Jakarta, NU.Online
Aksi Pengeboman gedung Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang anti kemanusiaan itu jangan dikait-kaitkan dengan dengan Islam, "Karena itu sebetulnya bukan faktor agama tapi faktor keadilan dan masalah penindasan," ungkap ketua PBNU, H.A. Hasyim Muzadi.
Ia mengatakan tindakan pengeboman gedung PBB di Irak itu merupakan tindakan kejahatan, masalahnya sekarang kejahatan itu timbul dari sebab apa..? Awalnya kan timbul dari sebab invasi Amerika ke Irak, karena diduga memiliki senjata pemusnah massal yang dituduhkan kepada Irak. Sebelum terbukti, mereka malah sudah menggempur negara Irak. Masalah Irak ini kemudian bukan hanya masalah kepemilikan senjata pemusnah massal, namun pada kepemimpinan Saddam Hussen yang dianggap otoriter. Oleh karena itu, AS memandang perlu adanya penggantian struktur politik di Irak, khususnya dari Saddam Hussen ke kelompok lain (sesuai dengan kepentingan AS dan sekutunya)."Kalo memang Sadam yang menjadi pemicunya, Ia saja yang dikejar, jangan libatkan dan korbankan rakyat sipil," ungkap Hasyim merefleksi perang Irak dalam kaitan kasus bom Gedung PBB kemarin (19/08/2003).
<>Kasus perang Irak ini, atas nama sebuah demokrasi AS dan sekutunya, melakukan foreign-democide, yaitu sebuah tindakan pemusnahan massal rakyat sipil oleh rezim di luar pemimpin negara dan bangsanya. Democide adalah sebuah tindak kejahatan kemanusiaan oleh sebuah rezim terhadap rakyat sipil, serta membisunya PBB dalam menyikapi tindakan militer AS dan sekutunya. Padahal secara yuridis, Dewan Keamanan PBB tidak mengizinkan adanya tindakan militer. Kondisi ini benar-benar akan menjadi sebuah preseden buruk bagi masa depan dunia. Dari akumulasi-akumulasi kekecewaan ini maka lahirlah, serangan-serangan terhadap simbol-simbol Barat dan Amerika. "karena secara dialektika tidak mungkin negara yg diinvasi dihancurkan kemudian dikuasai itu tidak melawan," ujarnya.
Penyerangan Gedung PBB dalam konteks ini selain sebagai simbol dari Amerika juga karena ketiadaannya sikap dan kekuatan dalam mendistribusikan kekuasaan dalam mengelola dunia. PBB saat ini -- meminjam istilah santri -- mengalami penyakit wujuduhu ka'adamihi. Artinya eksistensi PBB tidak signifikan bagi pemekaran tatanan kehidupan dunia yang aman dan damai. Adanya PBB seperti tidak ada.
Oleh karena itu, jika kondisi tatanan dunia saat ini, dimana kekerasan terus berlanjut, aksi-aksi teroris semakin tidak terkendali, maka dunia akan dicekam oleh adanya tiranik dan hegemonik. Kesenjangan dunia akan semakin lebar. Bukan hanya oleh adanya kesenjangan ekonomi dan budaya, namun oleh keberpihakannya kepada pemilik kekuatan militer. Kondisi ini sangat tidak sehat bagi pengembangan peradaban manusia di masa depan. Ditambah lagi Adanya upaya stigmatisasi dunia Barat terhadap Islam sebagai teroris, tanpa memiliki bukti yang akurat dan proporsional. dikhawatirkan hal ini menjadi pemicu kekerasan baru dan kekerasan-kekerasan baru akan terus muncul sebagai sikap atas arogansi Barat.
Kalau stigmatisasi ini terus dilakukan lama-lama kesulitan akan bertambah besar, akibat lebih lanjut menurut Hasyim, "sokongan terhadap gerakan keras (radikal, red) itu akan semakin besar," dan karenanya yang terpenting adalah bagaimana upaya mewujudkan keadilan dan jangan ada upaya stigmatisasi yang mendiskreditkan dunia islam dengan teroris.
Ditambahkan Hasyim dengan mencermati masalah ini, tampaknya bangsa Indonesia, khususnya NU memiliki kewajiban untuk terus mengembangkan ajaran Islam yang santun, humanis serta mengambil peran sebagai penyeimbang kekuatan dunia dalam mengelola tatanan masa depan yang lebih demokratis dan pluralis.(Cih)