Syarat Kehalalan Daging Hewan yang Disembelih dengan Metode Stunning
Rabu, 2 Oktober 2024 | 06:30 WIB
Praktik penyembelihan sapi konvensional yang umum dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) atau masyarakat dimulai dengan proses merobohkan dan membaringkan sapi, dengan menggunakan ikatan kuat pada beberapa bagian tubuhnya sebelum akhirnya dilakukan penyembelihan. Proses ini sering kali memerlukan banyak tenaga kerja, terutama jika ukuran sapinya besar. Upaya ini dilakukan untuk memastikan sapi tetap terkendali selama penyembelihan berlangsung.
Beberapa waktu lalu, viral sebuah video yang menunjukkan proses penyembelihan sapi oleh seorang pekerja di salah satu RPH Surabaya. Dalam video tersebut, terlihat pekerja menempelkan sebuah alat mirip senapan pada kepala sapi, dan tak lama kemudian sapi tersebut roboh. Video ini memicu pro dan kontra dari netizen. Beberapa berkomentar bahwa daging sapi tersebut haram karena dianggap tidak disembelih sesuai syariat.
Menanggapi viralnya video tersebut, Direktur Utama RPH Surabaya menjelaskan bahwa video yang beredar di media sosial itu tidak lengkap dan menyesatkan. Menurutnya, sapi dalam video tersebut sedang melalui proses pemingsanan (stunning), sebuah metode yang diwajibkan untuk sapi impor. Setelah sapi pingsan akibat stunning, penyembelihan dilakukan sesuai dengan kaidah syariat oleh Juru Sembelih Halal (Juleha) di RPH.
Baca Juga
Doa Sembelih Hewan Kurban
Penyembelihan hewan dengan metode stunning memiliki beberapa keunggulan, di antaranya efisiensi waktu, percepatan proses penyembelihan, pengurangan risiko cedera bagi pekerja dan hewan, serta peningkatan kualitas daging karena hewan tidak mengalami stres. Kondisi ini berpengaruh pada rasa dan tekstur daging yang lebih baik.
Dengan demikian, bagaimana pandangan fiqih terhadap proses penyembelihan dengan metode stunning atau pemingsanan sebagaimana dijelaskan di atas?
Sebenarnya, terdapat beberapa metode stunning, dan di Indonesia terdapat dua jenis stunning yang umum digunakan serta diizinkan dalam konteks penyembelihan sapi impor.
Baca Juga
Waktu Paling Baik Sembelih Hewan Kurban
Pertama, Electrical Stunning, yaitu metode yang menggunakan aliran listrik dengan tegangan yang diatur secara khusus untuk membuat sapi hanya pingsan, bukan mati.
Kedua, Captive Bolt Stunning, yaitu metode yang melibatkan penggunaan alat seperti pistol yang menembakkan bolt (besi tumpul) ke kepala sapi, menyebabkan hewan kehilangan kesadaran sementara tanpa mematikannya.
Dasar hukumnya merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 12 Tahun 2009 tentang Standar Penyembelihan Halal. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses penyembelihan diperbolehkan, dengan syarat:
Baca Juga
Bolehkah Aqiqah di Usia Dewasa?
- stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen;
- bertujuan untuk mempermudah penyembelihan;
- pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan;
- peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat a, b, c, serta tidak digunakan antara hewan halal dan non-halal (babi) sebagai langkah preventif.
- Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang menjamin terwujudnya syarat a, b, c, dan d.
Metode stunning ini adalah metode baru dalam proses penyembelihan hewan sehingga tidak akan ditemukan dalam kitab-kitab klasik ulama salaf. Ulama hanya mensyaratkan kondisi hewan sebelum disembelih harus masih dalam keadaan al-hayat al-mustaqirrah (Kehidupan yang stabil).
