Oleh Muhammad Syamsudin
Feminisme Liberal
Feminisme radikal berusaha menanamkan pengaruhnya dengan menuntut kesetaraan posisi dan kesempatan di semua bidang. Gerakan feminisme sosialis berusaha mendobrak status kelas sosial yang terlanjur disandangnya sebagai akibat kesalahannya sendiri sehingga menjadi membudaya dan terlembagakan sebagai bagian dari nilai universal. Kedua gerakan feminisme ini muncul dalam situasi hegemoni masyarakat ekonomi kapitalis yang segala sesuatu dinilai berdasar hitungan modal/kapital. Penerimaan kaum perempuan sebagai makhluk kelas dua dalam lingkup rumah tangga dianggap sebagai penerimaan dirinya sebagai yang diperbudak oleh belenggu legitimasi kaum laki-laki.
Sebuah pemikiran yang mencoba menjadi sintesa antara kedua gerakan feminisme di atas tampil sebagai gerakan feminisme liberal. Pemikiran dasar dari gerakan ini agak sedikit kooperatif dibanding dua gerakan feminisme sebelumnya. Menurut mereka, bahwa semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya diciptakan secara seimbang dan serasi antara satu sama lain. Masing-masing memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki oleh lawan jenisnya. Oleh karena itu, mestinya keduanya menjalin sebuah relasi kerjasama tanpa adanya penindasan antara satu sama lain. Dalam kerjasama mendapatkan suatu obyek yang diinginkan, maka tidak ada yang namanya hak kaum laki-laki, atau hak kaum perempuan, tugas kaum laki-laki atau tugas kaum perempuan. Keduanya sama-sama memiliki hak, tugas dan kesempatan mengakses dan mendapatkan obyek yang dimaksud.
Melihat dari sisi teorinya, kelompok ini merupakan yang paling moderat dari gerakan feminisme. Kelompok ini mengakui peran wanita sebagai partner kerja bagi laki-laki. Kesamaan hak, tugas dan kesempatan dari kedua makhluk dengan jenis kelamin berbeda ini hendaknya diintegrasikan ke semua lini kehidupan, termasuk kesempatan bekerja di luar rumah. Dengan demikian, dominasi berdasar jenis kelamin bisa ditiadakan. Perubahan struktural tidak musti dilakukan dalam masyarakat. Peran institusi keluarga tetap diakui. Pengakuan akan kesamaan hak bagi kaum perempuan hanya cukup dengan memberi kesempatan kepadanya dalam menentukan dan membuat kebijakan, sehingga suaranya menjadi terakomodir. Adapun organ reproduksi bukan merupakan faktor penghalang terhadap peran-peran tersebut (Valerie Bryson, Feminist Political Theory, Mac Millan, 1992: 11-12).
Latar belakang dari munculnya feminisme liberal ini adalah berawal dari teori politik liberal. Teori politik ini memiliki orientasi bahwa manusia secara individu harus dijunjung tinggi dan memiliki hak otonom yang harus dihormati oleh semua pihak. Karena memiliki titik tekan pada manusia inilah, maka feminisme liberal sering disebut juga dengan istilah feminisme humanis. Akar teorinya terletak pada konsep bahwa yang dinamakan seimbang itu harus bisa diterima oleh rasio (akal). itu pula feminisme liberal juga kadang dikelompokkan sebagai feminisme rasionalis.
Feminisme Islami
Dilihat dari sudut pandang sejarah, aksi gerakan perempuan dalam Islam telah hadir sejak masa awal Islam itu didakwahkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu, kaum perempuan dapat melakukan aktivitas yang leluasa serta tidak didikotomikan dengan laki-laki di zamannya. Anda coba ingat kembali dengan ayat yang menceritakan konsep perempuan haid. Islam menempatkan perempuan haid dengan posisi yang lebih humanis dibanding adat yang berlaku di zaman awal risalah kenabian.
