Wafatnya KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) menggoreskan duka sangat mendalam bagi salah seorang kiai yang merupakan sahabat Gus Dur sejak kanak-kanak, meskipun tidak banyak diketahui orang.
Ia adalah KH Afandi Abdul Muin Syafi’i (70). Kiai yang akrab disapa Abah Afandi itu merupakan santri salah pendiri NU KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Hasyim Asy’ari.<>
Kiai yang menjauhkan diri dari hiruk pikuk politik yang juga pengasuh pondok pesantren Asy-Syafi’iyah di desa Kedungwungu kecamatan krangkeng, Indramayu Jawa Barat ini, sangatlah bersedih dengan wafatnya Gus Dur.
Hal itu bukan hanya karena Gus Dur adalah tokoh panutan di berbagai lini kehidupan, beragama, berdemokrasi, berkebudayaan dan lainnya.
Tetapi ada kenangan tersendiri sejak keduanya masih dalam usia remaja, ketika keduanya nyantri di pesantren Tambak beras Jombang, setelah sebelumnya nyantri di pesantren Tebuireng. Waktu itu Gus Dur (remaja) juga beberapa tahun tinggal di pesantren Tambakberas Jombang, mengikuti pamannya KH Abdul Fatah.
Dari situlah keakraban dan persahabatan diantara keduanya terbina, dan semenjak Gus Dur Muda (sebelum menjadi ketua PBNU), kemudian ketika sedang menjabat ketua PBNU, ketika menjadi presiden, sampai dengan menjelang akhir hayatnya minimalnya dalam setahun dua kali, Gus Dur sering mengunjungi KH Afandi Abdul Muin sahabatnya itu.
Ketika Gus Dur Presiden
Bahkan ketika Gus Dur menjabat presiden pun, ia pernah beberapa kali mengundang Abah Afandi yang juga sesepuh NU Indramayu, sekaligus Rais Tarekat An-Nahdliyah Kabupaten Indramayu itu, untuk datang ke istana presiden.
Termasuk, ketika menjelang Pilpres 2004, Salahuddin Wahid (Gus Sholah) sebagai calon wakil presiden waktu itu, atas saran Gus Dur, ia datang ke KH Afandi Abdul Muin untuk meminta restu.
Ketika berhalangan hadir. Gus Dur pun pernah mengutus Prof AS Hikam (Menristek waktu itu) untuk mewakili kunjungannya ke acara haul keluarga pesantren Abah Afandi.
Figur Abah Afandi memang jarang muncul di media karena waktunya lebih banyak dihabiskan untuk mengajar ngaji para santri dan masyarakat di sekitarnya, dengan tujuannya maksimalnya masyarakat dalam beribadah.
Tetapi Prof KH Said Aqil Siradj (PBNU) yang waktu mudanya pernah beberapa tahun tinggal di kediaman Abah Afandi itu, sering menyatakan tentang akrabnya Abah Afandi dengan Gus Dur. Bahkan kang Said panggilan akrabnya- pun pernah berkelakar, “Kiai Afandi tampil beda seleranya dengan Gus Dur sahabat akrabnya itu, Gus Durnya suka berpolitik, sedangkan Kiai Afandi menjauhkan diri dari arena politik.”
Hal, senada juga sering dinyatakan oleh KH Hafizd Usman (Rais PBNU) dan Alm KH Fuad Hasyim Buntet Cirebon (Musytasyar PBNU) di masa hidupnya, di sela-sela acara pengajian yang berlainan waktu di pesantren Abah Afandi dengan disaksikan oleh banyak orang.
Apalagi, setiap Gus Dur berkunjung ke Abah Afandi, biasanya ia terlebih dulu menelfon KH Fuad Hasyim, untuk bertemu dengannya di kediaman Abah Afandi itu.
Di kediaman Abah Afandi pun, terdapat foto Abah Afandi bersama Gus Dur pada waktu dan acara yang berbeda (ketika ada acara di pesantren Abah Afandi)
”Karenanya, dengan wafatnya Gus Dur, Abah Afandi dirundung duka sangat mendalam, bukan hanya sekedar kehilangan sang panutan, tapi juga seorang sahabat sejak masa kanak-kanak,” demikian dikatakan oleh DR H Ahmad Najib Afandi, MA, salah seorang putra Abah Afandi yang juga menantu KH Masruri Mughni (Rais syuriyah PWNU Jawa Tengah).
Selain melaksanakan shalat ghaib, Abah Afandi pun mengajak para santri dan masyarakat sekitarnya melaksakan tahlilan selama satu minggu, setiap habis maghrib untuk mendoakan Gus Dur sahabat yang dicintainya itu. (Nasrulloh Afandi)