Nasional

Setan Kalahkan Manusia dalam Tiga Hal

Jumat, 2 Maret 2018 | 00:00 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghozali disebutkan bahwa dengan percaya diri setan menegaskan manusia tidak akan mudah menang melawannya dalam tiga hal. Penjelasan ini disampaikan oleh intelektual muda NU, Ulil Abshar Abdallah pada acara Kopdar Ihya' yang diselenggarakan di Masjid An Nahdlah Gedung PBNU Lantai 1, Kamis (28/2).

Yang pertama, menurut Ulil, manusia tidak mampu mengalahkan setan untuk menguasai harta selain haknya.

"Aku memerintahkan untuk mengambil harta dari selain haknya. Kalau dalam bahasa sekarang itu korupsi, jadi manusia tidak akan bisa mengalahkan setan untuk korupsi," jelas Ulil menerangkan poin pertama.

Yang kedua, lanjut Ulil, manusia dikalahkan oleh setan untuk menginfaqkan harta selain haknya.

"Memakai harta di jalan yang tidak seharusnya, tidak sah atau tidak legal," terangnya.

Sementara yang ketiga menurut menantu KH Musthofa Bisri ini, manusia kalah dengan setan karena menghalangi orang lain untuk mendapatkan haknya.

"Tidak ada senjata yang mengalahkan manusia selain takut miskin," tambahnya.

Maka menurutnya ketika manusia telah merasa takut miskin dan telah berada pada jalan kebathilan, manusia akan membangkang atas kewajiban publik seperti shadaqah dan zakat.

Sebelumnya, Ulil menjelaskan juga bahwa pintu setan untuk memasuki manusia adalah melalui perasaan takut akan kekurangan dan kemiskinan. Karena manusia memang memiliki sifat takut miskin dan cenderung bersifat bakhil.

"Menyimpan harta tentu saja tidak dilarang dalam agama. Jadi yang dipersoalkan bukan sekedar menumpuk harta. Tapi yang dikritik disini  adalah orang yang tidak mau bersedekah," tegasnya.

Padahal menurut Imam Al Ghozali, didalam setiap tindakan dan upaya mengumpulkan kekayaan mengandung resiko dan bahaya.

"Karena itu harus waspada. Karena itu pintu masuk setan untuk menggoda manusia," jelasnya seraya menambahkan bahwa fanatisme golongan dan madzhab juga bisa menjadi pintu utama setan masuk dalam diri manusia. (Rif'atuz Zuhro/Muhammad Faizin)


Terkait