Kemajuan teknologi tidak serta merta mempermudah semua pekerjaan manusia. Ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dicapainya. Misalkan memahami realitas, cinta, kasih sayang dan konsep kemanusiaan. Semua itu adalah di luar kemampuan teknologi untuk membantu manusia. Begitu juga dengan kemampuan membaca, teknologi secanggih apa pun tidak akan bisa mengubah manusia buta huruf menjadi melek huruf dalam hitungan tiba-tiba.
Proses belajar tidak akan bisa digantikan dengan teknologi secanggih apa pun. Manusia itu sendirilah yang harus berusaha. Dalam proses usaha inilah seringkali manusia lupa, bahwa apa yang dilakukannya masih dalam tatarab proses dan bukan tujuan akhir. Sehingga seringkali usaha itu berhenti sampai pada taraf proses saja.
Demikianlah yang terjadi di masyarakat kita. Pada awalnya penulisan Al-Qur’an dengan tulisan Latin seperti yang banyak dicetak dalam Surat Yasin merupakan usaha belajar membaca Al-Qur’an. Tulisan Latin itu pada awalnya memang diproyeksikan sebagai langkah awal membantu membaca Al-Qur’an. Akan tetapi, sayangnya langkah ini berhenti begitu saja, karena banyak orang yang merasa cukup membaca Al-Qur’an dengan tulisan Latin, dan tidak mau berusaha meningkatkan usaha belajar membacanya dalam tulisan Arab.
Mengenai hal ini sebenarnya fiqih telah mewanti-wanti agar sedapat mungkin orang Islam belajar membaca langsung Al-Qur’an dalam tulisan Arabnya. Karena sesungguhnya berbagai aturan makhraj huruf itu terkandung dalam tulisan Arab, bukan tulisan Latin. Demikian keterangan dalam Hasyiyatâ Qalyubi wa ‘Amîrah:
وَيَجُوزُ كِتَابَتُهُ لَا قِرَاءَتُهُ بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ، وَلَهَا حُكْمُ الْمُصْحَفِ فِي الْمَسِّ وَالْحَمْلِ
Artinya: “Diperbolehkan menulis Al-Qur’an dengan selain huruf Arab (Latin semisal), tapi tidak boleh membacanya dengan selain bahasa Arab. Baginya berlaku pula hukum sebagaimana menyentuh dan membawa mushaf.” (Al-Qalyubi dan Amirah, Hasyiyatâ Qalyubi wa ‘Amîrah, [Darul Fikr, Beirut, 1995], juz 1, halaman 41).
Dengan demikian, teks Latin yang merupakan transliterasi dari teks Arab ayat Al-Qur’an mesti diposisikan sebagai sarana membantu pembelajaran membaca, tapi bukan membaca itu sendiri. Bagi yang belum menguasai bacaan teks Arab lebih dianjurkan membaca doa-doa, shalawat, atau dzikir lainnya ketimbang membaca bacaan Arab yang dilatinkan, karena potensi salahnya sangat besar. Kenapa demikian? Karena karakter bunyi Arab dan Latin amatlah berbeda. Dalam bahasa Arab, ada kaidah-kaidah semisal tentang makhraj dan tajwid yang tak mungkin terakomodasi secara penuh dengan hanya melatinkannya.
Wallahu a'lam bish shawab.
(Ulil Hadrawi)