Jakarta, NU Online
Mantan Menteri Kehakiman, Prof. Dr. Muladi mengatakan, pada era reformasi dewasa ini, berbagai pihak, termasuk para sarjana hukum ditantang untuk berbuat yang terbaik
demi terwujudnya demokratisasi di bidang supremasi hukum.
"Kalau pada masa lalu kita berupaya melepaskan diri dari kungkungan hukum kolonial, maka saat ini bagaimana kita melakukan suatu proses demokrasi hukum," katanya di Kuta, Bali, Senin sore.
<>Ditemui usai pembukaan seminar Pembangunan Hukum Nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu mengemukakan, reformasi sendiri pada dasarnya adalah bagaimana membangkitkan kembali indeks demokrasi, sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat.
Muladi menilai, sejumlah topik yang dibahas dalam seminar ini sangat komprehensif, karena pada hakikatnya masalah politik, ekonomi, sosial budaya, kesejahteraan rakyat (kesra), perlu dukungan yuridis.
Menanggapi penilaian sebagian masyarakat tentang tidak adanya kemajuan mengenai kinerja pengadilan, Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra dengan tegas menolak anggapan tersebut.
"Kalau kita mau melihat secara jernih, dulu tidak ada pejabat setingkat menteri, mantan menteri, ketua DPR dibawa ke sidang pengadilan. Sekarang bisa dilakukan dengan terbuka dan orang melihat itu sebagai sesuatu yang lumrah," katanya.
Begitu pula, orang-orang yang selama ini dinilai tidak bisa disentuh hukum, dibawa ke pengadilan dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (LP). Karena itu, orang tidak bisa mengatakan kalau sekarang lembaga peradilan tidak berubah, ujarnya.
Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mencontohkan perkara Matori Abdul Djalil (Menteri Pertahanan) melawan Alwi Sihab (Ketua Umum PKB).
"Dalam perkara ini, Pak Matori sebagai Menteri Pertahanan dikalahkan oleh pengadilan," ujarnya., kata Yusril, "Kalau toh masih dilihat belum berubah juga, saya tidak mengerti. Apanya yang belum berubah. Atau kita memang tidak mau tahu dan mengakui adanya perubahan itu".
Diakuinya, kinerja lembaga peradilan saat ini masih jauh dari memuaskan dan harapan masyarakat. Namun sudah kelihatan bahwa upaya untuk menegakkan supremasi hukum dan menempatkan setiap orang sama di hadapan hukum sudah mulai kelihatan.
Menyinggung soal tanggung jawab Departemen Kehakiman dan HAM dalam memperbaiki citra badan peradilan, ia mengatakan, "Tanggungjawab kami lebih lebih difokuskan pada upaya pembangunan norma-norma hukum dan isntitusi-institusi".
Hanya saja kata Yusril, Departemen Kehakiman dan HAM itu terbatas sekali kewenangannya dalam melakukan upaya penegakan hukum secara langsung.
"Yang menegakkan hukum itu, selain hakim, juga polisi dan jaksa, yang terlepas dari kontrol Departemen Kehakiman dan HAM," katanya. itu, sinergi dan keterpaduan antara semua itulah yang diperlukan dewasa ini, dan masa yang akan datang.
Beda dengan di Amerika Serikat, di mana Menteri Kehakimannya itu langsung menjadi Jaksa Agung dan dia membawahi tugas-tugas di bidang investigasi. Sementara di Indonesia, Menteri Kehakiman tidak mempunyai otoritas sejauh itu," demikian Yusril.
(ant/mkf)