Rajin Beternak, Guru Madin Ini Wujudkan Swasembada Daging
Rabu, 18 November 2015 | 07:01 WIB
Di sela-sela kesibukannya mengajar ngaji di Madrasah Diniyah desa setempat, merawat kerbau-kerbau anggota kelompoknya adalah pilihan hidup yang dijalani Ustadz Abdul Haris Sholeh dengan sepenuh hati. Hingga ia pun tidak mengenal kata lelah agar kegiatan mengajarnya di Madrasah Diniyah dan mengurus kerbau-kerbaunya tetap berjalan seiring.<>
Di tengah menurunnya populasi Kerbau di Indonesia, Ustadz Haris dengan gigih merawat dan mengembangkan kerbau hingga 630 kerbau per Mei 2015. Dia bersama teman-temannya di Kelompok Tani Ternak (KTT) Kerbau Mahesa Mukti Desa Kebandungan, Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah merasa terpanggil untuk membudidaya Kerbau Lumpur Brebes.
Dari kesibukannya di dunia peternakan ini, tidak jarang Ustadz Haris mengajak santri-santrinya untuk mengenal dunia peternakan. Dia berusaha memahamkan mereka bagaimana cara menyayangi sesama makhluk hidup. Karena baginya, mengenalkan karakter kasih sayang terhadap sesama makhluk Tuhan penting sebagai internalisasi nilai-nilai agama.
Haris bercerita, pernah suatu ketika ia melakukan outdoor learning, semacam belajar di luar kelas. Para santri tentu sangat antusias ber-tadabbur alam melalui dunia peternakan, yakni dengan memahami kehidupan hewan. Haris pun tidak ingin terlalu mengekang para santri di dalam kelas atau ruangan belajar. Baginya, para santri bisa menemukan dan berpikir banyak hal ketika mereka dihadapkan pada kondisi yang nyata, tak terkecuali dalam belajar agama sekalipun.
Berkah peternakan kerbau yang dimilikinya benar-benar ingin dia manfaatkan seoptimal mungkin bagi pembelajaran santri-santrinya agar pemahaman agama tidak hanya dalam bentuk teks, tetapi juga pemahaman secara kontekstual, secara nyata. Namun demikian, proses mengaji di dalam ruangan juga dilakukan dengan porsi maksimal sebelum para santri belajar di luar ruangan.
Komitmen pengabdian
Usaha menernak kerbau yang dijalaninya tak jarang menemui kendala. Namun demikian, Haris tidak mau mengalah dengan keadaan. Ia menjalani salah satu pekerjaannya dan pengabdiannya (khidmah-nya) itu dengan sepenuh hati sehingga setiap kendala yang muncul dapat dihadapinya dengan tidak mudah mengeluh.
Kerap kali Haris merasa lelah setelah siangnya menemani kerbau-kerbau mencari makan maupun mandi di kali. Rasa lelah tersebut seketika hilang justru ketika sore harinya harus memenuhi kewajibannya sebagai guru ngaji. Baginya, bertemu dengan para muridnya di Madrasah Diniyah menjadi pengobat lelah setelah seharian bergelut dengan ternaknya.
Yang membanggakan dan membuat dirinya bersemangat dalam menjalani kesibukannya tersebut, usaha peternakan kerbau yang digelutinya mendapat apresiasi dari pemerintah Kabupaten Brebes. Ia dan kelompok ternaknya dinilai mampu mengembangkan peternakan kerbau di Brebes dengan baik dengan melakukan berbagai inovasi dalam mengelola peternakan. Haris pun tidak jarang membantu operasionalisasi Madrasah Diniyah dari hasil peternakannya tersebut.
Wujudkan swasembada daging
Atas ikhtiarnya tersebut, Haris diusulkan menjadi Pelestari Sumber Daya Genetik (SDG) Kerbau Lumpur tingkat Provinsi Jawa Tengah oleh Dinas Peternakan Kabupaten Brebes. “Menyayangi binatang, bagian dari ibadah,” katanya. Pria kelahiran Brebes, 12 Juni 1980 silam ini dipandang layak oleh Dinas Peternakan Kabupaten Brebes sebagai Pelestari SDG Kerbau Lumpur. Karena terbukti telah mendukung Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) tahun 2015 dengan menjunjung kearifan lokal.
