Nasional

Sarbumusi Minta Presiden Tegakkan Sanksi atas Pelanggaran Ketenagakerjaan TKA

Ahad, 18 Maret 2018 | 05:00 WIB

Jakarta, NU Online
Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (DPP K-Sarbumusi NU) tidak menyetujui rencana Presiden Republik Indonesia H Joko Widodo yang akan membuat Peraturan Presiden (Perpres) untuk mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia.

Menurut Wakil Presiden DPP K-Sarbumusi Sukitman Sudjatmiko, presiden seharusnya fokus memberikan sanksi yang tegas terhadap TKA yang melanggar dan bukan membuat Perpres tentang permudahan TKA ke Indonesia.

"Persoalannya adalah kalau tenaga kerja asing itu melanggar. Adakah sanksi yang tegas? Itu belum ada," katanya di Jakarta, Sabtu (17/3).

Ia mengatakan bahwa terdapat dua jenis pelanggaran yang bisa dilakukan TKA. Pertama pelanggaran imigrasi, yaitu jika TKA tidak punya izin tinggal atau izin tinggalnya kedaluwarsa. "Kalau melanggar imigrasi, tentunya imigrasi yang melakukan deportasi," katanya.

Kedua pelanggaran ketentuan ketenagakerjaan, yaitu jika TKA bekerja di Indonesia tanpa mengantongi izin kerja atau punya izin kerja, tapi penggunaannya tidak sesuai dengan izin yang dimiliki.

Terkait kasus kedua, ia mempertanyakan tentang penegakkan hukumnya yang dinilai tidak tegas. "Boleh tidak misalnya kementerian ketenagakerjaan menghentikan izin usaha?" kata Sukitman.

Menurutnya, pelanggaran TKA terkait ketentuan ketenagakerjaan terdapat dua sanksi, yaitu sanksi pidana ketenagakerjaan dan sanksi administratif. "Saya kira (persoalan) yang ada di Indonesia law enforcement-nya. Bahwa kita itu tidak pernah bisa tegas terkait aturan-aturan yang ada," jelasnya.

Pria yang juga menjadi anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional 2016-2019 itu juga menyebut tentang kasus TKA yang menabrak aturan jabatan.

Menurutnya, salah satu yang tidak boleh diduduki TKA adalah direktur personalia. Namun, katanya, pelanggaran terkait jabatan yang diduduki TKA juga banyak terjadi. "Itu banyak perusahaan yang itu direkturnya orang asing, tetapi mana tindakan hukumnya? Tidak ada juga," katanya. (Husni Sahal/Alhafiz K)


Terkait