Pembukaan
Sikap ini lahir dari pemerahan pengertian kemerdekaan seni dari dua puluh seniman muda dari berbagai lapangan seni. Apa yang ternyatakan dalam sikap kami menjadi cerminan dan spirit dari kerja-kerja kesenian kami di tengah gempuran persoalan dari berbagai lapangan kehidupan, <>meruyaknya sikap apatis dan apolitis sebagian besar seniman dan masyarakat umum, dan impian kami bahwa kesenian dan kebudayaan bisa membangun ruang kreatif bagi penciptaan mimpi-mimpi baru baik bagi generasi kami maupun bagi generasi yang akan datang.
Apa saja gelombang persoalan dari berbagai lapangan kehidupan yang membuat kami akhirnya melahirkan sikap kesenimanan kami? Untuk menyederhanakan peta persoalan, hal-hal berikut layak menjadi bahan pertimbangan bagi sikap dan cara kerja kami di lapangan kesenian dan kebudayaan secara luas.
Di lapangan ekonomi, kehidupan bangsa Indonesia dengan asas kekeluargaan sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah berubah menjadi jiwa individualisme. Sosialisme sebagai falsafah hidup bangsa berganti menjadi kapitalisme. Cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara adil dan merata yang seharusnya dikuasai oleh negara, kini dikuasi oleh korporasi dan segelintir orang dengan sistem yang eksploitatif dan menghisap.
Di lapangan sosial, yang terjadi adalah ketidakadilan sosial dan proses pembodohan. Warga negara tidak memiliki kesamaan di depan hukum dan negara tidak mampu menjamin ketersediaan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warganya. Lembaga pendidikan yang idealnya didirikan untuk mendidik manusia
merdeka, pada kenyataannya telah terliberalisasi dan terkomodifikasi sehingga mengalami pendangkalan makna menjadi bagian dari sistem produksi itu sendiri dengan hasil generasi yang tidak mandiri. Lebih jauh, secara epistemik, pengetahuan kita mengalami sub-ordinasi lewat kelompok akademisi yang dididik secara langsung untuk menjadi agen bagi kelangsungan proyek teknologi pengetahuan dan pengaturan sesuai tuntutan rezim ketika itu.
Di lapangan politik, meski secara kasat mata kita sudah terlepas dari struktur rezim birokratik-militeristik otoriter Orde Baru, tetapi kenyataannya secara mental kita masih berjarak dari ideologi dan politik sebagai hasil dari proyek de-ideologisasi dan de-politisasi Orde Baru. Demokrasi yang diimajinasikan akan membawa serta kesejahteraan ekonomi, telah berubah menjadi prosedural dan rutinitas belaka. Kekuasaan tercerabut dari basis massa-nya. Sistem politik kini melahirkan pemimpin salon bermental transaksional dan nir visi-misi.
Di lapangan budaya, terjadi pendangkalan makna dan pergeseran falsafah hidup lokal. Jiwa gotong-royong telah hilang digerus oleh mental pemburu upah. Diskursus tentang relasi sosial sudah tergeser oleh pembicaraan yang lebih kencang mengenai permasalahan sumberdaya dan kalkulasi ekonomi. Patronase menggejala dimana-mana, boneka-boneka industri berkeliaran tanpa orientasi, dan para badut dengan mental pengemis menegadahkan tangan mengharapkan kucuran dana. Seni telah berubah menjadi dagangan. Negara yang seharusnya memiliki
politik kebudayaan yang jelas, pada kenyataannya membuka keran informasi seluas-luasnya sehingga masyarakat tersesat sendiri dalam samudera informasi yang dijejalkan oleh sumber-sumber informasi dengan logika yang hegemonik dan dominatif.
Dengan berbagai kecamuk persoalan itu, melawan arus besar apatisme dan perilaku apolitis di kalangan seniman dan masyarakat umum, sekaligus keinginan untuk menciptakan mimpi-mimpi baru bagi generasi kami sendiri dan generasi yang akan datang di tengah ancaman wabah distopia yang mematikan, dan usaha nyata kami untuk terus berusaha menyatu dengan masyarakat yang tengah didera persoalan lewat kerja-kerja kesenian, kami menyatakan sikap kesenian kami sebagai berikut:
SIKAP SENIMAN MERDEKA
Seni bagi kami adalah perasan dari kejadian sehari-hari yang diubah menjadi gerak, rupa, musik, dan kata yang estetik. Seni adalah karya kreatif dari penciptanya yang dapat diakses, ditafsir, dan dimaknai secara luas oleh masyarakat yang menjadi konteks, pelaku, dan penikmatnya. Selain menjadi medium yang membahagiakan para pelakunya, seni adalah medium perjuangan kaum tertindas dalam memperoleh hak-haknya.
Karya seni dilahirkan dari masyarakat dengan masyarakat itu sendiri sebagai pelaku kesenian, dan untuk dinikmati pula seluas-luasnya oleh masyarakat. Dalam proses penciptaan karya seni, kami menjunjung tinggi kemerdekaan berekspresi dan mencipta para pelaku kesenian tanpa ada campur tangan dari pihak seperti modal, investor, dan penguasa yang lalim. Oleh sebab itu, kemerdekaan berekspresi dan mencipta selalu mengacu pada konteks masyarakat yang menjadi sumber inspirasinya.
Estetika bagi kami adalah estetika masyarakat, terutama mereka yang mengalami penindasan. Estetika kelas mapan dan berkuasa, bukanlah estetika kami. Dengan demikian, kami akan berusaha terus membongkar semua bentuk hegemoni dan kooptasi estetika yang dilakukan oleh kelompok mapan dan berkuasa, terhadap kelompok masyarakat miskin dan tertindas. Kami membedakan proses dengan hasil. Kami lebih menekankan estetika pada wilayah proses penciptaan sebagai wadah yang juga berfungsi menjadi alat penyadaran bagi semua bentuk ketidakadilan sosial yang berlangsung.
Seni kami hadir dengan tujuan. Pertama sebagai sebuah proses penyadaran kondisi sosial terutama dalam hal ketimpangan kekuasaan dan modal yang dialami oleh pelaku kesenian. Tahapan berikutnya, bagi kami, seni adalah alat untuk mempertahankah hak. Melalui seni, kami ingin mengampanyekan permasalahan masyarakat yang mengalami ketertindasan dalam hidup mereka. Dan terakhir, seni bagi kami adalah elemen yang menggerakkan masyarakat yang telah memiliki kesadaran dan kemauan untuk secara bersama-sama memperjuangkan hal-hal yang menjadi hak dalam kehidupannya.
Catatan: Pembukaan di atas menjadi pelengkap dari dokumen sikap kesenian para seniman yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Budaya Untuk Masyarakat Urutsewu. Untuk mengetahui lebih lanjut apa yang terjadi di Urutsewu, silahkan cek blog kawan-kawan di:
http://urutsewu.tumblr.com/post/80290001220/pernyataan-sikap-seniman-merdeka.
Tandatangani pula petisi yang melibatkan para seniman, aktivis, dan akademisi progresif di: http://www.change.org/id/petisi/ganjar-pranowo-ganjarpranowo-kembalikan-tanah-di-pesisir-urutsewu-kepada-pemiliknya-yang-sah-dan-jadikan-pesisir-urutsewu-sebagai-kawasan-pertanian-dan-agrowisata
(Bosman Batubara/Abdullah Alawi)