Opini

PMII, NU dan Indonesia

Selasa, 20 September 2016 | 04:11 WIB

Oleh : Muhammad Aras Prabowo
Negara yang ideal adalah negara yang dapat menjaga dan menciptakan rasa aman bagi masyarakatnya. Agar bisa hidup secara tentram tanpa rasa takut dari ancaman yang dapat membahayakan kehidupannya. Negara (pemerintah) diharapkan dapat hadir di setiap persoalan yang dihadapi penduduknya.

Tak terkecuali Indonesia, Pacasila sebagai dasar negara kesatuan republik Indoneseia, menjadi pegangan seluruh masyarakat Nusantara dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini telah difinalkan oleh Soekarno-Hatta sebagai peletak batu pertama negeri ini.

Untuk itu, sebagai warga negara berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Baik hanya dalam bentuk perkataan sampai dengan aksi nyata yang memiliki dampak langsung terhadap cita-cita tersebut.

Dewasa ini, negera yang bersimbolkan bendera merah putih tengah didera dua arus gelombang yang begitu kuat, yakni arus Barat dengan globalisasi dan arus Timur dengan arabisasi.

Arus globalisasi dalam wujud kebebasan dan keterbukaan informasi teknologi. Arabisasi dalam bentuk pembaharuan mengenai ajaran agama sampai berujung dengan aksi terorisme.

Fenomena ini telah mengancam kedaulatan NKRI. Termasuk terkikisnya nilai-nilai dasar nagara Indonesia dan tradisi budaya yang menjadi pegangan hidup sejak dulu.

Peristiwa ini tidak boleh didiamkan berlarut-larut. Kenapa??? Karena kalau dibiarkan, hal ini bisa mengganggu stabilitas negara, mengaburkan tradisi dan identitas bangsa ini. Lebih jauh, fenomena ini akan mengancam kedaulatan NKRI.

Lebih jauh, kedua gelombang besar tersebut telah melahirkan berbagai masalah di negeri ini. Mulai dari meningkatnya tindak asusila dan seks bebas merupakan akibat dari terjangan arus barat, sedangkan akibat dari arus timur adalah munculnya sebuah kelompok kanan yang ingin menghapuskan tradisi budaya dan meruntuhkan cita-cita kemerdekaan dengan menganti khilafah islamiyah.

NU yang merupakan salah satu organisasi yang memotori kemerdekaan indonesia, menjadikannya ormas yang memiliki peran besar dalam mengatasi kedua masalah tersebut. Tapi, kalau kita melihat lebih jauh lagi, bahwa salah satu penopang kokohnya organisasi ini adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

PMII merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang dibentuk untuk memasok intelektual-intelektual muda di Nahdatul Ulama. Seperti yang tertuang dalam (PMII Dalam Simpul-simpul Sejarah, Fauzan Alfas) bahawa "Pendirian PMII dimaksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU, sebagian besar programnya berorientasi politik. Hal ini dilatarbelakangi pertama, anggapan bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader muda partai NU sehingga gerakan dan aktivitas selalu diorientasikan untuk menunjang gerak dan langkah partai NU".

Meskipun sekarang NU telah kembali ke khittah. Terkait Khittah NU atau disebut juga Khittah 1926, Muktamar tahun 1984 itu juga merumuskan secara detail mengenai dasar-dasar paham keagamaan NU, sikap kemasyarakatan, serta usaha-usaha yang dilakukan oleh NU di bidang keilmuan, dakwah dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Disebutkan, antara lain, bahwa NU mendasarkan paham keagamaanya kepada sumber-sumber: Al-Qur'an, As-Sunah, Al-Ijma' dan Al-Qiyas. Lalu NU menggunakan jalan pendekatan (Al-Madzhab) di bidang akidah, mengikuti paham Ahlussunah wal-Jama'ah yang dipelopori oleh Imam Asy'ari dan Imam Maturidi, di bidang fiqh mengikuti salah satu dari mazhab empat, dan di bidang tashawuf, mengikuti antara lain Imam Baghdadi dan Imam Al-Ghazali. (Sumber www.nu.or.id)

Dengan demikian, secara tidak langsung nilai-nilai kultural NU termasuk sudut pandang mengenai hal keagamaan mengalir dan mendarah daging dalam tubuh PMII.

Di dalam AD/ART PMII secara tegas berkeinginan untuk menjaga dan memelihara ajaran Islam Ahlusunnah wal-Jamaah dan Pancasila sebagai dasar negara.

Karena itu, PMII memiliki posisi strategis dalam menjaga eksistensi Nahdatul Ulama. PMIIlah yang menjadi ujung tombak kaderisasi dalam tubuh NU. Artinya, ketika kita runut peran PMII dari bawah, kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa PMII, NU dan NKRI adalah tiga kekuatan yang saling berkaitan guna menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kekuatan ini saya sebut sebagai "segi tiga emas untuk NKRI".

Bukan hanya saya, tapi Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA juga pernah memaparkan bahwa "NU akan selalu setia menjaga NKRI, dan produk intelektual NU berasal dari PMII. Merekalah yang akan menjaga NU dan NKRI," dalam acara silaturahim Ikatan Keluarga Alumni PMII (IKAPMII) Sulawesi Selatan di Balai Diklat Kemenag, Makassar, Ahad malam (10/8).

Bukan hanya hal tersebut yang menguatkan, melainkan tujuan PMII yang tertuang dalam AD/ART yakni "Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Seolah-olah menjadi suatu ikatan yang begitu kuat dari segi tiga emas tersebut.

Keselarasan PMII, NU dan NKRI akan membentuk sebuah perisai dalam menghalau kedua arus gelombang tersebut. Agar NKRI tetap kokoh dengan identitas yang telah ditanamkan oleh para pendiri bangsa ini.


Muhammad Aras Prabowo, kader PMII Rayon Ekonomi Umi




Terkait