Sebelum risalah kenabian itu turun, perempuan haid cenderung mendapat perlakuan yang dimarginalkan. Ia harus ditempatkan dan diasingkan dari pergaulan keluarganya. Bahkan makan pun, mereka harus dipisahkan dari keluarganya yang lain. Sedemikian parahnya perlakuan masyarakat Yahudi kala itu, sehingga mendapat perhatian khusus dalam syariat dengan diturunkannya QS. Al Baqarah: 222. Kisah bagaimana perlakuan kaum Yahudi ini sebagaimana terekam dalam sebuah hadits berikut:
وفي صحيح مسلم عن أنس أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت ، فسأل أصحاب النبيﷺ النبيﷺ ، فأنزل الله تعالى ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض إلى آخر الآية ، فقال رسول اللهﷺ : اصنعوا كل شيء إلا النكاح فبلغ ذلك اليهود ، فقالوا : ما يريد هذا الرجل أن يدع من أمرنا شيئا إلا خالفنا فيه ، فجاء أسيد بن حضيروعباد بن بشر فقالا : يا رسول الله ، إن اليهود تقول كذا وكذا ، أفلا نجامعهن ؟ فتغير وجه رسول اللهﷺ ، حتى ظننا أن قد وجد عليهما ، فخرجا فاستقبلهما هدية من لبن إلى رسول اللهﷺ ، فأرسل في آثارهما فسقاهما ، فعرفا أن لم يجد عليهم قال علماؤنا: كانت اليهود والمجوس تجتنب الحائض ، وكانت النصارى يجامعون الحيض ، فأمر الله بالقصد بين هذين
Artinya: Di dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Anas: sesungguhnya dalam diri kaum Yahudi ada tradisi yaitu apabila istrinya haid maka mereka tidak mau makan bersamanya, tidak mau bergabung dengannya dalam satu rumah. Maka dari itulah, para sahabat Nabi SAW bertanya kepada Nabi tentang tradisi tersebut. Lalu Allah SWT menurunkan ayat: apabila mereka bertanya kepadamu tentang haid (wahai Muhammad), maka katakan bahwa haid itu adalah penyakit. Jauhilah istrimu saat haid (tidak menjimaknya)....(sampai akhir ayat). Lalu Rasulullah SAW bersabda: Berbuatlah kalian apa saja kecuali menjimaknya. Maka sampailah kabar itu ke telinga kaum Yahudi. Lalu mereka berkata: “apa pun yang dimaui oleh laki-laki ini (Muhammad) dengan menyuruh kami meninggalkankan tradisi ini, maka kami pasti mengingkarinya.” Kemudian datanglah Asiid ibn Hadlir dan Ubad ibn Bisyr. Mereka berdua berkata: Wahai Rasulallah, sesungguhnya kaum Yahudi bilang begini dan begini. Adakah kami boleh menjimak istri-istri kami? Lalu berubahlah wajah Nabi SAW sehingga kami menyangka bahwa beliau marah kepada mereka berdua. Kedua laki-laki itu lalu keluar, mereka menyodorkan hadiah susu kepada Rasulullah SAW. Nabi menerima dan meminumnya (tidak sampai habis), lalu sisanya disodorkan kepada mereka berdua dan diminumnya oleh mereka. Sampai di sini kami tahu bahwa beliau tidak sedang memarahi kami.” (al-Hadits) Para ulama’ kita berpendapat bahwa orang Yahudi dan orang Majusi, mereka mengucilkan para perempuan haid mereka. Sementara itu orang Nashrani, menjimak perempuan haid mereka. Sementara itu, Allah SWT memerintahkan kita agar berlaku tengah-tengah di antara kedua model kaum itu. (Al-Qurthuby, Al-Jâmi’u al-Ahkâm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Fikr, tt.: 78)
Ini adalah sedikit gambaran dari feminisme dalam Islam. Kesimpulannya adalah bahwa ada corak tersendiri dari ajaran Islam. Para pemeluknya tidak dianjurkan untuk meniru-niru perbuatan dari kaum yang beragama lain. Namun, ia juga dituntut untuk menjadi pribadi yang moderat dalam pilihan. Jadi, ciri khas feminisme dalam Islam jika menilik hadits di atas adalah:
1. Tidak meninggalkan nash
2. Bersikap moderat
3. Tidak memarginalkan perempuan melainkan menempatkannya sesuai dengan fitrah yang seharusnya.
Wallâhu a’lam bish shawâb
(Bersambung)
Penulis adalah Pembina Forum Kajian Fikih Kewanitaan dan Gender, PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, JATIM