Begitu banyak hikmah yang diperoleh di bulan Ramadhan, sangat wajarlah umat Islam menyambutnya dengan bersuka ria. Berbagai bentuk kegiatan digelar menyambut bulan Ramadhan yang penuh berkah tersebut. Sekalipun dalam ajaran dan fiqih Islam tidak ditemukan bentuk dan acara yang dilakukan itu.<>
Mengingat agama Islam sudah tersebar ke berbagai pelosok penjuru dunia, yang semula tumbuh dan berkembang di tanah Arab, maka berbagai tradisi lokal bermunculan dari umat Ialam itu sendiri menyambut Ramadhan. Setiap daerah menyelenggarakan kegiatan khas daerah setempat.
Di Semarang misalnya, umat Islam setempat mengenal Duq-dher (DD). Sementara orang Kudus mengenal Dhandangan. Sedangkan bagi Wong Yogyakarta, Solo dan sekitarnya mengenal Padusan menyambut Ramadhan. Di ranah Minang sendiri, dikenal Balimau. Sekalipun namanya berbeda-beda, tujuannya cuma satu. Menyambut bulan suci penuh berkah, yakni Ramadhan.
Informasi yang penulis peroleh, tradisi DD sudah berlangsung lebih dari seabad, persisnya sekitar tahun 1881, semasa Bupati Semarang dijabat R.M.T.A. Purbaningrat. Informasi yang diperoleh menyebutkan, tradisi DD bermula dari perselisihan paham antar umat Islam di Semarang berkaitan dengan penetapkan awal puasa.
Perselisihan tersebut tak mampu diselesaikan antara pemuka agama. Sehingga perselisihan berlarut-larut tanpa ada kata sepakat. Akhirnya Bupati Semarang menetapkan hari pertama puasa dimulai. Jika esok puasa dimulai, sebelumnya Bupati pergi ke Mesjid Besar Kuman. Bupati memukul beduk di masjid dan sekaligus menyuruh bunyikan meriam di halaman kabupaten. Pemukulan beduk dan bunyi meriam dilangsungkan secara bersamaan.
Sehinga terjadilah kombinasi bunyi beduk dengan meriam yang unik. “Dug-dher-dug-dher-dug-dher”. Masyarakat yang mendengarkan bunyi dug-dher, ini secara maklum bahwa esok harinya masyarakat akan mulai puasa.
Lain dengan di ranah Minang ini, menyambut bulan Ramadhan dilakukan dengan kegiatan ziarah dan balimau. Bagi anggota tarikat (syatariah) di daerah Padangpariaman, menyambut bulan suci Ramadhan dengan melakukan ziarah ke kuburan (makam) para aulia (syekh) atau guru pengajian tarekat tersebut. Selain makam Syekh Burhanuddin di Ulakan yang diyakini sebagai pengembang Islam terkemuka di ranah Minang, juga makam Angku Saliah, Tuanku Kiambang, Tuanku Koto Tuo dan sejumlah kuburan guru penganut tarekat di daerah ini. Bahkan ada yang sampai ke Aceh.
Sebagian warga Ranah Minang menyambut Ramadhan menziarahi kuburan orangtuanya dan sanak keluarganya. Biasanya anggota keluarga mendatangi kuburan pendahulunya, sekaligus membersihkan makam orangtuanya atau nenek/kakeknya.
Selanjutnya, rombongan keluarga itu menyelenggarakan doa selamatan agar arwah pendahulunya mendapatkan ketenangan di alam kubur. Jika panas dirasakan di alam kubur, maka keluarga berdoa agar didiinginkan, jika sempit diluaskan, jika gelap agar diterangkan. Doa selamatan itu juga memohon agar keluarga yang ditinggalkannya hidup rukun, bahagia dan selalu mendapatkan rezeki yang diredhai-Nya.
Sedangkan bagi masyarakat yang menyelenggarakan (mandi) balimau mengharapkan dapat membersihkan diri memasuki bulan puasa Ramadhan. Karena (ba)limau yang digunakan terdiri dari bunga-bungaan yang harum. Sehingga disimbolkan, balimau berarti membersihkan diri untuk melaksanakan ibadah puasa. Untuk mendapatkan bahan balimau itu, cukup mudah. Karena di pasar menjelang Ramadhan ini akan bermunculan pedagang limau yang khusus untuk balimau. (Bagindo Armaidi Tanjung)