Satu perusahaan penerbangan AS, Jumat (2/1), meminta ma'af kepada sembilan orang Muslim yang sehari sebelumnya diperintahkannya keluar pesawat, tapi membela tindakannya sebagai "perlu untuk menjamin keselamatan".
Para pejabat perusahaan penerbangan itu memerintahkan sembilan orang Muslim yang memakai pakaian tradisional, termasuk tiga anak kecil, keluar pesawat AirTran yang dijadwalkan meninggalkan Bandar Udara Nasional Reagan di Washington, Kamis sore (1/1), demikian laporan Washington Post.<>
Dua penumpang tampaknya mengeluh kepada staf penerbangan setelah mendengar "pernyataan yang mencurigakan" di antara penumpang Muslim, demikian laporan beberapa surat kabar Jumat.
Jumat petang, AirTran menyatakan perusahaan penerbangan tersebut "menyesalkan" kejadian itu dan meminta ma'af kepada semua penumpang pesawat tersebut, termasuk orang Muslim yang diperintahkan meninggalkan pesawat. Tetapi perusahaan itu mengatakan, "Meskipun akhirnya masalah ini terbukti merupakan kesalah-fahaman, langkah yang diambil memang diperlukan."
"Kami meminta ma'af kepada semua penumpang --kepada kesembilan orang yang harus menjalani wawancara panjang-lebar dari pihak berwenang dan kepada 95 orang yang akhirnya dapat terbang. Tak seorang pun di dalam pesawat dengan Nomor Penerbangan 175 tiba tepat pada waktunya pada Hari Tahun Baru, dan kami menyesalkan itu," kata perusahaan penerbangan tersebut dalam satu pernyataan.
AirTran menyatakan perusahaan itu akan mengembalikan ongkos penerbangan kepada mereka yang dikeluarkan dari pesawat, akan mengalihkan biaya pemesanan tiket pesawat ke penerbangan lain dan telah menawarkan untuk membayar biaya penerbangan pulang mereka.
Semua, kecuali seorang, penumpang itu adalah warganegara kelahiran AS, dan mereka berencana pergi ke Orlando, Flordia, untuk menghadiri acara keagamaan. Kelompok tersebut meliputi seorang dokter spesialis dan seorang pengacara. Anak-anak yang disuruh keluar pesawat berusia tujuh, empat dan dua tahun.
Para pejabat bandar udara belakangan mengizinkan kelompok tersebut untuk melakukan penerbangan dan agen FBI memandang kejadian itu sebagai "salah pengertian", kata seorang pejabat bandar udara kepada Washington Post.
Seorang jurubicara AirTran sependapat, tapi menambahkan pilot pesawatnya "telah bertindak sesuai prosedur".
Kashif Irfan, salah seorang penumpang Muslim tersebut, mengatakan kepada surat kabar itu bahwa peristiwa tersebut terjadi setelah saudaranya, Arif, dan istri saudaranya membahas tempat paling aman untuk duduk di dalam pesawat. Saudaranya itu diduga telah memandang ke luar jendela dan melihat mesin jet di samping jendelanya.
Penumpang lain tampaknya merasa terancam dan mengeluh kepada pilot, dan dua marshal udara di dalam pesawat kemudian melaporkan masalah tersebut kepada polisi bandar udara.
Meskipun Irfan mengatakan marshal udara dan agen FBI "sangat ramah dan baik" dalam menangani situasi itu, ia menyalahkan pihak perusahaan penerbangan. (ant/sir)