Warta

D. Zawawi Imron: Saya Optimis Kaderisasi Sastrawan di Pesantren

Jumat, 1 Oktober 2010 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Di tengah keresahan para sastrawan senior atas nasib kaderisasi sastrawan di sekolah-sekolah umum, pesantren tetap optimis dapat melahirkan para sastrawan berbakat. Lembaga pendidikan pesantren atau pondok, telah masyhur sebagai lembaga yang tak hanya mendalami ilmu agama, tapi juga akrab dengan dunia kesusastraan. Optimisme kaderisasi sastrawan di lingkungan pesantren diungkapkan oleh penyair senior, KH. D Zawawi Imron (65).
 
“Saya optimis pesantren akan tetap melahirkan sastrawan-sastrawati bermutu. Ini terlihat dari banyak karya dari santri-santri muda, bahkan remaja, di Jawa dan Madura,” kata Zawawi Imron, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum di Sumenp, Madura.<>

Tapi kata Zawawi, yang berkunjung ke kantor redaksi NU Online (30/9), optimisme ini harus diikuti oleh gerakan pendukung oleh semua kalangan, khususnya komunitas pesantren.

“Pesantren harus memberikan atmosfir kesusastraan yang lebih kuat lagi,” saran Zawawi yang puisinya pertama kali terbit di Mingguan Birawa, dengan judul “Sementara diri berangkat Tua”, tahun 1973.

Pak De, begitu KH. D. Zawawi Imron biasa dipanggil, mengatakan lebih jauh bahwa sastra di pesantren akan terus bergerak karena istilah santri sendiri, sebutan untuk orang belajar di pesantren, berasal dari ‘sastri’ yang artinya membaca dan menulis yang indah dan suci.

“Makanya, santri itu suka membaca Al-Qur’an yang suci, berdzikir, menulis kaligrafi, dan lain-lain. Sudahlah, pokoknya optimis saja. Tapi itu, harus berbuat,” lanjut Zawawi

D. Zawawi Imron lahir Batang-batang, Madura, adalah seorang penyair terkenal dengan julukan Penyair Celurit Emas. Buku puisinya yang sudah terbit berjudul Bulan Tertusuk Lalang (1982), puisi ini menginsiparsi sutradara kondang Garin Nugroho untuk membuat film berjudul sama, 1994.

Sementara puisi Nenek Moyangku Airmata (1987) dapat hadiah Yayasan Buku Utama. Sementara buku berjudul Celurit Emas dan Nenek Moyangku Airmata (1990) terpilih sebagai buku terbaik Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Ia aktif membaca puisi di dalam dan luar negeri, sama aktifnya dengan memberi ceramah agama ataupengajian di pelbagai kesempatan. (hmz)


Terkait