Opini

Santri, Pesantren, dan Cita-cita Penegakan Hukum

Senin, 23 Oktober 2017 | 15:00 WIB

Oleh: Ahmad Yahya
Sungguh bergetar hati ini sekaligus gembira pada perayaan Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2017, dengan agenda besar instruksi dari PBNU pembacaan Shalawat Nariyah satu miliar. Tujuan dari pembacaan tersebut tidak lain adalah untuk mencari keberkahan dan keselamatan untuk bangsa Indonesia dari berbagai persoalan yang menimpa negeri ini.

Bangga menjadi santri Indonesia, dari santri untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini adalah sebuah kalimat yang selalu menghiasi backgraund foto profil para santri atau orang yang menyatakan dirinya sebagai santri, atau yang mengaku-ngaku sebagai santri yang kemudian di posting di facebook, instagram, maupun sejenisnya yang terekam apik  dan tersebar di seluruh media sosial.

Tidak ada persoalan sama sekali dengan postingan-postingan tersebut, sah-sah saja kok. Tetapi pertanyaannya adalah apakah hanya pemaknaan sebagai simbol kebanggaan, atau ada pemaknaan lebih dari itu? Wallahu a‘lam. Simbol kebangaan tersebut adalah sebuah kebahagian tersendiri bagi para santri untuk lebih dicintai dan mencintai negeri ini. 

Kebanggaan sebagai santri tidak hanya cukup lewat postingan dan apapun itu jenis dan wujudnya, tetapi kebanggan ini justru harus dimaknai lebih dari sekedar postingan seremonial yang ujung-ujungnya hanya sebagai kebanggaan diri yang tidak ada artinya dan sebagai pajangan keakuan diri saja.

Lebih dari itu, persoalan hukum yang terjadi di negara ini harus dipikirkan secara serius oleh seluruh komponen bangsa, tak kecuali para santri. Hukum merupakan salah satu bentuk budaya untuk kendali dan regulasi perilaku manusia, baik individual atau kolektif dalam penerapannya. Hukum adalah alat utama kontrol sosial pada masyarakat modern serta dalam masyarakat primitif. Permasalahan hukum di Indonesia adalah salah satu masalah yang harus juga menjadi kajian khusus bagi para santri untuk menjadi bahan diskusi  dan bahan  kajian di kalangan pondok pesantren. 

Kenyataan yang terjadi dihadapan kita tentang berbagai kasus penangkapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan berbagai kasus yang fariatif mulai korupsi, kolusi, nepotisme, narkoba, maupun kejahatan-kejahatan lain di Indonesia, membuat kita prihatin dan miris, seolah sudah tidak ada lagi kejujuran, kepercayaan dan keterbukaan lagi di negeri ini. Maraknya kasus tersebut membuat pemerintah membangun sejumlah institusi yang bergerak dibidang investigasi dan audit seperti KPK, BPK, BPKP serta perangkat lainnya yang melekat di institusi. Sejumlah pelakupun telah disidang dan dihukum. Namun kasus-kasus serupa masih marak terjadi sampai sekarang, seolah tidak ada rem yang dapat dipakai untuk menghambat laju pertumbuhannya. 

Pertanyaan yang tidak pernah dapat dijawab hingga saat ini adalah. Apakah yang menjadi akar masalah atas kasus yang terjadi tersebut?

Santri Sadar Hukum
Langkah nyata untuk mengembangkan potensi santri secara individu maupun kelembagaan pesantren terhadap upaya penegakan hukum di Indonesia adalah dengan cara memahamkan dan meyakinkan santri dengan penguatan materi-materi hukum positif di pesantren, salah satunya adalah dengan memasukkan kurikulum tentang dasar-dasar hukum positif di Indonesia, maupun memberikan penyuluhan hukum kepada santri, serta membangun jaringan antar pesantren dalam penguatan-penguatan materi hukum. 

Edukasi semacam ini mungkin dapat memberikan rasa kepedulian santri, bahwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat maupun dinegara kita ini adalah hukum belum bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dan penegakkan hukum belum sepenuhnya di jalankan dengan seadil-adilnya.

Membentuk santri sadar hukum merupakan cita-cita dari seluruh lapisan masyarakat, mereka nantinya diharapkan mampu untuk memberikan rasa keadilan dimasyarakat hingga sendi-sendi dari budaya masyarakat yang berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama lain.  

Membuat santri sadar, cerdas dan peka terhadap hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalikkan telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh unsur-unsur yang terkait untuk memikirkan hal tersebut. Salah satunya adalah dengan selalu memberikan motivasi kepada para santri  untuk selalu memberikan rasa aman, nyaman dan keadilan di masyarakat lewat upaya-upaya pelayanan hukum di masyarakat lewat tindakan nyata, dengan tanpa membedakan golongan, suku, ras, agama yang ada di Indonesia. 

Cita-cita Mulia
Para santri adalah orang-orang yang taat beragama dan setia terhadap ulama’ dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),  peran nyata santri saat ini juga sudah di rasakan oleh seluruh komponen bangsa, tapi upaya memberikan yang terbaik di tengah masyrakat harus terus di lakukan dan ditebarkan agar menjadi manusia yang shaleh.

Agar perjuangan para santri di masyarakat semakin bermanfaat, pesantren maupun santri harus mampu memberanikan diri untuk memberikan pelayan konsultasi hukum secara nyata dan cuma-cuma di masyarakat,  tidak hanya pelayanan konsultasi hukum-hukum agama, tetapi harus juga mampu memberikan pelayanan konsultasi hukum positif yang berkembang di masyarakat, dengan cara membuat pos-pos konsultasi hukum maupun bantuan hukum di setiap pondok pesantren.

Peran serta para santri yang sudah mewarni dunia hukum di Indonesia sudah nyata, dibuktikan dengan banyaknya para praktisi hukum berasal dari kalangan pesantren yang notabenenya dahulu adalah para santri. Santri-santri yang menimba ilmu di pesantren saat ini harus lebih diberikan motivasi, bahwa santri harus mempunyai cita-cita melaksanakan penegakan hukum di Indonesia kedepannya, karena ini menjadi modal terpenting, disalah satu sisi mempelajari ilmu agama secara sungguh-sungguh, disalah satu sisi santri harus juga terpelajar dan terdidik memahami hukum yang berkembang di masyarakat. 

Salah satu konsep untuk masuk wilayah praktis menjadi penegak hukum maupun praktisi hukum adalah santri harus melaksanakan pendidikan hukum formal, sehingga santri dapat mewarnai penegakan hukum dengan mempunyai cita-cita dan menjadi ; hakim, jaksa, advokat, polisi, akademisi di bidang hukum, praktisi hukum, maupun penggiat hukum. Ini bisa menjadi inspirasi dan bahan renungan untuk selalu memahami hukum, karena santri mampu untuk menjalankan penegakan hukum di Indonesia dengan sebaik-baiknya. 

Wallahu A’lam.

(Penulis adalah Direktur IMAN Institute,Pegiat Lingkar Study Kajian Ilmu Hukum-Kota Semarang)

 


Terkait