Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) masih memunculkan polemik dan belum menemukan titik tengah. Karena itu Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) hari ini mengadakan kegiatan “Bedah Ujian Nasional” di gedung PBNU, Jakarta, Selasa (9/2).
Polemik bermula dari gugatan warga (citizen law suit) ke pengadilan yang dilakukan Tim Advokasi Korban Ujian Nasional (TeKUN). Menurut sebagian pemerhati dunia pendidikan nasional, UN dinilai justru memberi insentif bagi kecurangan dalam pelaksanaannya.<>
Anggota Komisi X DPR RI Harbiah Salahuddin yang menjadi pembicara dalam seminar itu mengakui UN masih menjadi polemik. Namun pihaknya menilai UN masih masih perlu mempertahankan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa. Soal kecurangan, katanya, bisa diantisipasi sejak dini.
“Kita semua sudah bekerja untuk keras untuk ini (merumuskan UN: red), yang perlu diperhatikan lagi adalah mengenai kerjasama untuk melakukan pengawasan agar tak terjadi kecurangan lagi dalam pelaksanaannya,” kata Harbiah.
Pembicara lainnnya adalah kepala Balitbang Diknas RI Mansyur Ramli, Anggota Komisi X DPR RI Dedi Wakhidi dan Theresia Ebena Ezeria Pardede.
Mansyur Ramli menuturkan, berdasarkan Pasal PP No. 19/2005, hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: a. Pemetaan mutu program dan/ atau satuan pendidikan; b. Dasar Seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/ atau satuan pendidikan; d. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
“Berdasarkan Pasal PP No. 19/2005 saya rasa UN harus terus dilaksanakan karena hal ini selain bisa meningkatkan mutu pendidikan bangsa kita, juga dapat menyetarakan antara pendidikan negeri dan swasta agar pendidikan swasta juga tak dipandang sebelah mata,” kata Mansyur. (len)