Nasional

Siapakah Ulama? Ini Penjelasan Pakar Al-Qur'an

Selasa, 24 Juli 2018 | 13:00 WIB

Bandung, NU Online 
Rais Majelis Ilmi Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) KH Ahsin Sakho Muhammad berpendapat, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata alim. Artinya, orang yang pinter banget di dalam bidang apa saja. 

“Ulama bentuk jamak dari ada aliim, ada (huruf)Ya -nya ya. Aliiim,” kata pakar qiraah sab’ah asal Cirebon, Jawa Barat ini, beberapa waktu lalu.  

Jadi, kata dia, secara lughah, ulama tidak hanya ahli dalam bidang agama, tapi ahli dalam bidang apa pun. Ulama itu cendekiawan. 

“Orang Indonesia sekarang membagi, orang yang menguasai ilmu yang mendalam dalam bidang keagamaan, disebut ulama. Kalau dalam ilmu umum, namanya cendekiawan. Tapi semuanya itu ulama. 

Di dalam Al-Qur’an ada ayat “Innama yakhsallaha min ibadihil ulama”: 

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ  وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالأنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ()

Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit, lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Kontesk ayat itu, menurut dia, ulama adalah orang yang tahu tentang hukum-hukum umum. Misalnya Albert Einstein, itu ulama ya dari segi lughat (bahasa).

“Sekarang di Indonesia, baru bisa tabligh saja, disebut ulama. Siapa yang memberikan label ulama itu,” lanjutnya. “Menurut Ali bin Abi Thalib, orang yang dikatakan ‘alim adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Kalau tidak mengamalkan berarti bukan ulama. 

Lebih lanjut ia menjelaskan, ulama Bani Israil, di dalam Al-Qur’an menggunakan ungkapan ulil ilmi. Di kalangan mereka, ulama disebut al-ahbar, artinya para cendekiawan. Itu dari kata alhibr, tinta. Orang alim di kalangan mereka tiada lain pekerjaannya adalah menulis, menulis, dan menulis, jadi alhibr. 

Ada ulil ilmi, ada ulin nuha, orang yang mempunyai akal, ulil abshar, itu masuk dalam jaringan ulama. Di kalangan, orang Islam, ulama adalah orang alim di dalam agama. 

Di dalam hadits juga ada, kata Nabi, al-ulama waratsatul anbiya. Itu adalah ulama yang ahli dalam ilmu agama. Ulama itu yang mewarisi para Nabi. Sementara Nabi tidak mewariskan dirham (uang), tapi al-ilm. 

Orang yang bisa menguasai apa peninggalan Nabi berupa Al-Qur’an dan sunnah maka dia sebenarnya dia mendapatkan bagian yang sempurna. Ulama di situ adalah ulamaud din (ahli agama). 

“Tapi sekarang orang gampang-gampang saja menyebut ulama,” ungkapnya.  

Ulama, lanjutnya, adalah orang yang memahami seluk-beluk ajaran agama Islam dengan mempelajari sumber-sumber ajaran Islam dan cara pemahamannya menggunakan metode-metode yang disepakati para ulama, ya itu melalui Al-Qur’an, hadits, ijma’, qiyas, itu sebenarnya ijtihadnya para ulama dahulu dalam memahami, melalui Al-Qur’an, dengan hadits, qiyas, ijma sahabat, qiyas mengqiyaskan satu persoalan satu dengan persoalan yang lain, antara yang asli dengan yang far’i. 

“Jadi itu, jangan seenaknya saja,” pungkasnya. (Abdullah Alawi)


Terkait