Warta

Buku Keajaiban Gus Dur “Sang Manusia Super” Diluncurkan

Jumat, 29 Januari 2010 | 12:38 WIB

Semarang, NU Online
Hampir sebulan, Abdurrahman Wahid atau sering disapa Gus Dur telah tiada. Namun, pemikiran dan ideologi ”guru bangsa” itu masih membekaskan di benak sebagian rakyat.

Tak hanya pemikirannya yang dianggap mencerahkan, juga segala unsur tanda yang ada padanya dianggap penuh makna. Maka berusahalah mereka menguak unsur-unsur semiotiknya itu.<>

Seperti dilakukan Rosi Sugiarto, penulis buku Keajaiban Gus Dur ’’Sang Manusia Super’’ diluncurkan di Kafe Delima, Hotel Santika Premiere, Kamis (28/1). Dalam buku terbitan Genius Multimedia itu diterjemahkan segala semiotik angka yang memenuhi kehidupan Gus Dur adalah simbol dari pembela kebenaran, pejuang keanekaragaman, serta guru bangsa yang negarawan.

”Itulah Gus Dur, sosok yang memiliki komitmen kuat tentang pluralisme Indonesia. Dia juga pembawa pemikiran Islam modern dalam semangat tradisional. Sebab itulah mungkin yang menyebabkannya dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan,” kata Rosi seperti dilansir harian Suara Merdeka.

Buku tersebut menyimpan rangkaian keunikan dan keajaiban Gus Dur semasa hidupnya. Beberapa menu kenangan indahnya disajikan dalam buku tersebut, seperti ”Gus Dur Sudah Tahu Akan Pulang Akhir Tahun 2009”, ”Gus Dur Aneh Tapi Bisa Jadi Presiden”, ”Gus Dur Jadi Presiden Secara Ajaib”, serta puluhan menu lain yang tertuang dalam buku itu.

Yang menarik, buku tersebut juga memuat ekspresi seseorang yang sempat memberikan penghormatan pada Gus Dur dengan beredarnya SMS tentang wafatnya beliau. ”Jika digabungkan, angka-angka yang menyelimuti kehidupan Gus Dur memang tidak jauh dari angka 99, yakni angka yang identik dengan jumlah Asmaul Husna,” papar Rosi.

Gus Dur wafat pada pukul 18.45 tanggal 30 bulan 12 tahun 09. Semua angka tersebut jika dikalikan dengan angka itu sendiri, maka akan berjumlah 9. ”Gus Dur memang manusia super, dia ’tahu’ akan berpulang pada 2009. Bahkan saat sebelum meninggal, dia pernah berujar akan kembali lagi ke Tebuireng akhir 2009. Dia pun minta dijemput warga, dan memang benar-benar terbukti dia pulang ke Ponpes Tebuireng pada 31 Desember dan dijemput oleh ribuan warga,” jelasnya.

Jualan Es

Dipaparkan dalam buku itu, ternyata Gus Dur pernah jualan kacang dan es. Meskipun memuliki karier yang cukup sukses pada saat itu, namun Gus Dur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian. Maka dia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan menghantarkan es untuk membantu istrinya yang memiliki usaha kecil es lilin di rumah.

Buku setebal 114 halaman itu ditulis Rosi secara instan, dia menyebutnya sebagai sajian yang aplikasi, simpel, dan inspiratif (ASI). Dalam kurun waktu kurang dari dua minggu dia dapat menyelesaikan bukunya tersebut. Setelah Gus Dur tiada, dia berusaha untuk menulis semacam sisi lain Gus Dur yang jarang dirambah oleh pengamat lain.

”Kehadiran buku ini hanyalah sebuah upaya mengenang beliau dengan merangkai serpih-serpih dari kisah kehidupan Gus Dur yang besar. Lebih tepatnya sengaja dihadirkan sebagai bentuk persembahan cinta untuk Gus Dur,” tandasnya. (mad)


Terkait