Pesantren

Pesantren Al-Hikam Terima Kunjungan Universitas Ma Chung

Ahad, 28 April 2013 | 23:21 WIB

Malang, NU Online
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam menerima tamu kunjungan dari mahasiswa Universitas Ma Chung Malang, Sabtu pagi (27/4). Mereka berkunjung ke Pesantren Al-Hikam untuk memperdalam pelajaran agama yang ada di perkuliahan mereka.<>

“Karena alokasi waktu kami dalam mempelajari agama hanya dua sks, maka kami perlu memperdalam sendiri. Salah satunya dengan kunjungan seperti ini, “ ungkap Radit, mahasiswa semester 2 jurusan akuntansi Universitas Ma Chung.

Dalam sambutannya, Ust. M. Nafi’ menjelaskan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional. “Istilah ‘tradisional’ jangan sampai dipandang negatif, karena tidak semua yang bersifat tradisional negatif,” jelas Ust. M. Nafi’. Dengan adanya pesantren, terutama untuk mahasiswa, agar para santri yang juga berstatus mahasiswa dapat memiliki keimanan kepada Tuhan (Allah) yang kokoh. 

Menurutnya, pesantren adalah lembaga pendidikan agama, dan pandangan agama menganggap bahwa anggota masyarakat baik premitif, modern, post- modern, itu manusia yang pada dasarnya sama. Manusia manapun dari Kalipare sampai California secara natural dia ingin hidup sejahtera secara ekonomi. Secara sosial dia ingin dihargai dalam interaksi sosial. 

“Itu sudah menjadi kebutuhan dasar manusia. Dan kebutuhan paling dasar adalah menyembah kepada tuhan. Dia tidak boleh menjadi hamba kecuali hamba tuhannya,” ungkap wakil Pengasuh Persantren Al-Hikam ini. 

“Arah kehidupan yang serba material menjadi tantangan semua agama dan ini fakta konkrit,” lanjutnya. Dari kesimpulannya, titik temu semua agama yaitu mengajarkan humanisme, tentunya Humanisme yang religius. Nilai kemanusiaan yang didasarkan pada ajaran agama. 

Sesi dialog pun dimulai, penasaran tentang kehidupan di pesantren pun dipertanyakan. Bagaimana aktivitas sehari-sehari para santri, kendala apa yang ada dalam pelaksanaan kegiatan dan bagaimana solusinya? 

Ust. Muzammil menyatakan, aktivitas santri dimulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. “Bahkan ada yang bangun tidur, lalu tidur lagi,” guyonnya diiringi tawa hadirin. Kegiatan yang wajib adalah dirasah/mengaji setelah shalat berjamaah shubuh dan magrib. Terlepas dari itu, adalah waktu untuk belajar di kampus masing-masing. 

Kendala umumnya berasal dari faktor santrinya sendiri, mungkin karena jenuh atau banyak tugas. “Namun itu bisa diatasi oleh keistiqomahan para ustadz untuk selalu memberikan motivasi, dukungan agar selalu semangat beraktivitas,” papar Sekretaris Yayasan Al-Hikam ini. 

Ada juga yang menanyakan mengenai seperti apa progam kemasyarakatan para santri secara detail.  Ust. M Nurcholiq menanggapi, bahwa para santri langsung terjun ke dalam satu desa untuk melaksanakan progam kemasyarakatan sekitar satu bulan. Lalu disana, mereka dituntut melaksanakan keilmuannya yang telah didapat dari pesantren sehingga mereka dapat mempersiapkan kehidupan nyata di masyarakat nanti. 

“Karena persoalan di masyarakat itu kompleks, ada teorinya namun tidak ada prakteknya di masyarakat bahkan sebaliknya. Maka para santri perlu memahami hal ini, dengan langsung terjun ke lapangan,” ungkap  Kepala Bagian Akademik STAIMA Al-Hikam ini. 

Pada akhirnya, salah satu mahasiswa Universitas Machung berkesimpulan bahwa ada kesamaan nilai ajaran antara apa yang lama diajarkan kepadanya dengan kehidupan di dunia pesantren.

“Kehidupan dan nilai ajaran di pesantren kurang lebih sama seperti saat saya lama bersekolah di lingkungan Katholik, yaitu belajar menjadi hamba tuhan yang taat dan menjadi manusia baik dalam berhubungan dengan masyarakat,” simpul Radit, mahasiswa akuntansi Univ. Ma Chung.


Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Sabiq Al-Aulia Zulfa


Terkait