Pesantren

Pesantren SAQA Lestarikan Pencak Silat Pagar Nusa

Rabu, 3 Juli 2013 | 22:58 WIB

Probolinggo, NU Online
Pesantren Syech Abdul Qodir Al-Jailani Desa Rangkang Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo melestarikan tradisi pencak silat Pagar Nusa. Selain mengandung unsur bela diri, pencak silat Pagar Nusa menjadi bagian dari kesenian.<>

Alunan musik gamelan mengiringi gerakan para pendekar dalam memainkan kesenian pencak silat Pagar Nusa di halaman Pesantren Syech Abdul Qodir Al-Jailani (SAQA). Itu terjadi saat haflatul imtihan pesantren asuhan KH. Hafidz Aminuddin yang ke-17 itu, Selasa (2/7) kemarin.

Dengan pakaian seragam serba hitam, para pendekar dalam permainannya yang memukau, membuat para penonton terbius. Satu persatu permainan dipertunjukkan. Mulai dari permainan menggunakan celurit sampai dengan permainan macan edan.

Pengasuh Pesantren Syech Abdul Qodir Al-Jailani KH. Hafidz Aminuddin mengungkapkan tradisi ini sudah ada sejak zaman kuno. Kegiatan ini dimainkan ketika ada hajatan. “Ini merupakan kesenian nenek moyang yang perlu dilestarikan bersama, meski saat ini eranya sudah modern,” ujarnya.

Kiai Hafidz juga menuturkan kegiatan pagar nusa dilaksanakan secara rutin setiap minggunya dengan tempat pertunjukan yang berpindah-pindah dari desa ke desa, seperti arisan. Biasanya, sebelum acara pencak silat dimulai para anggota diajak untuk berdzikir kepada Allah SWT agar senantiasa diberikan keselamatan di dunia dan akhirat. “Jadi kegiatan ini bisa memberikan banyak manfaat,” jelasnya.

Tujuan digelarnya kesenian pagar nusa ini menurut Kiai Hafidz adalah untuk mempererat tali silaturrahim sekaligus melestarikan budaya bangsa. “Pecinta seni pencak silat ini perlu dikoordinir dan diberikan support agar tetap semangat,” terangnya.

Sementara itu salah satu anggota Pagar Nusa asal Desa Dawuhan Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo Nur Salim mengatakan dirinya mengikuti kegiatan ini sejak dia masih berumur 25 tahun.

Nur Salim mengaku setiap ada kegiatan Pagar Nusa dirinya tidak pernah absen kecuali dia berhalangan. Menurutnya, kecintaannya pada pencak silat merupakan panggilan jiwa, karena itu ia tidak keberatan menekuninya selama 35 tahun. “Kalau bukan karena senang dan cinta terhadap kebudayaan yang jelas tidak akan hadir,” tegasnya.

Bahkan Nur Salim juga mengatakan untuk menambah keindahan permainan pencak silat, dirinya menambah keahlian atraksi macan gila. Yaitu, permainan yang dimainkan dua orang yang satu berada di posisi depan, sedangkan untuk satu orang lagi berada di posisi belakang.

“Keduanya masuk ke karung yang sudah dibuat menyerupai tubuh macan dengan membaca do’a khusus. Hal ini dilakukan agar para penonton yang melihatnya merasa kagum atas dipertunjukkannya,” ujarnya.

Untuk membuat desain macan yang terbuat dari karung tersebut, Nur Salim memerlukan waktu sepuluh hari dari hasil buah tangannya sendiri. “Untuk kepala macannya saya pilih kayu waru, karena sangat cocok untuk dijadikan bahan. Macan yang sudah saya buat sebanyak dua buah yakni macan putih dan macan hitam,” pungkasnya.


Redaktur     : A. Khoirul Anam
Kontributor : Syamsul Akbar


Terkait