Jakarta, NU Online
Iklan lima pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di televisi selama masa kampanye cenderung membodohi masyarakat. Tayangan iklan kampanye mereka tidak menggambarkan program konkret yang hendak ditawarkan. Masyarakat tidak tahu kelebihan serta kekurangan program kerja serta visi dan misi.
Demikian penelitian dan temuan ‘Koalisi Media untuk Pemilu Bebas dan Adil’, yang disampaikan dalam jumpa pers di Kantor Panwas Pemilu, Gedung Aspac Lt. 10, pada Kamis (17/6). Koalisi Media diwakili oleh Agus Pambagyo. Sementara Panwas Pemilu diwakili Didik Supriyanto.
<>Wiranto misalnya, dalam tayangan iklannya, mengesankan sosok calon presiden yang dibutuhkan sebagai pelindung anak-anak. Bocah-bocah ditampilkan bukan untuk program konkret Wiranto- Gus Sholah dalam perlindungan anak-anak. “Mereka hanya sebagai figuran untuk mengundang simpati dan emosi pemirsa,” kata Agus Pambagyo.
Kejanggalan lainnya seperti iklan kampanye SBY-Kalla, dimana ada sekelompok remaja yang mengucapkan,“Kapan lagi kita punya Presiden keren” Menurut Agus, kalimat tersebut bisa ditafsirankan menyudutkan secara fisik kandidat presiden yang lainnya.
Begitu juga pada iklan Mega, seorang ibu rumah tangga yang ditanya pilih siapa presidennya? Dijawab,“Yaa Mega dong.”, sambil minta maaf mau ke belakang karena masakan gosong. Kemudian pada iklan yang sama, seorang tukang ojek ditanya pilih siapa presidennya? Dijawab,”Mega, biar banyak orang naik ojek.” Iklan itu hanya ingin mengesankan Mega dipilih oleh masyarakt kecil.
Iklan kampanye Amien-Siswono dengan menggunakan corong orang terkenal seperti Munir, Christian Hadinata, Slamet Rahardjo Djarot dan Sophan Sophian, mengungkapkan kepantasan kepemimpinan yang bersih dan peduli yang katanya ada pada sosok Amien Rais. “Ungkapan dari para public figure itu sayangnya tidak didukung data dan fakta yang memang pantas buat pemimpin seperti Amien Rais,” ujarnya.
Sedangkan iklan pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar dinilai lebih kurang karena isinya hanya slogan tanpa makna "Percaya Hamzah-Agum, Coblos Nomor 5". Slogan "Percaya dan Maju" yang menjadi trade mark tidak menunjukkan pesan yang ditunjukkan. "Slogan ’Percaya dan Maju’ ini masih samar untuk diterjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari padahal masyarakat Indonesia saat ini membutuhkan program kerja yang jelas yang tidak hanya sekadar mimpi," kata Agus. [Pws/Cih]