Jakarta, NU Online
Jumlah partai politik yang terdaftar di kantor Kementerian Kemakiman dan Hak Asasi Manusia untuk mengikuti pemilu 2004 mencapai 225 dan dalam verifikasi ketiga jumlah yang berhasil lolos mencapai 66 buah. Jumlah ini jauh lebih banyak dari pemilu 1999 yang mana parpol yang mendaftar mencapai 148 dan setelah mengikuti proses verifikasi, jumlah yang mengikuti pemilu tinggal 48 partai.
Ditengah-tengah semakin menurunnya kepercayaan rakyat terhadap kinerja partai politik, kondisi ini merupakan sebuah fenomena yang menarik. Enceng Sobirin dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Pengembangan Ekonomi Sosial (LP3ES) mengatakan bahwa bagi beberapa orang mendirikan partai politik merupakan sebuah pekerjaan. “Mereka mencoba berpetualang, siapa tahu mereka dapat meraih keuntungan dari pendirian partai tersebut,” ungkapnya kepada NU Online.
<>Keadaan ini tentu saja semakin menambah persoalan bangsa karena pendirian partai politik ini tidak didasari visi yang jelas terhadap bangsa. Mereka hanya berusaha mengidentifikasi diri dengan kelompok-kelompok kecil tertentu seperti buruh, perempuan, atau kelompok ideologi keagamaan tertentu.
Banyak juga parpol yang berusaha mengambil ceruk pasar warga NU. Selain PKB, terdapat PKU, PNU, dan bahkan yang terakhir baru didirikan oleh Matori adalah PKD. Partai-partai tersebut mengklaim dirinya sebagai wakil sah warga NU dalam dunia politik.
Enceng menambahkan bahwa banyaknya partai politik ini menyebabkan sistem pemilu yang efisien sulit karena partai-partai tersebut sulit disatukan karena masing-masing merepresentasikan aliran-aliran yang ada di Indonesia. “Jadi tidak mungkin PAN dan PKB akan bersatu secara ideologis karena memang pahamnya berbeda. Mereka hanya bersatu dalam kepentingan taktis jangka pendek, misalnya pada paket pemilihan presiden langsung”.
Bahkan konsesi ini bukan hanya pada tingkat menteri, akan tetapi sudah pada tingkat departemen, dirjen, atau BUMN yang basah. Mereka meminta konsesi-konsesi atas suara yang mereka berikan yaitu koalisi siapa mendapatkan apa.
Kondisi ini akan menghasilkan pemerintahan yang tidak efektif dalam arti kabinet tidak kompak karena semuanya didasarkan pada politik dagang sapi dan masing-masing pihak berusaha untuk mendapat bagian yang terbanyak.(mkf)