Warta

Basapa, Ziarah ke Makam Syeikh Burhanuddin (1)

Jumat, 22 Februari 2008 | 07:03 WIB

Padangpariaman, NU Online
Setiap Rabu pertengahan bulan Safar tahun hijriah, makam Syeikh Burhanuddin di Nagari Ulakan Kabupaten Padangpariaman Propinsi Sumatera Barat diziarahi oleh puluhan ribu umat Islam. Ziarah tersebut dikemas dalam kegiatan Sapa (safar) atau disebutkan dengan Basapa (pergi safar).

Tahun 2008 ini, Basapa berlangsung Rabu 20 Februari, bertepatan dengan 12 Safar 1429 H. Kali ini Basapa dihadiri oleh mantan Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang sengaja datang ke makam Syeikh Burhanuddin untuk berziarah. Karena sudah cukup lama keinginan Gus Dur berziarah ke makam ulama terkemuka di ranah Minangkabau itu<>.

Basapa ini terbagi dua, yakni Sapa Gadang (Syafar Besar) dan Sapa Ketek (Syafar Kecil). Sapa besar lebih awal yang umumnya pengunjung berasal dari luar daerah Padangpariaman. Sedangkan Sapa kecil dilaksanakan Rabu berikutnya setelah Sapa besar dengan penziarah didominasi dari daerah Padangpariaman. Gus Dur hadir pada Basapa Gadang.

Berdasarkan buku tamu, diantara daerah-daerah yang secara tetap menziarahi makam Syeikh Burhanuddin di Ulakan setiap bulan Syafar adalah Pekanbaru, Siak, Batanghari Propinsi Riau, Sungaidaerah, Pulaupunjung, Aiabangih, Tanahdatar, Bandasapuluh, Aiahaji, Tapan, Payakumbuh/50 Kota, Padangpanjang, Agam, Sawahlunto Sinjunjung, Solok, Pasaman, Pesisir Selatan, Kerinci, Jambi, Tapak Tuan, Aceh, Palembang, Malaysia dan Kabupaten Padangpariaman sendiri.

Selama Basapa di makam Syeikh Burhanuddin, para penziarah melakukan ibadah zikir, shalawat, tahlil, berdoa, membaca yasinan. Para penziarah menempati surau masing-masing, atau di makam dan lapangan yang tersedia. Para penziarah yang tetap, umumnya memiliki surau sesuai nagari asal penziarah.

Dalam perkembangannya, harus diakui tidak semua yang datang ketika Basapa untuk berziarah. Banyak juga yang hanya sekedar melihat ramainya pengunjung, membeli sesuatu, berdagang maupun sekedar tahu, bagaimana betul Basapa itu. Pengunjung yang ramai, jelas peluang bagi pedagang. Sehingga banyak juga Basapa mencari keuntungan.

Kapan Dimulai Basapa?

Basapa tidak terlepas dari kehadiran Syeikh Burhanuddin di Nagari Ulakan yang menyebarkan agama Islam ke seluruh Minangkabau. Syeikh Burhanuddin hidup 1056-1104 H / 1646-1692 M. Syeikh Burhanuddin termasuk 100 tokoh Islam paling berpengaruh di Indonesia versi Drs. Shalahuddin Hamid, MA dan Drs. Iskandar Ahza, MA. Lewat bukunya, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia (2003), Syeikh Burhanuddin menempati urutan ke 22. Penempatan tersebut menunjukkan ketokohan ulama yang diperankan Syeikh Burhanuddin tidak diragukan lagi. Apalagi jika dilihat penziarah yang mendatangi makamnya di Nagari Ulakan Padangpariaman setiap hari. (Azyumardi Azra 1999:209)

Syeikh Burhanuddin yang belajar agama Islam di Singkel 2 tahun dan di Banda Aceh 28 tahun dengan Syeikh Abdurrauf. Selama kuang lebih 30 tahun belajar, beliau kembali ke Pariaman, tepatnya di Nagari Ulakan mengembangkan (pengajaran) agama Islam. Syeikh Burhanuddin membangun pusat pendidikan Islam di Ulakan. Sekaligus muridnya yang berempat membangun pula pusat pendidikan di daerah masing-masing dengan keahlian/kekhususan masing-masing, yakni :

1. Tuanku Bayang, ahli ilmu sharaf membangun fakultas jurusan ilmu sharaf dan tasawuf di Bayang, Salido yang merupakan bahagian dari daerah rantau Minangkabau.

