Warta

Buku Anti Bid'ah dan Pro Kekerasan Dominasi Penerbitan Islam

Sabtu, 23 Oktober 2010 | 06:20 WIB

Jakarta, NU Online
Salah satu penerbitan buku yang berkembang paling pesat dan menjanjikan adalah penerbitan buku-buku keislaman. Tiga puluh persen dari sekitar 10 ribu buku yang diterbitkan merupakan buku yang masuk kategori Islam ini.

Sayangnya, penerbitan buku keislaman didominasi dengan buku anti bid'ah dan pro kekerasan. Rujukan keislaman yang dulu bersumber dari pesantren dan kiai yang moderat kini bersaing dengan buku-buku, yang banyak diantaranya terjemahan dan tak sesuai dengan konteks keindonesiaan.<>

“Pesantren dan kiai bukan sumber tunggal pengetahuan tentang Islam. Mereka berkompetisi dengan para penulis buku, sekarang sudah terjadi free market of Islamic thought, pasar bebas pemikiran Islam,” kata Imdadun Rahmat, wakil sekjen PBNU dalam diskusi Kamisan yang membahas “Media Islam Kini” (21/10).

Dari survey yang ia lakukan, penerbitan Islam yang berkembang adalah penerbit dari kelompok garis keras, bukan kelompok moderat. Ia mencontohkan buku karya Imam Samudra “Aku Melawan Teroris” terjual sebanyak 12 ribu eksemplar, padahal untuk pasar Indonesia, buku best seller saja hanya yang terjual diatas 5 ribu eksemplar.

Buku Sayyid Quthb Ma'alim fi ath-Thariq sekali cetak 10 ribu eksemplar dan dicetak ulang 15 kali sehingga bisa diperkirakan sekitar 150 ribu orang terpengaruh secara langsung tulisannya.
 
Ia memperkirakan, buku-buku yang mengkampanyekan anti bid’ah dan pro kekerasan sudah lebih dari 1000 judul. Ia mencontohkan beberapa judul buku yang garang yang memenuhi rak-rak toko buku seperti Sang Martin, Al Jihad Sabiluna, Kapan Manusia Menjadi Kafir, Manjadi Muslim, Menuju Tegaknya Khalifah. Muslimah Berjihad, Menanti Ajal Israel;. Harakah Jihad, 39 Cara membantu Mujahidin. Huru Hara Akhir Zaman, Fatwa Mati Buat Penghujad (Islam), bahkan ada juga buku Ayman Al Zawahiri, salah satu pentolan Al Qaida yang menulis buku berjudul Balada Jamaah Jihad

Buku seperti ini telah memonopoli sumber keislaman, bukan buku yang diterbitkan oleh LKiS atau Mizan sehingga bisa mengancam eksistensi Islam moderat di Indonesia. “Ini menjadi warning, bahwa masa depan ahlusunnah wal jamaah redup kalau tidak melakukan terobosan,” terangnya. (mkf)


Terkait