Opini

Menguatkan Ekonomi Umat

Senin, 14 Maret 2011 | 02:54 WIB

Oleh: Faizi
 
Kata umat, memiliki arti yang amat luas dan bernuansa religius. Dalam konteks Islam, umat berarti masyarakat yang beragama Islam. Pembangunan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan rakyat dan tingkat keberhasilannya tergantung pada kekuatan partisipasi rakyat itu sendiri. Oleh karena secara statistik umat Islam adalah mayoritas dari rakyat Indonesia, maka penguatan ekonomi umat menjadi penting dan niscaya sebab keberhasilan pembangunan ekonomi berarti juga keberhasilan umat Islam dalam rangka perbaikan nasib serta taraf hidupnya.

Dalam beberapa bulan ini, harga barang kebutuhan pokok, misalnya, melonjak seiring kenaikan harga komoditas di pasar internasional. Jelas daya beli rakyat semakin lemah. Dalam konteks mengatrol daya beli rakyat itulah urgensi menggerakkan ekonomi rakyat kita tempatkan dan terus ingatkan.<<>br />
Pembagian beras untuk orang miskin, bantuan langsung tunai, jaminan kesehatan, bantuan sekolah adalah program perlindungan masyarakat. Tanpa kenaikan harga BBM pun, pemerintah sebagai representasi negara wajib menyantuni fakir, miskin, yatim piatu, serta orang telantar. Memang amanat konstitusi harus dilaksanakan sekuat tenaga, supaya tak satu golongan masyarakat pun tertinggal, apalagi terpinggirkan.

Mencermati fakta yang ada dengan asumsi yang terkena imbasnya adalah mayoritas umat Islam, maka strategi jitu mengenai penguatan umat agar menjadi kekuatan mandiri di bidang ekonomi menjadi mendesak. Tentu saja jawaban atas persoalan ini tidak mudah sebab akan berhubungan langsung dengan perilaku sosial dan sumber-sumber daya ekonomi yang dapat digunakan. Di sini peran agama sangat strategis dalam upaya berubah perilaku sosial umat yang destruktif terhadap ekonomi ke arah perilaku sosial konstruktif terhadap perubahan ekonomi.

Konsep dan strategi pemberdayaan umat dalam menciptakan kekuatan mandiri tersebut haruslah mengandung muatan langkah konkret untuk kemudian meyakinkan umat bagaimana mereka (baca: kita) tetap eksis dalam kehidupan yang serba materialistik ini dengan tidak menggantungkan hidup pada belas kasihan orang lain. Pemahaman umat terhadap perilaku ekonomi yang Islami adalah mutlak diprioritaskan supaya tercipta kedisiplinan sosial-ekonomi yang mengarah pada keyakinan diri sebagai jalan dasar mencari jalan pengentasan kemiskinan. Kemiskinan dalam perspektif sosial menunjukkan ketidakmampuan masyarakat menggeser posisi kehidupannya baik secara vertikal (naiknya taraf kehidupan sosial) maupun secara horizontal (bertambahnya akses individu dalam lingkungan yang lebih luas) yang disebabkan oleh ketidakmampuan ekonomi. Manusia dalam pembangunan ekonomi adalah subjek (pelaku) sekaligus objek (penerima hasil) pembangunan. Dengan demikian, pemberdayaan adalah upaya serius yang mengarah pada keterlibatan rakyat dalam setiap proses pembangunan tersebut.

Pembangunan ekonomi dalam Islam

Pembangunan ekonomi tidak bisa lepas dari etika sebab etika mengajarkan bagaimana kita harus berfikir dan berbuat dalam dua batas, yakni benar dan salah. Sesuatu yang salah tetapi dikerjakan berarti tidak etis, begitu juga sebaliknya. Etika Islam yang pertama adalah tauhid, yaitu segala sesuatu yang ada di dunia ini bersumber dari Allah. Namun demikian, segala sesuatu diperuntukkan bagi manusia baik yang di langit maupun yang di bumi (QS. Al-Jatsiyah: 13). Etika ini meletakkan ketaqwaan kepada Allah sebagai syarat utama bagi terbukanya reziki dari Allah (QS. Al-‘Araf: 96). Manusia yang bertaqwa dengan sebenar-benarnya adalah manusia yang berakhlak tinggi yang diharapkan akan menjadi dasar dalam mengemban misi yang diamanatkan oleh Allah.

Etika yang kedua adalah tanggung-jawab. Manusia diciptakan Allah di bumi ini sebagai pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas yang dipimpinnya (QS. Al-Baqarah: 30). Allah memberikan amanat kepada manusia untuk mamakmurkan bumi (QS. Hud: 61). Untuk itu, manusia diperintah untuk bekerja merubah kehidupannya (QS. Ar-Ra’du: 11). Dalam konteks ini, faktor moral sebagaimana dikatakan Etzioni memegang peranan penting. Tentu saja moral yang Islami.

Pembangunan ekonomi merupakan proses penggalian sumber-sumber daya alam yang melibatkan sumber daya manusia, ilmu dan teknologi sehingga memberikan manfaat dengan nilai yang lebih tinggi bagi manusia. Pembangunan ekonomi menurut Dusley Seer dikatakan berhasil jika mampu mengatasi tiga masalah pokok: kemiskinan (pendapatan rendah), pengangguran (kesempatan kerja rendah) dan ketimpangan (distribusi hasil pembangunan tidak merata). Ketiga sasaran pembangunan di atas akan tercapai jika manusia dalam proses pencapaian tujuan pembangunan itu berpegang pada kisi-kisi yang telah ditegaskan dalam Al Qur’an seperti yang telah diurai sebelumnya.

Etika tauhid dan tanggung-jawab menegaskan kepada pelaksana pembangunan bahwa penggunaan kekayaan alam harus tunduk kepada “sunnatullah” sebab Dialah pemilik segalanya sehingga kepada pelaku pembangunan diperintahkan untuk tidak berbuat kerusakan di bumi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Islam memiliki prinsip dasar yang tegas dalam mencapai tingkat kesejahteraan umat baik pada level perencanaan, pelaksanaan maupun pada level pendistribusian.

* Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Islam UII Yogyakarta. Pengurus PMII Cabang DI Yogyakarta


Terkait