Dalam kunjungannya ke kantor PBNU, Imam Feisal yang dit<>emani oleh penasehatnya dari Cordova Initiative, Les Deak serta Dato' Hj. Mohamed Fauzi Bin Md. Daud dari Malaysia ditemui oleh sejumlah pengurus PBNU diantaranya Sekjen PBNU H. Iqbal Sullam, Wakil Sekjen Entjeng Sobirin Nadjid, Abdul Mun'im DZ, Imdadun Rahmat serta Syuriah NU, KH Syaifuddin Amsir. Setelah memperkenalkan organisasi masing-masing, pembicaraan pun dilanjutkan dengan diskusi.
Dalam diskusi tersebut Imam Feisal menyatakan penghargaannya terhadap NU yang bisa mengembangkan Islam yang toleran lewat prinsip tasamuh-nya serta bisa menyelaraskan Islam dengan kultur lokal. Hal itu penting karena banyak kalangan yang sering mempertentangkan antara Islam dengan budaya lokal.
Sejauh tidak dilarang, kata Imam, tradisi lokal layak untuk dipraktekkan dan dipelihara. Karena itu yang bisa membuat Islam membumi dan kontekstual. Di Amerika, Islam dibawa oleh para imigran dari luar Amerika yang punya kultur berbeda. Sehingga warna Amerikanya tidak kelihatan. Tapi setelah generasi kedua, muslim Amerika bisa menyatu dengan kultur Amerika.
"Generasi kedua muslim Amerika relatif berhasil dalam perkawinan budaya ini. Anak-anak sekarang sudah bermain soccer atau kultur Amerika lainnya," kata Les Deak melengkapi.
Menurut Imam Feisal, menjadi Islam bukan berarti menjadi orang asing. Kita tetap bisa sepenuhnya Islam dan sepenuhnya Indonesia. Kita tetap bisa menjadi Islam meski kita orang India. "Dan kami tetap sepenuhnya Islam sembari kami tetap Amerika," kata Imam yang sekaligus merupakan Ketua dari the Cordoba Initiative, sebuah organisasi yang punya komitmen meningkatkan relasi antara Islam dan Barat.
Dijelaskan oleh Imam, sejak peristiwa pemboman WTC 11 September 2001, hubungan Islam dan Barat menjadi buruk. Tidak sedikit kalangan Barat yang memusuhi Islam. Islam pun sering dinisbatkan dengan terorisme. Dan ia bersama Cordoba Iniviative bekerja untuk memerangi kesalahpahaman itu. (vic)