Fatayat NU, Freedom Institute, Fahmina Institute, GANDI, ISIS, ISAI, IMM, ICRP, KWI, KMNU, Lakpesdam NU, LK3, LAPAR Makasar, LKiS Yogyakarta, LKAJ, LABDA Yogyakarta, LKA, UMY, MADIA, MPHSB, Paramadina, Pakuan Jawa Barat, Pemuda Muhammadiyah, PSAP Muhammadiyah, Pusaka Padang, PPSDM-UIN Jakarta, P3M, dan Partisipasi Syarikat.
Dalam rangka mengkritisi RUU KUB, JPS kini sedang menyelenggarakan lokakarya-lokakarya di berbagai daerah, termasuk bahtsul masail di pesantren-pesantren meliputi Jakarta, Yogyakarta, Padang, Makasar, dan NTB guna merumuskan fikih kerukunan. Hasil dari lokakarya ini nantinya akan menjadi bahan JPS untuk menyusun draft akademik yang demokratis dan pluralis mengenai kerukunan umat beragama di Tanah Air.{red}