Kearifan lokal (local wisdom) yang ia junjung yaitu dengan konsisten dan komitmen dalam melestarikan dan mengembangkan warisan nenek moyang berupa peternakan kerbau tersebut. Baginya, warisan (heritage) ini perlu terus dikembangkan dengan baik sehingga masyarakat dan pemerintah pun memperoleh berkahnya dengan mewujudkan swasembada yang dijelaskan di atas.
Menurut Haris, ternak sebagai rojo koyo dan tabungan sejak Nenek Moyang harus dipadukan dengan pendekatan interdisciplinary approach atau pembangunan peternakan yang melibatkan banyak pihak. Di desanya, dia berkoordinasi dengan kelompok ternak lainnya melakukan kegiatan Pelestarian Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) yang populasinya mulai terancam punah.
Guru Ngaji itu juga melihat, nasib para peternak kerbau mulai tergusur kemajuan teknologi pertanian. Untuk itu, dia menggarap 4 hektar usaha tani dengan membawahi 86 anggota dari 4 KTT Pembibit Kerbau se-Desa Kebandungan. Ketua Kelompok Peternak (Kapoknak) Desa Kebandungan itu mengubah pola kehidupan peternak yang lebih terarah sejak 2008.
“Realita dilapangan, mayoritas kerbau hanya dimiliki oleh peternak kecil dengan sistem tradisional (subsistem) pada lahan marjinal, sempit dengan menggunakan tenaga kerja keluarga yang kurang terdidik,” ujar alumni MA Miftahul Huda Tasikmalaya, Jawa Barat itu.
Di sinilah ia tidak ingin pengalamannya ini hanya dinikmati oleh dirinya sendiri. Bahkan masyarakat dalam kelompoknya perlu bersama-sama dalam mengembangkan peternakan sehingga hasil maksimal pun dapat dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas lagi.
Semangat ustadz beranak dua itu makin tumbuh ketika dirinya menceritakan, bahwa Bupati Brebes Hj Idza Priyanti menyempatkan diri untuk meninjau potensi peternakan di daerahnya. Saat itu, kata Haris, tengah digelar Panen Gudel dan Pedet pada 4 November 2013 silam oleh Dinas Peternakan Kabupaten Brebes.
Panen Gudel dan Pedet, tergolong sukses untuk ukuran Kebandungan, desa terpencil dengan kondisi infrastruktur yang kurang memadai di Kecamatan Bantarkawung. Kesuksesannya dibuktikan dengan kehadiran Bupati beserta jajarannya, Ketua DPRD Brebes, Kepala BPPTP Jawa Tengah, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah, Peneliti Senior Balitnak, Perguruan Tinggi dan Kelompok Tani Ternak se-Brebes.
Berawal dari acara tersebut, potensi ternak Desa Kebandungan seolah tiada henti dijadikan lokasi kegiatan penelitian seperti dari Lolit Grati Pasuruan, BET Cipelang, Mahasiswa PKL dan BPTP. Bahkan pakar Kerbau sekaligus Guru Besar Fakultas Peternakan UGM Prof Tridjoko Wisnu Murti serta Perwakilan Direktorat Bibit Pusat beberapa kali menyambangi kelompok Kerbau binaan Ustadz Haris.
Kegiatan produktif di tempatnya oleh, baik oleh para praktisi maupun oleh para akademisi menjadi keuntungan tersendiri bagi Haris dan kelompok tani ternaknya. Karena hal tersebut tentunya dapat menciptakan inovasi-inovasi baru dalam mengembangkan dunia peternakan.
