Nasional

Upaya Nawaning Nusantara Tangani Kekerasan di Pesantren: Buat Konten Edukasi hingga Bentuk Satgas

Kamis, 17 Juli 2025 | 19:00 WIB

Upaya Nawaning Nusantara Tangani Kekerasan di Pesantren: Buat Konten Edukasi hingga Bentuk Satgas

Foto bersama dalam workshop yang digelar Nawaning Nusantara bertajuk Penggerak Pesantren Bebas Kekerasan Seksual di Yogyakarta, pada 9-10 Juli 2025. (Foto: dok. Nawaning Nusantara)

Jakarta, NU Online

Maraknya kasus kekerasan di pesantren mendorong sejumlah elemen melakukan pembenahan, termasuk para putri kiai yang tergabung dalam Nawaning Nusantara.


Sekretaris Nawaning Nusantara Jawa Barat Ivana Amelia mengungkapkan berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah dan menangani kekerasan yang terjadi di pesantren. Misalnya melalui workshop Penggerak Pesantren Bebas Kekerasan Seksual.


Kegiatan yang dihadiri oleh 41 nawaning dari Sumatra, Jawa, Madura, dan Lombok ini untuk merespon situasi agar sebagai pengampu pesantren berbenah karena maraknya kasus kekerasan seksual di pesantren.


Ivana mengatakan, ada banyak hal yang sudah dilakukan Nawaning Nusantara, misalnya membuat konten edukasi melalui media sosial.


"Konten edukasi di-upload oleh akun masing-masing nawaning dan dikolaborasikan dengan akun Nawaning Nusantara," kata Ivana kepada NU Online, Kamis (17/7/2025).


Selain itu, Nawaning Nusantara membuat tarbiyah jinsiyah atau pendidikan seksual yang materinya seputar menanamkan pemahaman tentang fitrah seksual manusia.


Materi ini kemudian diaplikasikan oleh masing-masing pondok pesantren, terutama pondok putri. Materi ini ditulis oleh kontributor Nawaning Nusantara.


"Hal ini untuk membekali para santri tentang pengetahuan seksual, batasan pergaulan dengan lawan jenis, menyiapkan santri menghadapi perubahan fisik dan emosional," ungkap Ivana.


Gebrakan lainnya mengadakan ngaji transformatif yakni pengajian yang tidak hanya fokus pada aspek ritual dan tekstual, tapi juga menekankan pemahaman pada teks keagamaan yang lebih kritis dan kontekstual.


"Bagaimana para santri bisa memahami kitab yang dikaji dengan penafsiran yang membebaskan dan memberdayakan," kata Ivana.


Kajian transformatif ini membahas ayat tentang fiqih perempuan melalui sudut pandang keadilan gender.


"Khusus untuk agenda ini, konten pengajian transformatif topiknya seputar pencegahan kekerasan seksual," ujarnya.


Ke depan, Nawaning Nusantara tengah menggodok rencana tindak lanjut untuk pembentukan satuan tugas (satgas) anti-kekerasan di di masing-masing pesantren.


"Selain itu membangun jaringan dengan pihak-pihak otoritatif seperti Lembaga Hukum Nahdlatul Ulama (LBH NU)," imbuh Ivana.


Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA), terdapat 19.813 kasus kekerasan terhadap anak pada Januari-Oktober 2024 dengan 1.117 kasus (1.447 korban) terjadi di lembaga pendidikan pesantren.


Selain meningkatkan jumlah kasus, media sosial juga mempercepat penyebaran informasi terkait kekerasan di lembaga pendidikan.


Tanggapan masyarakat yang semakin kritis terhadap isu ini berakhir pada tindakan utama hakim sendiri terhadap pelaku maupun lembaga yang diasuh pelaku.


Hal ini berdampak luas, tidak hanya pada korban tetapi juga terhadap reputasi lembaga pendidikan, khususnya pendidikan.


Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) yang digelar pada 5-6 Februari 2025 di Jakarta menyoroti maraknya kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk pesantren.


Dalam rekomendasinya, NU menekankan perlunya strategi nasional yang lebih efektif untuk menanggulangi kasus-kasus kekerasan yang kian meningkat.


Beberapa langkah yang telah diambil antara lain membentuk Tim Lima, menyelenggarakan Halaqah Syuriyah PBNU bersama para kiai, mendirikan Satuan Tugas Penanggulangan Kekerasan di Pesantren (SAKA Pesantren), serta menyusun Peta Jalan Transformasi Budaya Pesantren Nir-Kekerasan.