Warta

Ary Ginanjar: Dakwah dengan Audio Visual Lebih Efektif

Jumat, 28 Agustus 2009 | 07:59 WIB

Jakarta, NU Online
Ary Ginanjar Agustian, trainer dari ESQ 165 telah melakukan terobosan dakwah, dari yang sebelumnya konvensional melalui pidato oral dihadapan publik, diganti dengan format training Emotional Spiritual Quotation (ESQ) dalam sebuah gedung pertemuan dan dilengkapi dengan peralatan audio visual.

Kepada NU Online seusai menjadi pembicara dalam Platihan Kader Dakwah LDNU, Jum’at (28/8), Ary menuturkan, idenya mengembangkan dakwah dengan menggabungkan orasi dan peralatan audio visual karena metode ini jauh lebih efektif dalam penyampaiannya kepada audiens.<>

“Dari hasil penelitian, yang masuk lewat telinga hanya 10 persen, 50 persen mata, sisanya gerakan. Karena kita tidak ingin hanya dapat 10 persen, maka kita gunakan audio visual, supaya masuk dalam mata mereka, supaya hasilnya lebih dari 70 persen,” katanya.

Ia berharap materi yang disampaikan tidak hanya masuk dalam fikiran tetapi juga merasuk dalam hati sehingga secara otomatis mampu merubah perilaku.

Mengenai besarnya biaya untuk mengikuti training yang diadakan ESQ 165, Ary menuturkan karena fihaknya memang harus menyediakan makanan, sewa gedung dan lainnya. “Imbal baliklah, bagi mereka yang mampu, ya mereka bayar supaya kita bisa gerakkan ini,” tandasnya.

Agar pelatihan ini mampu diakses oleh kelompok masyarakat lain, ESQ memberikan pelatihan gratis kepada para guru dan ustadz yang diharapkan mereka menyebarkan hasilnya kepada fihak lain. Saat ini sudah sekitar 80 ribu guru dan ustadz yang sudah dilatih secara gratis.

Iman, Islam Ihsan


Kepada para dai yang memenuhi aula gedung PBNU Lt 8, Ary Ginanjar menjelaskan filosofi 165 yang diartikan sebagai ihsan, 6 rukun iman dan 5 rukun Islam yang semuanya harus dilakukan secara komprehensif agar menjadi muslim yang sempurna.

Banyak orang yang secara rutin menjalankan kewajiban rukun Islam seperti sholat, berpuasa atau berzakat tetapi belum beriman atau berihsan sehingga melakukan tindakan korupsi atau kejahatan lain.

Demikian pula, ada orang yang merasa cukup berbuat baik kepada sesama, seperti yang dikembangkan oleh golongan sekuler, tetapi mengindahkan kewajiban syariat Islam sehingga keislamannya juga kurang sempurna. “Yang paling buruk adalah tidak berihsan, beriman dan berislam,” tegasnya. (mkf)


Terkait