Opini

Mengungkit Gairah Pengusaha Daerah

Senin, 29 Oktober 2012 | 06:08 WIB

Oleh Syamsul Maarif 

 

Di suasana Banyak daerah yang menginginkan pemekaran, seperti kabupaten Brebes. Hal ini salah satu pemicunya adalah disparitas pembangunan yang boleh dikatakan jomplang. Untuk itu perlu dilakukan rangsangan untuk mengungkit gairah usaha ekonomi para pengusaha daerah khususnya Kabupaten Brebes, baik usaha mikro maupun makro. Agar terwujudnya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan meningkatnya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, sekaligus meningkatkan kemandirian sebagai bangsa. 
<>

Untuk menuju kearah tujuan mulia tersebut tentu diperlukan gelora semangat untuk menumbuhkan ekonomi dalam meningkatkan pemerataan pembangunan ekonomi di daerah hingga ke pelosok dan feed backnya usaha pelosok mampu menembus pasaran nasional bila perlu internasional.

Ironisnya gairah untuk meningkatkan atau melebarkan sayap usahanya itu ditengarai sangat lemah. Hal ini ditandai dengan kegiatan usaha di daerah belum mampu menjawab permasalahan pengangguran dan kemiskinan.

Lemahnya gairah tersebut dipahami sebagai salah satu konsekuensi logis dari lemahnya transformasi pengetahuan pengusaha dalam memadukan atau mensinergikan kearifan lokal yang ada. Dengan kata lain kurangnya komunikasi antar pengusaha daerah dengan pengusaha luar daerah (nasional pun internasional) bahkan mungkin lemahnya pula promosi pemerintah daerah menunjukan (show up) potensi daerah yang dipunyainya ke pentas nasional pun internasional.

Tidak menampik, fakta nyata di Kabupaten Brebes, dimana melimpah ruahnya sumber daya tapi tak mampu mengungkit pertumbuhan perekonomian. Walhasil kecewa merambah ke pelosok hingga masuk dalam kategori daerah termiskin di jawa tengah. Peringkat terbuncit dari 35 kabupaten kota di Jawa Tengah.

Pemerintah pusat melalui kebijakan pemberdayaan ekonominya cukup menggigit, tidak kurang-kurang menebar pesona program dari pinjaman bunga ringan hingga dana-dana hibah untuk pengusaha. Artinya pemerintah pusat sebenarnya sudah berusaha mengungkit gairah pengusaha lokal agar bangkit. 

Tinggal Pemerintah daerah lewat instansi terkait sudah semestinya berupaya agar pengusaha lokal tidak risau dengan kebijakan pemerintah atas ditabuhnya gendarang perang “leizzes faire” (baca: pasar bebas) (Asean Free Trade Area/AFTA 2010) sejak tahun 2010 yang menggaris bawahi pasar bebas meski baru lintas ASIA. 

Lantas, bagaimana pengusaha lokal di Kabupaten Brebes dalam menanggapi kebijakan AFTA itu, apakah menganggap sebagai sebuah tantangan atau ancaman?

Adalah benar AFTA yang diberlakukan sejak tahun 2010 itu hendaknya menjadi tantangan apabila dengan adanya pasar bebas ini bagi sebagian kalangan dunia usaha, khususnya untuk mereka yang memiliki usaha yang memiliki kwalitas dan manajemen yang baik, dengan adanya pasar bebas ini bisa dijadikan tantangan bagi pelaku dunia usaha bagaimana mereka bisa bersaing secara sehat dengan produk-produk dari Negara anggota ASEAN sehingga pelaku usaha akan semakin menjadikan pasar bebas ini menjadi semangat dan modal untuk memotivasi mereka untuk selalu meningkatkan kwalitas dan harga produk mereka sehingga bisa terjangkau oleh konsumen. 

Meskipun akan menjadi ancaman jika kondisi pelaku usaha dalam negeri khususnya usaha kecil dan menengah belum memiliki kwalitas dan kemampuan dalam hal memasarkan produk mereka, lebih detailnya untuk pelaku usaha kecil di Daerah masih banyak yang tidak memiliki kemampuan akan produk mereka, bagaimana pelaku usaha kecil dan menengah di daerah bisa memiliki produk yang berkwalitas dan di jual dengan harga murah seperti halnya produk China.

Dengan adanya dua hal tersebut diatas sangatlah nyata bahwa dengan adanya pasar bebas ini termasuk ancaman atau tantangan tergantung dari kesiapan atau ketidaksiapannya pelaku usaha kita di daerah atau dalam negeri. Karena ketika pelaku Usaha daerah atau dalam negeri sudah kuat dan memiliki kwalitas terbaik dan dengan harga yang murah dan terjangkau di pasar bebas, maka hal ini tidak perlu dikhawatirkan.

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka pemerintah daerah lewat instansi terkaitnya bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan transformasi pengetahuan pengusaha-pengusaha lokal pun nasional agar dapat bertukar informasi dan saling membantu melebarkan sayap usahanya dan mampu membidik pasar luar negeri yang sudah terbuka.

Hal tersebut dikandung maksud dan tujuan; Merangsang gairah pengusaha lokal dan nasional untuk bersinergi, Membuka kesempatan kerja sama antar pengusaha, Memahami keberadaan potensi yang bisa disinergikan, dan terjalinnya komunikasi yang berkelanjutan antar pengusaha.

Harapannya tentu, ini akan bermanfaat bagi pengusaha lokal pun nasional yaitu mereka akan memperoleh referensi pengetahuan tambahan, mendapatkan tambahan jaringan usaha dan terjalin komunikasi antar pengusaha.

Akhirnya, sudah semestinya pemerintah daerah bertanya merenungkan pertanyaan, sejauh mana berbagai sumber daya disekitar kita telah dimanfaatkan di dalam kegiatan ekonomi? Apabila seluruh sumber daya telah dimanfaatkan keadaan ini disebut full employment. Sebaliknya bila masih ada sumber daya yang belum dimanfaatkan berarti perekonomian dalam keadaan under employment atau terdapat pengangguran/belum berada pada posisi kesempatan kerja penuh.

Selanjutnya instansi terkait dan pengusaha lokal juga pantas bertanya, Sejauh mana perekonomian dalam keadaan stabil khususnya stabilitas di bidang moneter? Dalam ilmu ekonomi kita pahami apabila nilai uang cenderung menurun dalam jangka panjang berarti terjadi inflasi. Sebaliknya terjadi deflasi apabila nilai uang cenderung naik.

Dengan demikian patut pemerintah daerah melalui instansi terkaitnya untuk mawas diri dengan seraya bertanya atas dampak pertumbuhan ekonomi, Sejauh mana pertumbuhan perekonomi di daerah? Apakah mengalami pertumbuhan yang disertai dengan distribusi pendapatan yang berimbang? Atau malah justru “njomplang”, karena antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi pendapatan terdapat trade off atau yang satu membaik yang lainnya cenderung memburuk. Menumbuhkan gairah Pengusaha demi stabilitas ekonomi daerah tidak cukup hanya dengan berkata wow, bukan?

 

Penulis adalah Kepala SMK Maarif NU 2 Sirampog, Koordinator LP Maarif NU Wilayah Brebes Selatan, dan Ketua Lembaga Kajian Daerah (LEKDA) Sebapa Sato Bumi Kab. Brebes.


Terkait