Tafsir

Proses Pengharaman Makanan dan Minuman yang Memabukkan dalam Al-Quran

Selasa, 6 Agustus 2024 | 06:00 WIB

Proses Pengharaman Makanan dan Minuman yang Memabukkan dalam Al-Quran

Ilustrasi minuman yang memabukkan. Sumber: Freepik

Makanan dan minuman merupakan salah satu kajian penting dalam syariat Islam. Makanan dan minuman yang jelas-jelas halal dan yang haram telah diatur dan dipetakan secara khusus. Misal saja larangan mengonsumsi khamar atau minuman yang memabukkan karena dapat memberikan pengaruh terhadap akal dan perilaku seseorang.


Al-Qur’an dengan sangat tegas melarang umat Islam untuk mengonsumsi khamar dan segala jenis makanan dan minuman yang dapat memabukkan. Larangan ini sebagaimana tertuang dalam surat Al-Baqarah, Allah swt berfirman:


يَسْأَلونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا


Artinya, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya'.” (QS Al-Baqarah, [2]: 219).


Sejarah Diharamkannya Khamar
Mengutip penjelasan Imam Syamsuddin al-Qurthubi, khamar merupakan minuman yang terlarang dalam Islam. Hanya saja, keharaman ini diterapkan dengan cara bertahap, sebab pada awal datangnya Islam, masyarakat Jahiliah pada masa itu sudah terbiasa meminum khamar.

 

Pada mulanya, Rasulullah melarang mereka untuk meminum khamar ketika shalat saja, sebagaimana ditegaskan dalam surat An-Nisa’, Allah swt berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ


Artinya, “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan.” (QS An-Nisa’, [4]: 43).


Berkaitan ayat di atas, al-Qurthubi menjelaskan, kemudian setelah masyarakat saat itu sudah mulai terbiasa meninggalkan khamar, akhirnya turunlah ayat di atas, yang mengharamkan khamar dengan tegas.” (Imam al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Riyadh: Darul Alamil Kitab, 2003], jilid V, halaman 200).


Larangan yang lain juga disebutkan dalam surat Al-Ma’idah, Allah swt berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma’idah, [5]: 90).


Merujuk penjelasan Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam tafsirnya, ayat di atas menjadi dalil yang kuat bahwa diharamkannya khamar sudah menjadi ketetapan Al-Qur’an yang tidak dapat digugat.

 

Orang yang meminumnya, sama halnya dengan melakukan perbuatan setan, dan orang yang meninggalkannya, sama halnya ia berusaha untuk terus berada di jalan keselamatan. (Syekh Wahbah, At-Tafsirul Munir fil 'Aqidah was Syariah wal Manhaj, [Damaskus: Darul Fikr al-Mu’ashir, cetakan kedua: 1418], jilid VII, halaman 34).


Sedangkan dalam memaknai kata “khamar” pada ayat di atas, para ulama berbeda pendapat dalam mengartikannya, apakah semua minuman yang memabukkan termasuk dari kata khamar atau tidak. Perbedaan pendapat di atas sebagaimana telah dicatat lengkap oleh Syekh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitab tafsirnya. Berikut uraiannya:


Pendapat pertama, yaitu menurut Imam Abu Hanifah, khamar adalah minuman yang memabukkan, yang terbuat dari perasan buah anggur saja. Sedangkan minuman memabukkan lain yang terbuat dari selain perasan anggur, seperti perasan kurma, gandum, dan lainnya, maka tidak disebut sebagai khamar, namun disebut nabidz. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama Kufah, Imam an-Nakha’i, Imam Sufyan ats-Tsauri, dan Imam Abi Laila.


Pendapat yang kedua, yaitu menurut Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, khamar adalah nama dari semua minuman yang memabukkan, baik yang terbuat dari perasan anggur, kurma, gandum, atau yang lainnya.

 

Pendapat ini juga merupakan pendapat mayoritas ulama ahli hadits dan mayoritas ulama ahli Hijaz. Syekh ash-Shabuni menyebutkan:


اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي تَعْرِيْفِ الْخَمْرِ، فَقَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ: اَلْخَمْرُ الشَّرَابُ الْمُسْكِرُ مِنْ عَصِيْرِ الْعِنَبِ فَقَطْ، وَأَمَّا الْمُسْكِرُ مِنْ غَيْرِهِ كَالشَّرَابِ مِنَ التَّمْرِ أَوِ الشَّعِيْرِ، فَلاَ يُسَمَّى خَمْرًا بَلْ يُسَمَّى نَبِيْذًا. وَذَهَبَ الْجُمْهُوْرُ: مَالِك وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ، إِلىَ أَنَّ الْخَمْرَ اِسْمٌ لِكُلِّ شَرَابٍ مُسْكِرٍ سَوَاءٌ كَانَ مِنْ عَصِيْرِ الْعِنَبِ أَوِ التَّمْرِ أَوِ الشَّعِيْرِ أَوْ غَيْرِهِ


Artinya, “Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan khamar. Imam Abu Hanifah berkata: khamar adalah minuman memabukkan yang terbuat dari perasan anggur saja.

 

Adapun minuman memabukkan yang terbuat dari lainnya, seperti minuman dari kurma atau gandum, maka tidak disebut khamar, namun disebut nabidz.

