Bantuan dan perhatian pemerintah terhadap institusi pendidikan pesantren belakangan ini semakin meningkat. Dari sebelumnya tidak diakui dalam sistem pendidikan nasional, kini sudah masuk. Demikian pula, kucuran dana yang diberikan juga sudah meningkat, tetapi belum pada tataran yang ideal.
“Nasib pesantren dulu di pinggiran, kini sudah di tengah dalam sistem pendidikan nasional. Sudah ada perubahan yang signifikan,” kata Ketua Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) Amin Haidari, Rabu (23/2).<>
Ia menjelaskan, dari sudut perundang-undangan, dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pesantren sudah masuk dalam perundang-undangan. Pada UU sebelumnya, UU No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pesantren belum dimasukkan Aturan turunannya juga sudah ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Demikian pula dalam struktur Kementerian Agama, sekarang sudah ada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. “Ini merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap pesantren,” jelasnya.
Untuk pemberian bantuan, Amin menjelaskan, disamping Kementerian Agama, kementerian lain pun mengalokasikan dana tehadap pesantren seperti dari Kementerian Pertanian dalam bentuk Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3) yang sebagian besar bantuannya turun ke pesantren, dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kemendiknas, Kemenakertrans, dan lainnya.
Ia berharap agar perhatian dan bantuan pemerintah ini tidak dimaknai sebagai hadiah. Tetapi sebagai upaya bersama dalam rangka untuk memajukan dan untuk peningkatan pondok pesantren.
“Bantuan-bantuan pemerintah ini tak lepas dari upaya bagaimana pesantren ke depan menjadi lembaga yang kompetitif dan mandiri, artinya tidak konsumtif. Jadi bantuan bukan untuk konsumtif, tetapi dimaknai sebagai stimulan untuk pengembangan lebih lanjut,” jelasnya.
Ia mencontohkan, jika mendapatkan bantuan dana pembangunan satu lokal kelas, pesantren dapat mencari dukungan dari masyarakat sehingga bisa menjadi dua lokal, bukannya bantuan tersebut malah dikurangi untuk kepentingan lain.
Trilogi Pengembangan Pesantren
Amin melihat terdapat tiga peran penting pesantren, yang disebutnya sebagai trilogi pengembangan pesantren.
Peran pertama adalah sebagai lembaga keagamaan yang mengawal kehidupan keagamaan dan akhlak.
“Ini merupakan tugas pokok, termasuk juga pesantren harus melahirkan pemimpn non formal. Pemimpin non formal ini muncul dari pesantren. Ketika Indonesia krisis kepemimpinan, ini terjadi di masyarakat, bukan ranah kehidupan formal. Kalau pemimpin formal banyak,” tandasnya.
Peran kedua adalah, pesantren sebagai lembaga pendidikan. Dari dulu pesantren melahirkan orang ahli, tafakkuh fiddien (memperdalam ilmu agama), apalagi sekarang sudah tidak ada masalah lagi dengan statusnya.
“Peningkatan kualitas pendidikan menjadi penting, Di negara manapun juga, persoalan pendidikan hal yang pokok dan menjadi tolak ukur kemajuan. Pesantren yang jumlahnya puluhan ribu harus dikawal,” terangnya.
Peran ketiga adalah pesantren sebagai agen perubahan sosial masyarakat. “Ketika masyarakat ada kemiskinan, keterbatasan, dan kelemahan, maka pesantren hadir disitu dalam rangka mengatasi persoalan di masyarakat,” ujarnya. (mkf)