Jakarta, NU.Online
Indonesia membutuhkan pemimpin yang sudah melakoni "puasa" fisik dan rohani dan menerapkannya dalam kehidupan keseharian, demikian ungkap Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul 'Ulama KH. Drs. Nuril Huda kepada NU.Online.
"Karena zaman sekarang semakin dibutuhkan contoh dan keteladanan dari "atas" sehingga pimpinan negara dan bangsa yang kelak akan tampil lewat Pemilu 2004 diharapkan berupa figur yang memiliki rekord yang mampu memberi contoh dan dapat mengayomi masyarakat," ungkapnya
<>Masyarakat Indonesia yang bersifat heterogen dan suka meniru, merefleksikan atau "balas dendam" dengan apa yang dilihat atau terjadi, membutuhkan keteladanan atau idola yang bersifat "up-down" dan hal itu didapatkan dari para pemimpin formal dan nonformal termasuk kalangan tokoh agama di sekeliling kita.
Karena puasa bukanlah sebatas menahan lapar dan haus sejak mulai terbitnya pagi hingga terbenamnya matahari.namun terdapat dimensi sosial dan kemasyarakat yang jika dilakukan dengan penuh kesadaran dan keinsyafan untuk menemukan hakikatnya, maka sifat kebaikan akan memancar dalam pribadi seseorang.
Lebih lanjut Kyai Nuril menjelaskan, maraknya bencana dan kemalangan yang menimpa bangsa Indonesia akhir-akhir ini karena bangsa ini sudah sangat jauh dari Tuhan dan penuh dengan kemaksiatan. "Oleh karenanya bangsa ini harus bertobat dan menegakan akhlakul karimah," paparnya.
Puasa juga harus dijadikan sebagai training untuk mendekatkan diri kepada Allah, melakukan koreksi untuk membentuk akhlakul karimah. Sifat-sifat ini bukan hanya dilakukan oleh kita tapi terlebih oleh pemimipin-pemimpin kita yang diberikan amanah untuk menegakan keadilan dan kesejahteraan rakyatnya. Pemimpin yang mampu menemukan hakikat puasalah yang bisa melakukan introspeksi apa yang dirasakan rakyatnya, dari semangat kontemplasi inilah akan lahir kejernihan dalam memimpin bangsa.
Karena di dalam puasa ada rasa lapar dan dahaga, yang dapat mejadikan orang yang berpuasa merasakan nasib fakir miskin dan merasakan pedihnya penghidupan meraka sehingga mau berbagi belas kasih dengan mereka. "Sifai inilah yang merupakan hikmah yang kadang luput dari perenungan para pemimpin kita," ungkap Nuril Huda
Ia juga menyebutkan seraya mengutip ungkapan Imam Ghazali, yang mengatakan bahwa tujuan puasa adalah untuk menundukkan hawa nafsu dan melawan iblis. Salah satu dari hawa nafsu itu adalah melawan rasa lapar dan dengan menahan nafsu makan maka berbagai kekuatan hawa nafsu lainnya akan berkurang. Nafsu disini bukan hanyalah nafsu lahiriah, tapi nafsu untuk menguasai, nafsu korupsi, Kolusi dan lainnya.
Dengan puasa kita menjaga hawa nafsu kita agar tidak mengarah pada kejelekan dan kemaksiatan. karena puasa di sini bukanlah sebatas menahan haus dan lapar, melainkan juga menjaga hati dan amalan kita, mendekatkan diri kepada Allah, mengontrol diri dari menjalankan kemaksiatan dan kemungkaran.demikian KH.Nuril Huda. (Cih)***