Opini

Syekh Bawa, Keteduhan di Sudut Philadelphia

Jumat, 16 November 2018 | 07:00 WIB

Syekh Bawa, Keteduhan di Sudut Philadelphia

Makam Syekh Muhammad Raheem Bawaa Muhaiyaddeen

Oleh Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein

Ibarat bunga lotus, ia tumbuh mempesona dengan keindahannya yang eksotis dan misterius. Jejak dan namanya tak banyak yang tahu. Namun, ia dikenal sebagai tokoh sufi yang menyerukan perdamaian di dunia.

Tapak tilas mengunjungi makam Syekh Muhammad Raheem Bawaa Muhaiyaddeen adalah pengalaman sekaligus pelajaran hidup yang sangat berharga. Belajar memahami dan mengambil hikmah dari seorang tokoh sufi yang dikenal dengan kisah dan ajaran-ajarannya yang sarat makna. 
 
Letaknya di sudut Kota Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat. Tepatnya di area seratus hektar lahan pertanian yang terletak di Chester County, Pennsylvania. Area tersebut bernama The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship. Untuk menuju kawasan ini, bisa menggunakan kereta Septa dari Center City Philadelphia menuju stasiun Thorndale dengan waktu tempuh sekitar satu jam dua puluh menit. Kemudian melanjutkan perjalanan bisa menggunakan Uber dengan waktu perjalanan sekitar lima belas menit.
 
Seperti yang diketahui, Kota Philadelphia, negara bagian Pensylvania, merupakan salah satu kota metropolitan Amerika yang amat plural. Di bagian utara kota inilah terdapat The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship yang didirikan pada tahun 1984. 
 
Pendiri The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship adalah Sang Sufi, Syekh Muhammad Raheem Bawaa Muhaiyaddeen. Situs ini dikelilingi perkebunan dan peternakan. Mencakup makam Sang Sufi, atau orang menyebutnya mazar. Lalu ada pula perpustakaan yang berisi buku-buku karya Syekh Muhammad Raheem Bawaa Muhaiyaddeen yang ditulis oleh para muridnya, hingga sumur kecil yang dipercaya sebagai sumber mata air zam-zam. 
 


Tak ada informasi yang jelas tentang asal-usul Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen. Sedikit serpihan data mengenai yang berhasil diperoleh adalah bahwa beliau hidup mengasingkan diri di hutan Sri Lanka pada tahun 1914. 

Orang-orang datang mengunjungi tempat pengasingannya untuk mencari secercah pemahaman dan kebenaran. Mereka menyebutnya Guru Bawa. Berdasarkan cerita, beliau berkelana di seputar India, kemudian ke Baghdad, Yerusalem, Madinah, Mesir, hingga Roma. 

Hingga pada 1971, Bawa Muhaiyaddeen menerima pelbagai undangan untuk dating ke Amerika Serikat. Bawa Muhaiyaddeen berdakwah tasawuf dan membangun komunitas sufi di  Philadelphia. Di kota ini, ia juga memberikan pelajaran-pelajarannya melalui banyak stasiun televisi maupun radio, mencakup pendengar dari Amerika hingga Kanada, dari Inggris hingga Sri Lanka. Ia juga memberikan kuliah-kuliah di banyak universitas. Beberapa media massa yang pernah menemuinya antara lain Time, The Philadelphia Inquirer, Psychology Today, dan The Harvard Divinity Bulletin.

Kelompok pengikutnya membentuk The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, menjadi tuan rumah pertemuan yang menawarkan beberapa pertemuan publik.

Seperti sebelumnya di Sri Lanka, orang-orang dari semua latar belakang agama, sosial dan etnis akan bergabung untuk mendengar beliau berbicara. Di seluruh Amerika Serikat, Kanada dan Inggris, Bawa Muhaiyaddeen mendapatkan pengakuan dari ulama, pendidik dan pemimpin dunia. 




Bawa terus membimbing murid-muridnya dari segala bangsa, dan juga menerima tamu-tamu hariannya dari berbagai kalangan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, membantu memecahkan persoalan dari segala bidang dan menyentuh hati mereka dengan cara yang sangat personal. 

Bawa Muhaiyaddeen wafat sekitar tahun 1986. Kini makamnya pun ramai dikunjungi orang yang berziarah, bertahlil, dan bertawassul. Bukan hanya kaum muslimin yang menziarahinya, tapi dari berbagai kalangan agama dan keyakinan yang berbeda-beda

Setelah ia meninggal berbagai ritual ajaran Bawa Muhaiyaddeen tetap ditegakkan para pengikutnya. Seperti yang terlihat di The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, ada kegiatan rutin yakni berdzikir sebelum subuh, hingga solawat dan tradisi salam-salaman usai solat berjamaah.

Untuk diketahui, dalam catatan Gisela Webb, sufisme masuk di dunia Barat dalam tiga tahapan. Pertama, dimulai pada 1920-an yang didasarkan pada pengetahuan oriental. Gelombang ini, membawa kaum sufi ke Amerika Serikat dalam rangka membawa ajaran mereka ke belahan dunia yang dapat diduga hampir tidak ada spiritualitas apapun. 

Gelombang kedua, berlangsung sepanjang 1960-an dan 1970-an, dan ditandai dengan kebangkitan-kebangkitan warisan muslim yang hilang dan pencarian spiritualitas di kalangan orang Amerika. Dan  ketiga, ditandai dengan kehadiran Bawa Muhaiyadden Fellowship yang dimulai pada 1970an di Philadelphia, yang memfokuskan diri pada spiritualitas universal. 

Penulis adalah dokter spesialis penyakit dalam, dan wakil Ketua Lembaga Kesehatan PBNU.


Terkait