Sehingga apabila hewan yang disembelih dalam kondisi 'harakatul madzbuh' sekalipun semua uratnya terpotong saat disembelih daging hewan tersebut tidak halal dimakan. Berikut selengkapnya penjelasan Imam Taqiyuddin al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar-nya:
تَنْبِيه: لَا بُد فِي الْمَذْبُوح أَن يكون فِيهِ حَيَاة مُسْتَقِرَّة فَلَو انْتهى إِلَى حَرَكَة الْمَذْبُوح لم يحل وَإِن ذبح وَقطع مِنْهُ جَمِيع الْحُلْقُوم والمريء
Artinya, "Peringatan: Hewan yang disembelih, harus pada kondisi kehidupan yang stabil (hayat mustaqirrah). Jika hewan tersebut hanya bergerak (harakatul madzbuh), maka dagingnya tidak halal, meskipun telah disembelih dan semua tenggorokan serta kerongkongannya telah dipotong."
Kemudian Mengenai maksud 'hayat mustaqirrah' Imam Taqiyuddin al-Hishni mengutip pendapat Imam an-Nawawi dan para ulama seperti Abu Hamid, Ibnush Sabbagh, dan al-‘Umarani, bahwa 'hayat al-mustaqirrah' adalah kondisi hewan yang masih dapat bertahan hidup selama satu atau dua hari ke depan. Jika hewan tersebut disembelih dalam keadaan masih hidup, maka dagingnya halal.
Sebagai contoh, apabila seekor kambing terluka oleh predator, seperti singa, atau tertimpa atap bangunan yang runtuh, dan hewan tersebut masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang stabil (hayat mustaqirrah), maka dagingnya tetap halal dikonsumsi, meskipun kemungkinan hewan itu akan mati dalam satu atau dua hari berikutnya. Sebaliknya, jika tidak ada tanda-tanda kehidupan yang stabil, maka dagingnya tidak halal, sesuai dengan pendapat Mazhab Syafi'i, yang juga merupakan pandangan mayoritas ulama.
Lebih lanjut lagi, Al-Hishni menjelaskan dalam Kifayatul Akhyar (Beirut, Darul Kutub al-'Ilmiyyah, 2021: 517), bahwa tandanya hewan yang disembelih masih dalam kondisi 'hayat mustaqirrah' adalah gerakan yang kuat, darahnya memancar, dan aliran darah yang deras setelah penyembelihan.
وَمن العلامات الدَّالَّة على الْحَيَاة المستقرة الْحَرَكَة الشَّدِيدَة وانفجار الدَّم وتدفقه بعد الذّبْح المجزي وَصحح أَنه تَكْفِي الْحَرَكَة الشَّدِيدَة وَحدهَا
Artinya, "Adapun tanda yang menunjukkan bahwa hewan yang disembelih dalam keadaan 'al-hayat al-mustaqirrah' adalah gerakan yang kuat, darahnya memancar, dan aliran darah yang deras setelah penyembelihan. Ditegaskan bahwa gerakan yang kuat saja sudah cukup sebagai tanda hewan tersebut dalam keadaan al-hayat al-mustaqirrah."
Lebih jelas lagi, Syekh Wahbah az-Zuhaili, seorang ulama kontemporer, dalam karyanya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus, Darul Fikr, 1418: IV/2800), menyebutkan bahwa tidak ada masalah dalam melemahkan hewan tanpa penyiksaan melalui metode pemingsanan modern.
لا مانع من استخدام وسائل تضعف من مقاومة الحيوان، دون تعذيب له، وبناء عليه: يحل في الإسلام استعمال طرق التخدير المستحدثة غير المميتة قبل الذبح
Artinya, “Tidak ada halangan untuk menggunakan sarana-sarana yang memperlemah gerakan hewan, dengan tanpa penyiksaan terhadapnya (untuk penyembelihan hewan). Untuk itu, Islam membolehkan menggunakan cara pemingsanan modern, yang tidak menimbulkan kematian sebelum penyembelihan...”
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode stunning atau pemingsanan hewan sebelum disembelih diperbolehkan, asalkan stunning tersebut tidak menyebabkan kematian pada hewan, melainkan hanya membuat hewan pingsan untuk mempermudah proses penyembelihan.
Lebih jelasnya, selama kondisi hewan sebelum disembelih masih dalam keadaan al-hayah al-mustaqirrah, yang ditandai dengan gerakan yang kuat, darah yang memancar, serta aliran darah yang deras setelah dilakukan penyembelihan secara syar'i, maka dagingnya halal untuk dikonsumsi. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo