Warta

Hasyim: Umumnya Rakyat Tak Paham Keterbatasan Wewenang Presiden

Jumat, 2 Juli 2004 | 03:03 WIB

Jakarta, NU Online
Cawapres KH Hasyim Muzadi menyatakan, masih banyak rakyat yang tidak memahami keterbatasan wewenang presiden dan wakil presiden setelah UUD 1945 diamandemen sehingga berharap terlalu tinggi.

"Kesan saya setelah sebulan berkampanye, pada umumnya rakyat masih mengganggap posisi presiden merupakan segalanya di Indonesia. Mereka berfikir presiden masih seperti dulu berdasar UUD 1945 sebelum diamandemen," kata Hasyim di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta, Kamis.

<>

Dengan pemikiran seperti itu, kata Hasyim, maka tuntutan masyarakat terhadap calon presiden dan calon wakil presiden sangat tinggi seolah-olah jika mereka terpilih dapat berbuat banyak untuk Indonesia.

Padahal, kata Hasyim, setelah amandemen UUD 1945 presiden dan wakilnya hanya merupakan satu bagian saja dari sistem ketatanegaraan, bahkan posisinya bisa dibilang setingkat di bawah legislatif, sementara yudikatif dan Bank Indonesia merupakan lembaga lain yang posisinya tidak dapat diatur eksekutif.

"Persoalannya, di satu sisi ada pasangan Capres dan Cawapres yang mengiyakan tuntutan yang sebenarnya di luar wewenang presiden dan wakil presiden. Ini kurang positif untuk masa depan bangsa karena jika tuntutan itu tak dapat dipenuhi rakyat akan merasa jenuh," katanya.

Hasyim lantas mencontohkan proses keluarnya undang-undang di mana kekuasaan terbesar adalah di legislatif. RUU yang disahkan DPR menjadi UU tetap akan berlaku meski tidak ditandatangani presiden dalam batas waktu tertentu, sebaliknya RUU yang diajukan pemerintah tidak akan jadi UU jika tidak disetujui DPR.

Contoh lain adalah pemberantasan korupsi di mana lembaga yang secara langsung berperan bukanlah eksekutif, melainkan lembaga peradilan (yudikatif), sementara dari eksekutif yang bisa diharapkan adalah adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi dan penindakan di bidang administrasi birokrasi.

"Dihukum mati atau tidak pelaku korupsi itu tergantung pengadilan, bukan presiden. Sayangnya ada yang terjebak menyatakan akan menembak mati koruptor, padahal itu bukan kewenangannya," kata Hasyim seraya mengatakan untuk memberantas korupsi perlu ada kerjasama lintas lembaga yang kompak.

Oleh karena itu, kata Hasyim, pemerintah harus membangun sistem komunikasi politik antara pemerintah dengan rakyat untuk menjelaskan semua kebijakan sehingga komunikasi itu tidak stagnan (mandeg) yang diharapkan akan memunculkan partisipasi rakyat.

"Perlu ada sistem kominikasi itu, saya tidak mengatakan itu perlu ada departemen penerangan, tapi perlu ada lembaga yang melaksanakan komunikasi politik antara pemerintah dengan rakyat," katanya.(mkf/an)


Terkait