Daerah-daerah terpencil di Indonesia membutuhkan banyak dai yang bisa memberikan bimbingan agama kepada masyarakat. Meskipun demikian banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para dai.
Tak heran, hanya sedikit diantara mereka yang berani terjun ke lokasi-lokasi yang sebenarnya membutuhkan bimbingan agama lebih banyak. Dai-dai masa kini, lebih suka menggarap masyarakat yang sudah mapan dan menyediakan berbagai fasilitas yang memadai untuk menjalani kehidupan.<>
“Ini bedanya dengan para dai di zaman dahulu. Mereka malah mencari tantangan baru di daerah-daerah yang belum dikenal,” tutur Dr Ainur Rofiq dari Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dalam dialog dengan Mahasiswa Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di Kantor PBNU, Rabu (7/5).
Karena sulitnya mencari kader yang mau menjalankan dakwah di daerah terpencil, LDNU membikin program dengan mendidik anak-anak dari daerah terpencil untuk belajar agama di berbagai pesantren. Setelah mereka memiliki pengetahuan agama yang matang, mereka menjalankan misi dakwah di daerahnya masing-masing.
Dakwah yang dikembangkan LDNU, menurutnya adalah dakwah untuk mengembangkan Islam ala NU yang rahmatan lil alamiin dengan tidak menonjolkan radikalisme sehingga masyarakat mau menjalankan syariat Islam dengan sukarela.
Beberapa upaya pengembangan dakwah yang dilakuan adalah pelatihan dai di PBNU yang secara rutin digelar setiap tahunnya, pelatihan dakwah di wilayah-wilayah sampai pelatihan dakwah di daerah pesisir.
“Kita memberikan pelatihan strategi berdakwah, analisis masalah, problem solving dan materi lainnya yang bermanfaat dalam menjalankan dakwah,” tandasnya.
Rofik juga menjelaskan sejumlah buku sudah dicetak oleh LDNU yang bisa digunakan sebagai materi dalam menjalankan dakwah. Setiap minggunya, juga diterbitkan bulletin Jum’at sebagai yang disebarkan di masjid-masjid di Jakarta.
Sementara itu, Ketua LDNU KH Nuril Huda menjelaskan agar dalam berdakwah dihindari perdebatan masalah khilafiyah yang bisa mendorong pertentangan diantara umat Islam sendiri.
Muhammad Aprian, dari Fakultas Dakwah, mewakili sekitar 30 anggota rombongan menjelaskan studi banding ini merupakan upaya untuk melihat gerakan dakwah yang sudah dilakukan secara nyata. LDNU dalam hal ini dianggap sebagai lembaga yang cukup berpengalaman dalam menjalankan dakwah di Indonesia. (mkf)