Advokasi warga
Merubah pola pikir peternak Kerbau yang mayoritas hanya lulusan SD bahkan masih banyak yang belum melek huruf tidaklah semudah membalikan tangan. Karena mereka harus bisa mencatat atau mengingat perkawinan, menimbang dan mengukur kerbaunya agar menerapkan pola pembibitan (Good Breeding Practices). Namun berkat kesabaran dan keuletan Ustadz Haris, para peternak Kerbau Desa Kebandungan memiliki recording ternak kerbau yang dilaporkan tiap bulan ke Dinas Peternakan Brebes selaku pembina. Kegiatan seperti ini merupakan terobosan tak ternilai sebagai upaya pelestarian kerbau yang sudah sangat mendesak.
Atas pengabdiannya ini, Haris bercerita, saat Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Brebes Ir Yulia Hendrawati MSi berkunjung ke kediamannya. Yulian mengaku bangga dengan aktivitas yang dilakukan Haris. Kegiatan produktif yang dilakukan oleh Haris sebagai guru ngaji, menurut Dinas Peternakan Kabupaten sejalan dengan tujuan pihaknya yang tengah melakukan Program Pembibitan yang berkelanjutan agar populasi kerbau dan mutu genetik dapat lebih ditingkatkan.
Melalui pendekatan Subdistrict raising model, dimana Ustadz Haris selaku Ketua Kelompok bersama pengurus KTT merangsang para pemilik ternak untuk bersatu dalam kelompok. Kegiatan mereka terkumpul secara kandang dan manajemen, dalam artian reproduksi, pakan, kesehatan, pengolahan dan pemasaran bersatu pada level desa. “Saya dinilai oleh Dinas Peternakan Kabupaten Brebes telah sukses menerapkan program Sanak Sekadang (Sehat Ternak Sehat Kandang),” tutur Haris.
Dia menyampaikan, bahwa Yulia memuji upayanya yang telah menggalakkan pengembangan usaha pembibitan Kerbau. Ustadz Haris telah melakukan pengembangan tiga pilar peternakan, yakni pertama, pengembangan potensi ternak dan bibit ternak (recording yang valid dan berkelanjutan). Kedua, pengembangan hijauan pakan ternak (HPT) di tanah tidur atau tanah bengkok, dan ketiga pengembangan teknologi budidaya dan pembibitan ternak ber-Surat Keterangan Layak Bibit (SKLB).
Haris juga menyampaikan penuturan Yulia, bahwa keberhasilan dirinya meskipun belum secepat yang dibayangkan, namun dengan memulai para peternak mencatat perkembangan ternak kerbau dan pola perkawinan terseleksi serta tidak mudah menjual ternak, adalah langkah awal yang brilian.
Keberhasilan Haris di tengah kesibukannya mengajar ngaji anak-anak di Madrasah Diniyah, sangat perlu mendapat apresiasi dalam menerapkan pola budidaya tradisional menjadi peternak pembibit yang diikuti seluruh peternak kerbau di desanya.
Hal ini menjadi acuan pelestarian dan pengembangan ternak kerbau lumpur yang mulai terpinggirkan oleh modernisasi teknologi pertanian secara umum. Dari karya besar Ustadz Haris sudah mewujudkan spirit ‘Kerbau Lumpur Brebes dari Desa Kebandungan-Bantarkawung untuk Indonesia’.
Dari prestasinya dalam menernak kerbau tersebut, tidak menyurutkan langkah Ustadz Haris untuk tetap membimbing anak-anak di Madrasah Diniyah. Baginya, membimbing dan mendorong anak-anak di desanya untuk mengaji sangat penting untuk mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter. Dari kegiatan menernak kerbau inilah Ustadz Haris berupaya mengajarkan arti kerja keras kepada santri-santrinya. Kerja keras dalam mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat dan agama.
Keberhasilan Ustadz Haris dalam menjalani semua pengabdiannya itulah yang membuat masyarakat sepenuh hati mempercayainya sebagai ‘komandan’ masyarakat di dalam kelompok tani ternak. Karena tidak mudah mengembangkan peternakan secara bersama-sama dalam sebuah wadah kelompok tani ternak jika tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat. Warga juga makin percaya kepada Ustadz Haris karena pengadian sepenuh hati yang dilakukannya dalam mendidik anak-anak warga desa di Madrasah Diniyahnya. (Fathoni)