Opini

Zakat Bangkit, Umat Mandiri

Selasa, 13 Juni 2017 | 13:03 WIB

Oleh Nur Rohman

Zakat menjadi instrumen terpenting dalam kemandirian umat. Mandiri dalam kesehatan, pendidikan, dan ekonomi merupakan puncak dalam kesuksesan dalam kehidupan masyarakat. Semua itu tidaka akan tercapai kalau semua komponen masyarakat tidak bersatu.

Setidaknya ada empat pilar dalam kemandirian umat yang di jelaskan dalam Hadist Nabi Muhammad;

Pertama adalah ilmunya ulama, ilmu merupakan instrumen atau alat vital dalam kemandirian umat. Bahkan Nabi menjelaskan bahwa ilmu itu adalah hal yang paling pokok untuk menggapai kesuksesan baik di dunia maupun sukses di akhirat kelak.

Ingatlah kita pada cerita Nabi Sulaiman ketika beliau disuruh memilih Allah dua perkara yaitu ilmu atau kerajaan dan kemudian beliau memilih ilmu. Dengan memilih ilmu, Nabi Sulaiman mendapatkan segala kenikmatan di dunia baik kerajaan, kekuasaan dan sebagainya. Betapa akal yang di dalam ada ilmulah yang membuat manusia menjadi mulia dibanding dengan mahluk yang lain. Bahkan Allah membedakan serta memuliakan seseorang karena ilmu yang tentunya disertai dengan ahlak yang mulia.

Kedua, adalah adilnya umara atau goverment. Pemerintah yang adil akan memberikan manfaat yang  besar pada masyarakat. Selain taat kepada Allah yang didasari dengan ilmunya ulama kemakmuran itu harus didasari dengan ketaatan kepada ulil amri yang  tentu mereka yang  bersifat adil. Adil menjadi kata kunci karena adil menjadi berkah dan maslahat.

Salah satu tugas utama umara adalah menciptakan kemaslahatan bagi masyarakatnya. Bukan pemerintah yang zalim yang  tentunya akan menbuat mudarat masyarakat. Gambaran umara yang adil itu dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika memimpin negara Madinah. Dengan kemajemukan masyarakat di zaman itu, Nabi Muhammad tetap bersikap adil kepada semua masyarakat tak terkecuali dengan orang yahudi maupun Nasrani. Gambaran Piagam Madinah itu menunjukkan betapa Nabi Muhammad itu adalah umara yang  adil.

Ketiga, adalah kedermawanan agniya (pemilik harta). Allah SWT mengajarkan kedermawanan itu tidak kenal waktu dan keadaan. Bahkan anjuran Allah di dalam Al-Qur’an di saat lapang dan sempit kita didorong untuk infaq yang diniatkan mengabdi karena Allah. Saat sempit tidak boleh dijadikan alasan bagi seorang hamba untuk menjadi dermawan apalagi saat lapang.

Janji Allah untuk memberikan balasan kepada hambanya yang mau bersedekah itu janji yang nyata bukan janji palsu. Allah akan berkahkan harta dan jiwa siapa saja yang  mau mendermakan harta dijalan Allah. Yang  berinfaq seribu Allah akan ganti dengan sepuluh ribu.

Silakan buktikan dengan keyakinan bahwa janji Allah itu benar. Bahkan Allah memberikan gambaran bagi orang yang mau bersedekah karena ikhlas hanya karena pengabdian maka diibaratkan menanam satu biji yang  akan tumbuh menjadi tujuh tangkai dan setiap tangkai akan mempunyai seratus dahan dan bahkan janji Allah bagi yang dikehendaki balasannya akan berlipat ganda tidak bisa diukur dengan hitungan. Tentunya Konsekuensi bagi hamba Allah yang  bakhil juga jelas neraka yang  dahsyat siksanya.

Empat, adalah doanya hamba Allah yang fakir. Kaya dan miskin itu sunnatullah dalam kehidupan di dunia. Gambaran kaya dan miskin ini untuk dijadikan peringatan dalam dunia bagi yang  mau berpikir. Kaum papa menjadi penyeimbang dalam kehidupan di dunia seperti layaknya gunung sebagai penyeimbang bumi. Tujuan hidup itu bukan untuk kaya tapi kaya harus sebagai perantara seorang hamba untuk mencapai kesuksesan yang  sejati kelak hidup di akhirat. Manusia itu dicipatakan Allah hanya sebagai khalifah di bumi yang  tujuannya disuruh menghamba kepada Allah.

Penulis adalah Pembina Majelis Rajeg dan pengurus PP NU Care-Lazisnu Jakarta


Terkait