Opini

Menyikapi Peringatan Hari Hak Asasi Hewan

Jumat, 14 Oktober 2016 | 22:00 WIB

Menyikapi Peringatan Hari Hak Asasi Hewan

Ilustrasi (wordpress.com)

Oleh M. Haromain

Setiap Tanggal 15 Oktober diperingati sebagai Hari Hak Asasi Hewan/Binatang (animal right). Memang istilah ini terdengar kurang lazim, bahkan agak aneh karena belum begitu familiar di Indonesia. Tapi adanya peringatan Hari Hak Asasi Hewan ini setidaknya mengingatkan umat manusia agar berefleksi dan introspeksi tentang sikapnya kepada makhluk ciptaan Tuhan bernama hewan ini. Sudahkah manusia selama ini memerlakukan hewan dengan bijaksana, beradab, dan memenuhi hak-haknya. Ataukah selama ini manusia dengan superioritasnya memperlakukan binatang secara semena-mena dan biadab, misalnya: reptil dibunuh untuk diambil kulitnya, hiu diburu demi siripnya saja, memelihara hewan tapi tidak memberikan makanan yang cukup.

Islam sebagai agama yang mengusung misi rahmatan lil alamin, sudah pasti juga menempatkan hewan atau binatang sebagai makhluk yang di perlakukan secara baik dan bijak. Meskipun Allah menciptakan semua hal termasuk hewan dan tumbuhan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan manusia, tapi tidak lantas memosisikan hewan atau binatang sebagai obyek eksploitasi dan properti yang bebas diperlakukan sekehendak hati manusia. Ada pedoman sikap mulia yang diatur islam yang harus diamalkan seseorang dalam bersikap atas hewan.

Cukup banyak contoh aplikatif perlakuan beradab yang ditekankan Islam terhadap hewan salah satunya dalam fikih. Dalam fikih bab thaharah (bersuci) misalnya, seorang Muslim tidak diperbolehkan buang air kecil atau besar ke dalam lubang, merujuk pada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud. Sebagian ulama memberikan alasan bahwa di dalam liang biasanya ada binatang-binatang kecil. Dengan demikian, artinya buang air di tempat itu termasuk menzalimi binatang-binatang tersebut.

Dalam kasus lain masih dalam bahasan thaharah bahkan kita sebagai Muslim diperintahkan memilih prioritas meninggalkan wudhu dan melakukan tayammum sebagai gantinya, seandainya ada binatang muhtaram yang kehausan, sementara persediaan air sangat terbatas. Binatang muhtaram adalah binatang yang tidak diperintahkan untuk dibunuh.

Tidak hanya itu Islam menekankan bagaimana seharusnya para pemilik binatang tunggangan seperti unta, kuda, keledai (himar) supaya pemiliknya memperhatikan beberapa hal, hingga tidak ada pihak yang terzalimi. Diantaranya adalah Islam melarang seseorang memaksa binatang untuk mengangkut beban berat diluar kemampuan hewan itu.

Tetapi ajaran konsep kasih sayang Islam kepada binatang tidak seekstrem sebagaimana pandangan sebagian kalangan penyayang satwa yang menyamakan secara absolut antara hak-hak manusia dengan hak-hak hewan. Mereka berpandangan  bahwa hak-hak dasar hewan non-manusia harus dianggap sederajat sebagaimana hak-hak dasar manusia. Salah satu pendukung ide ini adalah Gary Francione, profesor hukum yang menyatakan bahwa hewan hanya butuh satu hak, yaitu hak untuk tidak dijadikan benda atau properti. Dengan demikian menurutnya hewan atau binatang tidak boleh diperjualbelikan dan dikonsumsi dagingnya secara mutlak.

Kasih sayang yang diajarkan Islam atas binatang adalah kasihsayang yang proporsional. Sehingga sebagian di antara hewan itu halal dikonsumsi, bahkan untuk jenis hewan tertentu yang membahayakan manusia seperti kalajengking dianjurkan agar dibunuh. Hewan-hewan seperti sapi, kambing, ayam,ikan dls halal dikonsumsi dagingnya karena memang dibuthkan manusia, tetapi hewan-hewan tersebut disyaratkan disembelih dengan baik dan benar sesuai tuntunan syariat. Diantaranya ialah pisaunya harus tajam dan tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih.  

Jika perjuangan para aktifis Hak asasi hewan ialah larangan perburuan dan pemerangkapan hewan, melestarikan spesies hewan tertentu dari kepunahan, menghindari perlakuan kejam kepada hewan peliharaan atau menjadikan hewan sebagai eksprimen dengan berlebihan, maka jelas agama islam sangat pro dan mendukung gerakan hak asasi hewan.

Akhirnya Semoga momentum hari hak asasi hewan yang yang jatuh pada hari ini mendorong umat manusia untuk lebih santun dalam memperlakukan binatang. Menyadarkan kita bahwa kendati hewan tidak punya akal dan hati namun manusia yang dikaruniai pikiran dan perasaan dituntut menghidupkan perasaanya untuk menyayangi hewan tentu secara proporsional.


Penulis adalah aktivis Forum Intlektual Santri Temanggung, pengajar Pesantren Nurun ala Nur Wonosobo.



Terkait