Opini

Usaha Kecil Tahan Krisis

Kamis, 8 Maret 2012 | 10:25 WIB

Oleh  H Azasi Hasan, SE. MM

 

Dalam setiap krisis ekonomi, para analis dan praktisi ekonomi selalu disadarkan betapa rentannya usaha tertentu yang berskala besar. Mereka memaparkan ketangguhan daya hidup usaha kecil mikro (UKM), usaha yang relatif mampu bertahan, meskipun tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah maupun sektor perbankan. Kekuatan UKM sebagai sektor usaha yang adaptif terhadap  gejolak ekonomi, sudah banyak dibuktikan. Penganugerahan hadiah Nobel kepada Dr M Yunus dari Banglades atas usaha memberantas kemiskinan menumbuhkan dan memajukan UKM di negaranya merupakan bukti pengakuan dunia atas peran penting UKM bagi kesejahteraan masyarakat dunia.
<>
UKM merupakan sektor usaha yang bersentuhan langsung dengan aktifitas ekonomi rakyat sehari-hari. Dalam skala usaha yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM  harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang.  Bahkan ada yang  tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, segalanya berjalan begitu saja, sebagai suatu wujud komitmen untuk menghidupi keluarga dan melayani sesama. Sektor ini paling sering dikelompokkan sebagai yang tidak bankable (tidak layak dari aspek perbankan).

Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal usaha, baik individu, usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan  bunga  tinggi. 

Ironis memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan perekonomian, sering kali merupakan pihak yang lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada pula UKM yang relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank. Pertanyaannya adalah bagaimana menumbuhkan UKM-UKM baru dan melakukan penguatan terhadap UKM yang sudah ada? Ini adalah sebuah tantangan yang perlu mendapat perhatian  karena banyaknya UKM yang kuat akan memperkokoh perekonomian nasional dalam menghadapi krisis ekonomi.  

Sebagaimana diungkapkan diawal tulisan ini, bahwa UKM terbukti relatif tangguh dalam menghadapi badai krisis ekonomi. Kondisi ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.

Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau dikenal Credit Union (CU), Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). CU aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan ke masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya  memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman dari Bank. BRI, adalah bank yang dikenal dan tersebar  untuk melayani transaksi perbankan ke pedesaan.

Berbagai pihak telah memainkan peran positifnya dalam menumbuhkan dan mengokohkan sektor UKM, akan tetapi UKM belum mampu secara signifikan menunjukkan kedigdayaannya dalam perekonomian di Indonesia, hanya sebatas potensi yang perlu dikembangkan. Berbagai hambatan dalam pengembangan UKM belum berhasil ditangani secara komprehensif, seringkali terkesan tumbang tindih hingga dicurigai ditunggangi agenda politik tertentu. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), oleh sebagian pihak dianggap menafihkan pranata ekonomi yang ada dan dicurigai sebagai kebijakan populis menjelang perhelatan akbar politik.

PNPM Mandiri dan KUR adalah program yang bersifat stimulus, motivasional, dan temporer. Program tersebut bermanfaat apabila mampu menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola ekonominya, pada tahapan selanjutnya berinteraksi secara mandiri dengan lembaga ekonomi yang ada dalam sistem perekonomian nasional. Sasaran yang tepat program tersebut haruslah pada masyarakat yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan formil.  Dengan program edukasi melalui pendampingan, maka UKM-UKM  dapat  mandiri dan bersaing dengan kelompok usaha lainnya dan menjadi soko guru bagi perekonomian nasional. Untuk itu pemerintah harus mendorong berdirinya lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat diakses dengan mudah oleh segala lapisan masyarakat.

Penyebaran lembaga keuangan adalah kebutuhan mendesak untuk mengakslerasi pertumbuhan dan penguatan UKM, diantaranya Koperasi dan BPR. Akan tetapi, perkembangan perkoperasian belum mengembirakan, tidak adanya kualifikasi atau kompetensi standar yang ditetapkan untuk calon pengurus Koperasi dan lemahnya pembinaan dan pengawasan, menjadikan  Koperasi  berdiri sebatas papan nama. Alternatif lain mengisi kebutuhan lembaga keuangan dengan mendirikan BPR.

Tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan lembaga keuangan, termasuk bank, sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi. Peran penting semakin nyata apabila bank melaksanakan fungsi intermediasinya dengan baik di daerah bank beroperasi. Sesuai dengan karakteristik dan cakupan wilayah kerjanya, BPR memiliki kepentingan yang besar untuk memajukan ekonomi masyarakat daerah. BPR menghimpun dana menganggur di masyarakat untuk menyalurkan bagi masyarakat yang membutuhkan dana yang berdampak pada peningkatan aktifitas ekonomi, khususnya UKM.

Beberapa Pemda, baik daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi, mengambil peran aktif memajukan perekonomian mendirikan BPR. Potensi mendirikan BPR masih terbuka, keberadaan BPR jangan hanya berpusat diperkotaan dan harusnya bisa sampai pada tingkat kecamatan.

Saatnya kita menghadirkan lebih banyak lembaga keuangan/pembiayaan yang dikelola secara profesional dan mampu melayani kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, khususnya UKM, sehingga perekonomian daerah maupun nasional menjadi kokoh ditopang oleh UKM-UKM yang kuat dan mandiri.


* Bankir di BNI


Terkait