2. Tuanku Kubung Tigobaleh, ahli ilmu nahwu, mendirikan fakultas jurusan nahwu di nagari Kubung Tigobaleh, bahagian dari rantau Luhak Tanahdatar.

3. Tuanku Padang Ganting, ahli ilmu fiqih mendirikan fakultas jurusan fiqih di Padangganting di Luhak Tanahdatar yang kebetulan di sana berdomilisi Tuan Qadli dalam Basa Ampek Balai.

4. Tuanku Batu Hampa, ahli ilmu tafsir dan Al Qur’an, mendirikan fakultas jurusan tafsir dan Al Qur’an di Batuhampa. Sehingga Batuhampa terkenal dengan perguruan Al Qur’an.

Setiap 11 Syafar tahun hijrah, Syeikh Burhanuddin mengumpulkan 4 murid di atas untuk membahas berbagai masalah. Pertemuan tersebut sengaja dilakukan 11 Syafar, saat bulan naik sehingga malam harinya cuaca terang disinari bulan. Secara kebetulan, Syeikh Burhanuddin wafat Arba’a (Rabu) 9 Syafar. Soal tahunnya ada yang menyebutkan 1104 H, ada juga 1111 H.

Setelah Syeikh Burhanuddin wafat, para murid dan pengikut Syeikh Burhanuddin pergi ke makam di Ulakan menziarahinya. Waktunya tidak beraturan, campur aduk. Kapan saja keinginan jamaah berziarah dilaksanakan. Baik di bulan Syafar, Rabiul Akhir, Rajab, Syawal, Zulhijah maupun bulan lainnya.

Tahun 1315 Hijriah, terpikir oleh Tuanku Syeikh Kapalo Koto di Pauhkamba bahwa sebaiknya jamaah yang ziarah ke makam Syeikh Burhanuddin dapat disatukan jadwalnya. Hal ini dimaksudkan agar lebih terkoordinir, terlihat syi’arnya paham yang dibawah Syeikh Burhanuddin, yakni paham Ahlussunnah waljamah di ranah Minang. Dengan pikiran tersebut, Tuanku Syeikh Kapalo Koto sebagai murid salah Syeikh Burhanuddin menemui ulama terkemuka Tuanku Syeikh Katapiang Kalampaian Ampalutinggi Kecaatan VII Koto Kabupaten Padangpariaman.

Ternyata Tuanku Syeikh Katapiang setuju dengan pikiran Tuanku Syeikh Kapalo Koto. Sehingga Tuanku Syeikh Kapalo Koto menyebarkan undangan untuk pertemuan yang bakal digelar. Undangan disebar ke para ulama, kadhi, khatib, labai, mufti dan bilal pengikut paham Syeikh Burhanuddin. Ternyata undangan tersebut mendapat tempat di hati ulama dan umat. Setelah berkumpul, maka disampaikan pemikiran Tuangku Syeikh Kapalo Koto. Selama ini ziarah ke makam Syeikh Burhanuddin tidak beraturan waktunya. Ke depan, seluruh pengikut Syeikh Burhanuddin yang berpahamkan Ahlussunnah wal jamaah melakukan ziarah ke makamnya disatukan di bulan Syafar.

Menurut Wakil Syuriah PW Nahdlatul Ulama Propinsi Sumatera Barat Drs. Tuanku Bagindo H. M.Leter kepada penulis, pertimbangan dilakukan ziarah di bulan Syafar tersebut adalah, pertama, memperingati jasa Syeikh Burhanuddin yang telah menyebarkan agama Islam dengan paham Ahlussunnah waljamaah di pesisir pantai barat Minangkabau. Kedua, memperingati hari wafat Syeikh Burhanuddin, Arba’a (Rabu) 9 Syafar. Ketiga, pertemuan para tuanku (ulama) untuk membicarakan masalah-masalah agama. Termasuk membicarakan penetapan awal dan akhir Ramadhan dengan pendekatan hilal (melihat bulan).

Saat itu juga membedakan pengikut paham Ahlussunnah waljamaah dengan pengikut paham lain seperti Syiah, Jabariah dan Mu’tazilah. Dengan pertimbangan tersebut, ditetapkanlah ziarah yang kemudian dinamakan Basapa diadakan hari Rabu setiap 9 Syafar atau Rabu di bulan naik (terang). Sekarang beberapa minggu sebelum pelaksanaan Basapa, pemuka agama dan adat di Nagari Ulakan menyelenggarakan rapat untuk menetapkan hari H Basapa. (Bagindo Armaidi Tanjung)


Terkait