Opini

In Memoriam Prof Dr Mastuhu M.Ed

Senin, 22 Oktober 2007 | 02:26 WIB

Oleh HM Rozy Munir*              

Prof DR Mastuhu MEd, terkenal sebagai pendidik yang alim. Lahir di Mojokerto 71 tahun yang lalu, tepatnya di desa Modopuro, Kecamatan Mojosari. Jenjang karir yang dilalui sejak tamat Sarjana di Bidang Pendidikan Universitas Gajah Mada tahun 1962, adalah sebagai staf pengajar. Di Jakarta dalam status menunggu panggilan penempatan sebagai dosen di Universitas Hasanudin Makasar yang tak kunjung datang, muncul tawaran baru dari IAIN Jakarta untuk menjadi staf pengajar. Dengan  tidak berpikir panjang tawaran tersebut diterimanya. Di Institut inilah kemudian Pak Mastuhu nyemplung lebih dalam, sehingga memperoleh M.Ed di University of Western Australia. Disabet pula gelar Doktor dalam bidang Pembangunan Masyarakat dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Pernah mendapat Diploma di bidang Pembangunan Masyarakat dari Leiden University Belanda tahun 1970.

<>

Dalam perjalanan hidup dan karirnya dilakoni dengan ikhlas dan penuh kejujuran, mengalir tanpa neko-neko. Tutur bahasanya halus, tak pernah terdengar nada tinggi dalam diskusi, maupun berkomunikasi baik dengan mahasiswa, kolega atau lawan bicaranya. Mungkin ini tipikal anak desa.

Pak Mastuhu demikian ia dipanggil oleh teman-temannya, pernah aktif dia sebagai Wakil Ketua LP Ma’arif NU Pusat (PBNU) tahun 1964-1966. Di kampusnya UGM beliau aktif sebagai anggota HMI. Beberapa mahasiswa dibidangnya yang kini menjadi tokoh nasional, antara lain Pak Ahmad Bagja (Ketua PBNU/Mantan Wakil Ketua DPA), Pak Andarus Darahim (Mantan Eselon 1 BKKBN/Anggota Komite Anak Indonesia), Prof DR Muis Kabri (Ulama dari Sulawesi Selatan). Pak Mastuhu pernah pula aktif di BAN (Badan Akreditasi Nasional) bersama Prof  MK Tadjudin, DR Suparman Ibrahim, dan sebagainya.

Sekitar tahun 60-70-an Pak Mastuhu sebagai Speech Writer Ibu Wahid Hasyim (Anggota DPR RI waktu itu). Pak Mastuhu mendapat bimbingan kemasyarakatan dari kakak sepupunya Alm KH Munasir Ali yang terus menerus memberi semangat dan dorongan dalam mengembangkan profesinya. Hidupnya diabadikan sebagai pengajar, pengajar dan pengajar.

Beristerikan Hj Fatimah Zahroh, berputra 5 orang (3 perempuan dan 2 laki-laki) dengan 3 orang cucu memberikan  suasana kehangatan tersendiri di rumahnya Komplek Dosen UIN jalan Ibnu Khaldun 2 Ciputat.

Kenangan penulis pada masa kecil terhadap Pak Mastuhu adalah, pada suatu ketika beliau dengan bangganya menunjukkan jas woolnya yang baru dibelinya, jahitannya keren dengan harga mahal kepada sang paman petani desa yang lugu. Jawab sang paman dengan polos namun penuh makna “Le, senajano klambimu apik tur larang nanging ayang ayanganmu tetep ireng, ilingono iku” (Nak, meskipun pakaian mu bagus dan mahal, tetapi bayangan kamu toh tetap hitam, Ingat itu). Luar Biasa nasihat sang paman ini.

Namun tiba-tiba pada tanggal 20 Oktober 2007 hari Sabtu Kliwon jam 20.40 WIB beliau dipanggil Sang Khalik Allah SWT untuk selamanya di RSCM setelah beberapa saat menderita sakit. Beliau menghembuskan nafas terakhir dihadapan keluarganya setelah dibisikkan tiga kali kalimat syahadat oleh isteri tercintanya, didampingi Prof Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Jakarta.

Ada empat pesan yang disampaikan kepada putera-puterinya : -
• Jangan menyakiti orang lain
• Bekerja yang fokus, ikhlas dan sungguh-sungguh
• Rukun pada saudara
• Jaga Mama mu.

Kami keluarga besar Prof Mastuhu pastinya merasa berduka ditinggal sosok yang penuh keteladanan ini. Innalilahi wa inna ilaihi ro’jiun, Selamat Jalan Sang Pendidik.

* Ketua PBNU?Dubes RI untuk Qatar


Terkait