London, NU Online
Jilbab (hijab) tidak hanya menjadi perkara agama atau sosial, tapi sudah memasuki dunia politik di Eropa. Sebuah Seminar Sehari tentang Hijab akan berlangsung pada 12 Juli 2004 di London untuk membela hak-hak wanita Muslim mengenakan busana Islam tanpa diskriminasi hukum. Walikota London, Ken Livingstone, akan menjadi tuan rumah sekaligus membuka acara berkaliber internasional itu.
Demikian keterangan yang disampaikan Organisasi Pembela Hak-hak Sipil Muslim Inggris Pro-Hijab pada saat konferensi pers di London, kemarin.
<>Pro-Hijab yang mengorganisir konferensi itu, akan menampilkan tokoh-tokoh Muslim bersama seorang anggota parlemen Inggris, dan sejumlah anggota parlemen Uni Eropa (MEPs). Hadir antara lain cendikiawan muslim terkemuka Syekh Yusus Qordlawi.
“Kami, beserta sejumlah individu dan organisasi yang bertujuan sama untuk melindungi kebebasan beragama seseorang, akan menggelar konferensi ini. Maksud dari perhelatan ini, salah satunya adalah bertujuan untuk membela hak Muslimah mengenakan jilbab,” kata aktivis sekaligus bendahara Pro-Hijab, Rajnaara Akhtar, pada IslamOnline (IOL) di London.
Wanita aktivis itu mengungkapkan, Presiden Dewan Fatwa dan Riset Eropa, Syekh Yusuf al-Qaradawi, akan menjadi tamu kehormatan spesial dalam perhelatan penting itu.
“Mr. Livingstone berkenan akan menjamu Syekh Qaradawi pada Rabu malam (kemarin—red),” ujar Akhtar.
Fiona Mc Taggart, anggota parlemen Inggris, lanjut Akhtar, juga akan mengirimkan rekaman pesan pada konferensi itu. Isinya tentang pandangan pemerintah Inggris tentang larangan hijab di sejumlah negeri Eropa.
Akan hadir juga dalam konferensi itu anggota parlemen Uni Eropa, Caroline Lucas. Dia dikenal gigih membela kebebasan Muslimah untuk mengenakan busana Taqwa ini di Eropa.
“Anda lihat, kami mengundang masyarakat dari semua sektor untuk mengungkapkan sudut pandang berbeda. Syekh Qaradawi akan mengemukakan dari sudut pandang Islam, Mrs. Mc Taggart akan menyampaikan pandangan pemerintah Inggris soal Jilbab. Juga Dr. Tariq Ramadan yang akan berbicara tentang signifikansi dan kedudukan Hijab dalam Islam,” tutur Akhtar. Thariq adalah cucu pendiri Ikhwanu Muslimin, yang beberapa waktu lalu sempat ke Indonesia.
Wakil-wakil lainnya adalah, dari Commission of the Bishop’s Conference, Liberty for Human Rights, Centre for European Policy Research, British Sikh Federation, dan sejumlah kalangan lain untuk memberikan orasi dalam konferensi itu.
Lebih jauh Akhtar menjelaskan, Konferensi Hijab akan merumuskan suatu “Rencana aksi untuk Pendidikan Hijab bagi masyarakat, multi kultularisme, dan aspek-aspek lain tentang Hijab secara mendasar.”
Pro-Hijab akan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang dicetuskan konferensi itu. Selanjutnya rekomendasi itu akan diikuti dengan langkah-langkah kongkrit dalam bentuk aksi-aksi nyata di masyarakat.
“Langkah-langkah itu akan berujung pada upaya mengorganisir “Hari Solidaritas Hijab” yang ditentukan pada 5 September, dan akan menjadi event seluruh dunia,” ungkap Akhtar.
Pro-Hijab merupakan sebuah jaringan himpunan organisasi-organisasi Inggris dan internasional, yang secara resmi dideklarasikan pendiriannya di London pada 14 Juni 2004. Pro-Hijab menyerukan masyarakat untuk membela hak mengenakan Hijab bagi wanita Muslim Eropa dan seluruh dunia.(MA/st/io)