Pontianak, NU Online
Perkembangan positif terus ditorehkan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalimantan Barat (Kalbar). Universitas termuda di Bumi Khatulistiwa ini baru saja menjalin kerja sama dengan 40 universitas di Taiwan. Prosesi nota kesepahaman atau memorandum of understanding dilakukan 16 April yang disaksikan langsung Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir.
“Kita baru saja menandatangani MoU dengan 40 universitas ternama di Taiwan. Tentunya ini langkah maju buat UNU, dan tentu kabar gembira buat masyarakat Kalbar,” kata Rahmad Sahputra, yang dihubungi lewat layanan WhatsApp, Selasa (17/4).
Dengan kesepakatan tersebut, nantinya mahasiswa dan dosen UNU Kalbar bisa kuliah di Taiwan. “Tukar menukar pengetahuan juga bisa terjalin dengan lancar,” kata Rektor UNU Kalbar ini.
Kunjungan Rektor UNU Kalbar ke Taiwan tidak sendirian. Ia bersama rombongan rektor UNU se-Indonesia yang dikoordinir Pimpinan Pusat Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU).
Ketua Pimpinan Pusat LPTNU, Mohammad Nasir yang juga Menristekdikti ikut mendampingi. Tidak ketinggalan, Ketua Umum PBNU, KH Said Agil Siroj juga hadir. Kerja sama dengan 40 universitas di negara yang bertetangga dengan Cina itu merupakan terobosan besar.
Kerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri ini bukan pertama kali. Sebelumnya, ada kegiatan serupa dengan sejumlah universitas luar negeri, tapi penandatanganannya dilakukan di Indonesia. “Sementara untuk penandatanganan MoU di luar negeri, ini yang pertama yakni di Taiwan," katanya. Dirinya berharap, negara lain juga akan dijajaki untuk kerja sama, lanjut rektor yang memiliki keahlian di bidang nuklir tersebut.
Dengan adanya MoU, bisa terwujud pertukaran mahasiswa dan staf akademik. Selain itu, untuk pembentukan gelar ganda atau gabungan untuk mahasiswa S1. “Bisa juga melakukan kolaborasi pelatihan mahasiswa dan staf, kerja sama di bidang seminar, penelitian, pelatihan untuk bidang tertentu,” jelasnya.
Banyak mahasisa Indonesia yang melanjutkan studi di Taiwan, termasuk dari Kalbar. “Setelah ada MoU dengan kita, biaya kuliah gratis. Cuma, untuk biaya hidup tidak ditanggung,” urainya.
Ada kelebihan yang bisa dirasakan mahasiswa untuk biaya di Taiwan. Mereka rata-rata dikirimi orang tuanya sekitar Rp 1,6 juta. “Enaknya, kampus memberikan kelonggaran waktu untuk mahasiswa bekerja,” katanya. Satu jam bekerja dibayar Rp 70 ribu dengan waktu 20 jam per bulan. Jadi mereka bisa menghasilkan Rp 1,4 juta per bulan, lanjutnya.
Menurut pria kelahiran Bogor ini, bila ingin kuliah di Taiwan, memang harus memastikan dulu kemampuan calon mahasiswa. Bila mampu menyiapkan dana Rp 1,6 juta per bulan sudah mencukupi. “Kemudian juga diimbangi kemampuan berbahasa Inggris. Lebih mantap lagi kalau bisa berbahasa Mandarin,” ungkapnya.
“Bila ada yang bisa bahasa Mandarin, Kementerian Taiwan akan menjadikannya sebagai guru Bahasa Indonesia dan dibayar Rp 250 ribu per jam,” katanya. Bahasa Indonesia mulai tahun ini menjadi mata kuliah pilihan di Taiwan. Jadi sangat beruntung bila ada mahasiswa bisa bahasa Mandirin, tambah Rahmad.
Selama di Taiwan, Rahmad beserta seluruh rektor UNU se-Indonesia diajak melihat fasilitas universitas yang ada di sana. Apabila dibandingkan, memang Taiwan sangat maju. “Kita memang perlu belajar lebih banyak dari Taiwan,” sergahnya.
Dengan adanya kerja sama ini, dirinya berharap UNU Kalbar yang baru berumur empat tahun, belajar lebih banyak dengan Taiwan. Untuk maju seperti Taiwan memang tidak instan, butuh waktu panjang. “Kita yakin suatu saat nanti UNU bisa sejajar dengan Taiwan dengan catatan seluruh civitas akademika bekerja kerja dan perlu dukungan luas dari masyarakat Kalbar,” pungkasnya. (Rosadi/Ibnu Nawawi)