Syariah

Hukum Aborsi Janin Hasil Hubungan di Luar Nikah

Sabtu, 10 Agustus 2024 | 14:45 WIB

Hukum Aborsi Janin Hasil Hubungan di Luar Nikah

Aborsi janin hasil hubungan di luar nikah (freepik)

Kasus pemerkosaan merupakan tindakan yang sangat merugikan pihak perempuan. Mayoritas terjadi karena pemaksaan pihak laki-laki. Sehingga dampak seperti trauma harus ditanggung perempuan.
 

Tak jarang kasus pemerkosaan menjadikan korbannya hamil. Lantaran psikologis yang tidak stabil, korban pemerkosaan berkeinginan mengambil tindakan aborsi untuk menghindari risiko yang terjadi ketika mengandung anak di luar nikah.
 

Secara teknis, aborsi merupakan tindakan menggugurkan anak saat masa kehamilan secara sengaja. Adapun pelaksanaannya bisa secara medis atau non medis seperti mengkonsumsi obat tertentu yang dapat menggugurkan kehamilan.
 

Dalam pandangan hukum positif, tepatnya pada pasal 346 KUHP tertulis bagi siapa saja yang menggugurkan kandungannya secara sengaja (aborsi) akan dikenakan pidana.
 

Hukum Aborsi

Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap status hukum aborsi, terlebih dalam keadaan di luar nikah?

 

Mengenai tindakan aborsi, ulama terdahulu berbeda pendapat. Berikut redaksi mengenai pendapat ulama terhadap aborsi.
 

وَاخْتَلَفُوا فِي جَوَازِ التَّسَبُّبِ إلَى إلْقَاءِ النُّطْفَةِ بَعْدَ اسْتِقْرَارِهَا فِي الرَّحِمِ فَقَالَ أَبُو إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيِّ يَجُوزُ إلْقَاءُ النُّطْفَةِ وَالْعَلَقَةِ وَنَقَلَ ذَلِكَ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ وَفِي الْإِحْيَاءِ فِي مَبْحَثِ الْعَزْلِ مَا يَدُلُّ عَلَى تَحْرِيمِهِ، وَهُوَ الْأَوْجَهُ؛ لِأَنَّهَا بَعْدَ الِاسْتِقْرَارِ آيِلَةٌ إلَى التَّخَلُّقِ الْمُهَيَّأِ لِنَفْخِ الرُّوحِ وَلَا كَذَلِكَ الْعَزْلُ
 

Artinya, “Para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan menggugurkan kandungan. Menurut Abu Ishaq Al-Marwazi, aborsi diperbolehkan adanya, seperti yang dikatakan Abu Hanifah. Adapun di dalam Ihya' tepatnya pada pembahasan ‘azl, Al-Ghazali mengharamkan tindakan aborsi. Sebab ketika proses pembuahan terjadi dikembalikan pada persiapan ditiupkannya ruh terhadap janin, dan yang demikian tidak termasuk pada aspek ‘azl.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Kairo, Maktabah Tijariyah Al-Kubra: 1983], juz VII, halaman 186).
 

Dari redaksi Tuhfatul Muhtaj karya Ibnu Hajar Al-Haitami dapat dipetakan hukum menggugurkan kandungan sebagai berikut:

  1. Tindakan aborsi hukumnya diperbolehkan dengan ketentuan tertentu.
  2. Tindakan aborsi diharamkan secara mutlak, lantaran sama dengan pembunuhan.
 

Aborsi Janin Hasil Hubungan di Luar Nikah 

Jika ditarik pada persoalan hamil di luar nikah, apakah diperbolehkan melakukan aborsi? Apakah dibenarkan kehamilan yang terjadi di luar nikah atau pernikahan yang tidak sah kemudian perempuan boleh dengan sengaja menggugurkan kandungan?
 

Dalam Fiqhul Islami milik Wahbah Az-Zuhaili dijelaskan kebolehan menggugurkan kandungan saat masa kandungan di bawah empat bulan atau 120 hari tanpa uzur.
 

Adapun yang dimaksud dari uzur tersebut berupa janin yang divonis penyakit kronis seperti kanker, tuberkulosis sehingga membahayakan janin dan ibu yang mengandung. Selain itu, ketika seorang ibu yang mengandung tidak dapat mengeluarkan air susunya, kemudian si suami tidak mampu membayar upah pada ibu susuannya, maka yang demikian termasuk uzur yang memperbolehkan aborsi.
 

Apabila melanggar kriteria yang sudah disepakati oleh para ulama, kemudian tetap melakukan tindakan aborsi, maka tindakan tersebut merupakan kriminal berat. Karena sudah menghabisi nyawa dan membunuh si janin. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut Darul Fikri:1987], juz VI, halaman 2647).
 

Hemat penulis, tidak ada satupun faktor yang membolehkan tindakan aborsi pada kehamilan di luar nikah. Kendatipun terjadinya pembuahan melalui proses yang diharamkan, bukan berarti hasil berupa janin tersebut menjadi sesuatu yang buruk pula.
 

Langkah yang Harus Diambil

Janin yang dikandung sebab hubungan di luar nikah tetap harus dirawat sebaik mungkin. Selayaknya janin yang dihasilkan oleh ikatan pernikahan yang sah.
 

Posisi dari anak hasil zina sama dengan umat Islam pada umumnya. Dari sudut pandang fiqih, hubungan zina hanya berpengaruh pada warisan, penisbatan, dan perwalian ketika nikah. Selebihnya sama dengan anak-anak pada umumnya.
 

وَعَنْ وَكِيعٍ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ يُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ قَالَ: وَلَدُ الزِّنَى وَغَيْرُهُ سَوَاءٌ؟ وَعَنْ وَكِيعٍ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ صُبَيْحٍ عَنْ الْحَسَنِ قَالَ: وَلَدُ الزِّنَى بِمَنْزِلَةِ رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ، يَؤُمُّ، وَتَجُوزُ شَهَادَتُهُ إذَا كَانَ عَدْلًا
 

Artinya, “Dari Waki’ dari Sufyan At-Tsauri dari Yunus dari Hasan Al-Bashri berkata: "Apakah anak dari zina sama dengan anak-anak lainnya?" Dari Waki’ dari Shubaih dari Hasan Al-Bashri menjawab: "Anak hasil zina statusnya sama dengan umat Islam lainnya, begitu juga budak wanita, ketika dirinya dinilai adil maka boleh untuk bersaksi.” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah:2003], juz III, halaman 128).
 

Bisa jadi, dengan merawat kandungan dengan hasil yang diharamkan agama akan mendapatkan tekanan oleh masyarakat. Namun anak yang dikandung tersebut memiliki hak untuk hidup selayaknya anak lainnya.

 

Tindakan aborsi memiliki konsekuensi dua hukum, antara boleh dan tidak dibolehkan dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Adapun menggugurkan kandungan yang terjadi saat di luar nikah, tetap diharamkan kendatipun prosesnya tidak disahkan oleh agama. Alhasil, yang bersangkutan harus merawat kandungan sampai melahirkan. Wallahu a'lam.
 


Atribusi: Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso, Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin UNISMA