Warta

Banyak Partai Suka Rakyatnya Bodoh

Sabtu, 19 Juli 2003 | 07:00 WIB

Jakarta, NU Online
Banyak partai yang suka rakyatnya bodoh, yaitu tetap memilih berdasarkan simbol-simbol tradisional, bukan berdasarkan rasionalitas atas program-program yang dijalankan oleh partai tersebut pada pemilihnya.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Munir SH, pendiri Kontras dalam talk show “Mengagas Model Advokasi Rakyat di Era Reformasi” yang diadakan DPP PKB di Hotel Sahid Jaya Jakarta (18/07).

<>

Munir menambahkan jika para pemilih menggunakan pertimbangan-pertimbangan rasional dalam menentukan partai yang akan dipilihnya hal ini akan memberatkan kerja partai karena mereka harus melakukan program-program yang memang memberdayakan rakyat. “Saat ini warga NU memilih PKB karena kedekatan kultural saja, sehingga walaupun kinerja partai jelek, mereka tetap memilihnya,” ungkapnya.

Salah satu tugas partai politik adalah untuk memberikan pendidikan politik bagi rakyat, jika hal ini gagal dilakukan maka proses menuju demokrasitasasi mengalami kegagalan dan partai politik tetap terjebak dalam elitisme.

Kesan elitisme partai politik juga dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis. Ini menyebabkan setiap keputusan sangat mempertimbangkan kepentingan elit politik, bukan kepentingan konstituennya. Terdapat kalkulasi politik yang matang dan keputusan tersebut belum tentu sesuai dengan kepentingan rakyat karena yang utama adalah kepentingan para elit sendiri.

Hal ini diperburuk dengan kondisi penegakan hukum yang sangat parah. Todung mengatakan bahwa berdasarkan sebuah survey lembaga internasional, Indonesia menduduki tempat tertinggi dalam korupsi hukum, sehingga ketika ada kasus yang harus dibela, berarti harus menembus tempok-tembok yang tebal

Berkaitan dengan advokasi terhadap rakyat, partai memiliki tanggung jawab untuk melakukan pembaharuan sistem dalam arti sistem secara makro, suatu sistem besar seperti pembuatan undang-undang yang membela rakyat. bukan secara individual. “Karena bagaimanapun juga, walaupun kita bekerja keras membela golongan tertindak dibawah, tetapi jika sistem tidak mendukung, maka pembelaan tersebut tidak akan efektif,” ungkap Munir.

Dalam hal ini Todung mengusulkan adanya pendekatan yang lebih banyak melibatkan publik karena dengan pendekatan ini, akuntabilitasnya lebih terjaga.

Gus dur juga  mengakui bahwa proses yang dijalankan untuk menuju Indonesia yang lebih baik masing sangat panjang karena hal  ini berkaitan dengan konteks sistem yang ada, Saat ini sistem yang ada kurang mendukung pada pembelaan rakyat, “Marsinah adalah orang NU, tetapi di DPRD memang tidak ada ruang untuk melakukan pembelaan ini,” dan untuk itu perlu dibangun satu sistem baru yang mampu menahan penyimpangan-penyimpangan.(mkf)


Terkait