Jakarta, NU Online
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) menyampaikan mosi tidak percaya pada pimpinan DPR, karena telah melanggar tata tertib dalam proses pembentukan komisi dan alat kelengkapan Dewan.
"Implikasinya, kami tidak akan mengikuti rapat-rapat dan menilai bahwa pimpinan komisi yang dibentuk dengan melanggar tata tertib itu sebagai komisi ilegal," kata Sekretaris FPPP Lukman Hakim, di Jakarta, Jumat (29/10).
<>Lukman menegaskan, FPPP menyampaikan mosi tidak percaya itu karena merasa "dikerjai" dan ditipu mentah-mentah oleh pimpinan DPR dalam proses musyawarah pembentukan 11 komisi, dan lima badan alat kelengkapan Dewan. "Kami ditipu mentah-mentah, mereka main kayu," katanya.
Ia menyebutkan, Ketua DPR Agung Laksono (Fraksi Partai Golkar), dan tiga Wakil Ketua, Soetardjo Soerjogoeritno (Fraksi PDIP), Muhaimin Iskandar (Fraksi PKB), dan Zainal Maarif (Fraksi PBR), sebagai pimpinan DPR semestinya bisa menengahi persoalan di antara fraksi-fraksi, dan bukan bertindak sebagai pimpinan Koalisi Kebangsaan.
"Mereka itu pimpinan DPR, bukan pimpinan Koalisi Kebangsaan," kata Lukman mengingatkan. Ia menceritakan, berdasarkan serangkaian rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, seperti terjadi pada 18 Oktober 2004, disepakati bahwa penyusunan pimpinan komisi dan badan DPR-RI dilakukan secara proporsional berdasarkan perolehan kursi masing-masing partai dalam Pemilu Legislatif 5 April 2004.
Lukman mengemukakan contoh, untuk 11 komisi DPR-RI yang ada, Fraksi Partai Golkar sebagai fraksi terbesar menempati empat ketua komisi dan 11 wakil ketua, FPPP tiga ketua dan tujuh wakil ketua, Fraksi Partai Demokrat dua ketua dan lima wakil ketua. Kemudian pada 19 Oktober 2004 ada surat dari Sekretaris Jenderal DPR perihal penyampaian rencana penempatan ketua dan fraksi-fraksi sebagai alat kelengkapan Dewan dan diharapkan nama-nama itu telah masuk ke pimpinan DPR pada 20 Oktober 2004.
Ternyata terjadi perubahan kesepakatan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi, karena fraksi yang tergabung dalam Koalisi Kebangsaan menginginkan pemilihan komisi dan alat kelengkapan Dewan lainnya dilakukan melalui "voting". Sedangkan pergantian Ketua FPKB dari Mahfud MD kepada Alimasjkur Musa, katanya, turut mempengaruhi perubahan kesepakatan tersebut. Oleh karena itu lima fraksi yang tidak menyetujui pemilihan dengan cara voting itu, yakni FPPP, FPAN, FPKS, FPD, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, minta penundaan rapat paripurna DPR pada 26 Oktober 2004.
Rapat paripurna yang semula mengagendakan pemilihan komisi dan badan alat kelengkapan Dewan itu memang ditunda. "Diberitakan kami memboikot, padahal tidak, kami resmi menyampaikan surat untuk menunda rapat paripurna itu, bukan memboikot, kalau memboikot itu kan dilakukan diam-diam, tidak datang. Karena kami minta rapat ditunda maka kami tidak datang pada rapat paripurna itu," katanya.
Setelah ditunda hingga dua hari, katanya, pimpinan DPR melanjutkan rapat paripurna meskipun tidak dihadiri oleh lima fraksi, padahal tidak quorum karena berdasarkan tatib DPR disebutkan bahwa rapat paripurna quorum bila dihadiri oleh setengah lebih jumlah anggota dan setengah lebih jumlah fraksi. "Ternyata dalam rapat paripurna lanjutan itu, mereka mengubah tatib DPR dengan mengganti pengertian quorum bila dihadiri setengah lebih jumlah anggota, sehingga meskipun tidak dihadiri lima fraksi, menurut mereka tetap sah, ini jelas-jelas pelanggaran," kata Lukman.
Pada hari Rabu (27/10) terjadi lagi pertemuan informal pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi yang membahas soal ke depan, dalam mengisi pimpinan komisi dari fraksi-fraksi. "Rapat berlangsung baik sekali," katanya. Namun fraksi-fraksi dalam Koalisi Kebangsaan ternyata mengadakan rapat komisi, padahal telah disepakati untuk ditunda hingga Jumat (29/10). Mereka kemudian menggelar rapat paripurna pada hari Kamis (28/10) yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, dan membentuk pimpinan komisi yang semuanya dikuasai oleh Koalisi Kebangsaan.
Berbagai pelanggaran tatib DPR itulah, menurut Lukman, yang membuat FPPP menyampaikan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR. Mosi tidak percaya itu juga didukung oleh FPAN, FPKS, FPD, dan FBPD, sehingga mereka memutuskan tidak akan menghadiri rapat-rapat di DPR, serta tidak mengakui pimpinan komisi yang dibentuk dengan melanggar tatib DPR itu. (atr/cih)