Menjelang pelaksanaan Pilkada serentak pada 2010, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI mendesak diadakan revisi beberapa Undang-Undang (UU) terkait Pemilu. Secara teknis, rencana pilkada serentak ini belum didukung aturan perundang-undangan yang memadai.
Ketua FPKB DPR Marwan Ja’far menyatakan, perlu ada revisi atas UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang rencananya akan dipecah menjadi 3 buah Undang-Undang, yaitu, Undang-Undang Desa; Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah; dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.<>
Hal itu disampaikannya dalam diskusi yang digelar FPKB bertajuk “Evaluasi sistem, regulasi dan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2009” bersama pakar hukum tata negara dari Cetro Refly Harun, Didik Supriyanto (mantan anggota Bawaslu dari Kemitraan), dan Jeirry Sumampow dari TePI, di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Kamis.
UU lain yang perlu direvisi adalah UU Pilpres dan UU tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Menurut Marwan, dalam rangka memperbaiki sistem penyelenggaraan Pemilu mendatang, diperlukan evaluasi menyeluruh dan mendalam serta merumuskan solusi-solusi yang konstruktif guna memantapkansistem dan prosedur penyelenggaraan Pemilu yang lebih demokratis dan berintegritas.
“Fraksi PKB berpendapat bahwa evaluasi secara komprehensf baik dari sistem, regulasi dan pelaksanaan pemilu 2009 sangat penting mengingat hasil evaluasi tersebut merupakan pijakan awal untuk melaksanakan beberapa agenda yang juga penting, yaitu, perbaikan sistem kepemiluan terkait karena semakin dekat dengan kalender pelaksanaan Pemilu-Pilkada 2010 di 244 Daerah (7 Propinsi dan 234 Kab/Kota),” katanya.
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, DPR dan pemerintah tidak boleh terus berkutat pada perdebatan wacana apakah pilkada bisa dilakukan serentak atau tidak. Pasalnya, serangkaian Pilkada yang harus disiapkan pada 2010.
Karena itu jika dalam Undang-Undang No 32/2004 dan PP No 6/2005 tentang
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah belum ada sinkronisasi, maka pemerintah-DPR harus segera melakukan sinkronisasi.
Selain itu perlu dilakukan revisi RUU Pemilu oleh DPR. Sebagaimana jadwal, RUU yang akan memayungi proses pemilu pada 2014 ini baru diajukan pada Oktober 2010.
“DPR dan pemerintah bisa membahas RUU itu bisa selesai selambat-lambatnya sebelum Oktober 2011. Itu penting untuk memberikan waktu untuk persiapan selama 2,5 tahun sebelum Pemilu 2014 digelar,” ujar Refly lagi.
Dikatakan, waktu yang panjang akan memberi kesempatan bagi pelaksana pemilu yaitu KPU untuk pemantapan aturan pemilu, termasuk antisipasi bila ada putusan-putusan MK yang mengubah aturan di tengah jalan. Waktu yang panjang juga memberikan kesempatan kepada KPU untuk memahami aturan dan menyiapkan aturan pelaksana lainnya sebelum pemilu-pilpres 2014. (nam)