 

Jumhur ulama berpendapat: yaitu Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, bahwa sesungguhnya khamar itu adalah nama dari semua minuman yang memabukkan, baik yang terbuat dari perasan anggur, kurma, gandum dan lainnya.” (Syekh Ali as-Shabuni, Rawa’iul Bayan fi Tafsiri Ayatil Ahkam, [Damaskus: Maktabah al-Ghazali, tahun cetak: 1400], halaman 277).


Dengan berpijak pada dua pendapat di atas, maka menurut Imam Abu Hanifah, semua minuman memabukkan yang terbuat dari perasan anggur disebut sebagai khamar, sedangkan yang terbuat dari selain anggur, maka disebut sebagai nabidz. Sedangkan menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, semua minuman yang memabukkan adalah khamar, baik yang terbuat dari perasan anggur, kurma, gandum dan lainnya.


Oleh karena itu, jika mengikuti pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, maka mengonsumsi semua minuman yang memabukkan adalah haram, karena termasuk khamar. Namun, jika mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, apakah antara khamar dan nabidz memiliki hukum yang berbeda? Mari kita bahas.


Merujuk penjelasan Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, dalam kitabnya menyebutkan bahwa keduanya memiliki hukum yang berbeda. Khamar diharamkan semuanya, baik yang sedikit maupun yang banyak.

 

Sedangkan nabidz, atau minuman memabukkan yang terbuat dari perasan selain anggur, maka hukum meminumnya terperinci sebagai berikut: (1) haram, jika sampai memabukkan; dan (2) tidak haram jika sedikit dan tidak memabukkan. Syekh Wahbah menyebut:


وَأَمَّا الْأشْرِبَةُ الْمُسْكِرَةُ الْأُخْرَى وَهِيَ الْأَنْبِذَةُ فَالْقَلِيْلُ مِنْهَا حَلاَلٌ، وَالْكَثِيْرُ الْمُسْكِرُ مِنْهَا حَرَامٌ


Artinya, “Adapun minuman memabukkan (dari perasan) yang lain, yaitu nabidz, maka meminum sedikit darinya adalah halal, sedangkan banyak darinya adalah haram.” (Syekh Wahbah, At-Tafsirul Munir fil Aqidah was Syariah wal Manhaj, [Damaskus: Darul Fikr al-Mu’ashir, cetakan kedua: 1418], jilid II, halaman 274).


Namun perlu diingat, dua perincian pendapat di atas adalah apabila mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa khamar hanya terkhusus pada minuman memabukkan yang terbuat dari perasan anggur saja, sedangkan jika terbuat dari perasan yang lain, maka disebut nabidz.

 

Sedangkan jika mengikuti pendapat Jumhur, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, yang mengatakan bahwa semua minuman memabukkan adalah khamar, baik yang terbuat dari anggur ataupun yang lainnya. Sehingga, mengonsumsinya adalah haram, baik yang sedikit ataupun yang banyak. Syekh Wahbah menyebutkan:


فَكُلُّ مُسْكِرٍ مِنْ عَصِيْرِ التَّمْرِ وَالشَّعِيْرِ وَالْبُرِّ خَمْرٌ وَإِذَا كَانَتِ الْخَمْرُ اِسْمًا لِكُلِّ مَا أَسْكَرَ كَانَ تَحْرِيْمُ جَمِيْعِ الْمُسْكِرَاتِ قَلِيْلهَا وَكَثِيْرهَا بِنَصِّ الْقُرْآنِ


Artinya, “Maka, semua yang memabukkan dari perasan kurma, gandum putih, gandum merah, itu adalah khamar. Dan, jika khamar adalah nama dari semua jenis yang memabukkan (dengan mengikuti pendapat jumhur), maka semua keharaman yang memabukkan, baik yang sedikit ataupun yang banyak adalah karena ketetapan Al-Qur’an.” (Syekh Wahbah Zuhaili, II/274).


Lantas, apakah semua keharaman di atas hanya yang berbentuk minuman saja, atau yang berbentuk makanan juga masuk dalam kategori khamar yang diharamkan? 


Mengutip pendapat Imam an-Nawawi dalam salah satu kitab karyanya, bahwa semua khamar dengan bentuk apapun yang bisa memabukkan dan menghilangkan akal manusia, baik berbentuk minuman ataupun makanan, semuanya sama dan haram untuk dikonsumsi. (Imam Nawawi, al-Majmu’ Syarhil Muhadzab, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah, tt], jilid XX, halaman 121).


Kesimpulan
Semua minuman yang bisa menghilangkan akal dan memabukkan disebut khamar dan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak, serta terbuat dari anggur, kurma, gandum, atau buah lainnya. Ini adalah pandangan mayoritas ulama mazhab, seperti Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, mayoritas ulama Hijaz, dan ulama ahli hadits.


Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, yang mengatakan bahwa khamar adalah minuman keras yang berasal dari perasan anggur saja, maka hukum mengonsumsi ini adalah haram, baik yang sedikit maupun yang banyak. Namun jika berasal dari perasan selain anggur, maka hukumnya haram jika banyak, dan boleh jika sedikit, sekira tidak sampai memabukkan.


Meskipun terdapat celah dari pandangan Imam Abu Hanifah terkait konsumsi khamar yang sedikit, tetap saja kita harus menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang memabukkan untuk menjaga keutuhan iman dan diri dari dampak negatif.

 

Demikian tulisan tentang makanan dan minuman yang memabukkan dalam Al-Qur’an. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.