Jakarta, NU Online
Dosen Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Kartini Laras Makmur mengajak masyarakat untuk mewaspadai tindak pencucian uang. Ia mengatakan pencucuian uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pencurian Uang (UU TPPU). Tindak pidana ini juga dikategorikan menjadi beberapa jenis.
Pertama, Stand-Alone Money Laundering. Dalam pasal 3 dituliskan setiap orang yang melakukan perbuatan atas harta kekayaan yang didugannya merupakan hasil tindak pidananya (sendiri) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-asulnya. Tindak pencucian uang ini dilakukan oleh pelaku dan untuk pelaku, tanpa melibatkan pihak lain.
"Dan, tindak pidana ini diancam pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak 10 miliar," kata Kartini saat mengisi Workshop Daring Risiko Pencucian Uang di Balik Transaksi E-Commerce, Jumat (24/9/2021).
Kedua, Gate-keeping Money Laundering. Tindak pencucian uang ini melibatkan pihak lain. Pasal 4 mengatur pelaku lain (pihak ketiga) yang menyembunyikan asal-usul harta yang diketahuinya atau patut diduga hasil kejahatan akan dipidana hukuman penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak 5 miliar.
"Hasil uangnya dari hasil jual barang haram, jual narkoba jual rokok ilegal. Atau mungkin juga kecil sekali (seperti) menjual barang-barang bajakan. Jadi, hati-hati jual barang bajakan itu sesuatu yang tidak diperbolehkan. Dan kemudian kalau uang tersebut disimpan seakan-akan ini bukan hasil dari jual barang bajakan, bisa kena pasal,” ujar Kartini dalam workshop yang terselenggara atas kerja sama NU Online dan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA).
Ketiga, Trade-Based Money Laundering. "Simpelnya ini adalah penjualan bisa barang atau jasa yang itu disembunyikan hasilnya kemudian juga untuk menjual tertentu. Ini berkaitan dengan penghindaran pajak," terangnya.
Keempat, Mony Muling, yakni ketika seseorang menerima dana gelap dari orang lain untuk ditahan. "Hati-hati kalau misalnya diajak kenalan dengan orang luar negeri. Kemudian kita diajak chating-chating. Kalau diminta buka akun bank atau diminta nomor rekening untuk menerima transferan itu bisa jadi Money Muling," paparnya.
Kasus Asabri
Salah satu kasus pencucian uang yang pernah terjadi di Indonesia terlapor dilakukan oleh tiga tersangka kasus korupsi PT Asabri. Kala itu, tersangka diduga menyembunyikan hasil kejahatannya melalui transaksi mata uang kripto atau bitcoin.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan, hal tersebut memiliki makna bahwa mulai adanya kenaikan tren penyalahgunaan aset kripto sebagai media pencucian uang. Sehingga dapat dikatakan bahwa ini menjadi modus baru pencucian uang di Indonesia.
Kontributor: Nuriel Shiami Indirapasha
Editor: Kendi Setiawan