Ulama Salaf Alami Proses Kreatif Menulis Era Pra-Teknologi Cetak Modern
Jumat, 26 Mei 2017 | 04:02 WIB
Sebelum ada teknologi kertas apalagi teknologi percetakan, para ulama menulis kitab dengan cara menulisnya secara manual di kulit-kulit lembu yang sudah dihaluskan. Untuk satu kitab saja, para ulama membutuhkan ratusan lembu untuk diambil kulitnya dan dijadikan sebagai material untuk bahan menulis.
Demikian yang disampaikan Syafiq Hasyim saat menjadi narasumber dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku Mahakarya Islam Nusantara: Kitab, Naskah, Manuskrip, dan Korespondensi Ulama Nusantara karya A Ginanjar Sya’ban di Aula Madya UIN Jakarta Ciputat Tangerang Selatan, Rabu (24/5).
Ia menambahkan, ulama terdahulu tentu memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi sekarang. Ulama terdahulu bukan hanya menulis saja, tetapi mereka harus menyiapkan tinta dan kulit untuk bahan menulis.
“Proses ilmiah sangat berat baik dalam pikiran maupun material. Mereka menulis. Ketika sudah selesai tulisannya tersebut diserahkan kepada raja untuk disalin dan dipublikasikan secara massif,” urainya.
Ia mengatakan, banyak kitab yang pada bagian mukadimahnya atau pembukannya pengarang kitab mengucapkan terima kasih kepada raja. Menurutnya, orang sangat bergantung pada kulit binatang sebagai ganti kertas.
“Maka tidak aneh apabila di dalam mukadimah ada ucapan terima kasih kepada malik (penguasa) karena untuk mencetak buku tidak murah,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia menerangkan, dahulu ulama menulis kitab dengan ditulis tangan sehingga untuk membaca dan memahami apa yang dimaksud perlu usaha sungguh-sungguh dan waktu yang tidak sebentar. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, persoalan-persoapan teknis tersebut bisa diatasi.
Menurutnya, apa yang terjadi pada ulama di masa lalu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada saat ini. Sekarang, teknologi kertas ada, teknologi percetakan ada, meski begitu generasi saat ini banyak yang tidak bisa membaca karya-karya tersebut.
“Kita ini generasi manja. (Kitab-kitab Arab karya ulama terdahulu) Sudah dicetak pun, baca tidak bisa,” tutupnya. (Muchlishon Rochmat/Alhafiz K)