Jakarta, NU Online
Kehidupan anak jalanan yang kerap digambarkan keras, liar dan urakan dan dianggap sebagai sampah masyarakat ternyata tidak selalu benar, meski stigma kehidupan mereka dekat dengan dunia kriminal.<>
Rumah Tahfidh Raudlatul Ulum misalnya, bahkan telah berhasil mencetak anak-anak jalanan jadi penghafal Al-Quran. Contohnya Ujang Rumansyah. Setahun sebelumnya, "ia adalah anak yang hidup di kolong jembatan, tanpa masa depan." Demikian kata Lensi Pramono, Humas Rumah Tahfidh Kamis, (3/5) di Bendungan Hilir, Jakarta.
Lensi mengungkapkan, setelah masuk ke yayasan, kehidupan Ujang berubah 180 derajat. Ia hidup teratur, bisa sekolah, belajar fokus; predikat juara kelas sering disandangnya. Dan yang menakjubkan, ia sudah hapal 11 juz dalam setahun.
Muhammad Munji, salah seorang guru di yayasan yang didirikan tahun 2010 itu menjelaskan, “Memang dari awal pembentukannya hingga sekarang, Rumah Tahfidh tetap konsisten untuk anak jalanan dan dhuafa. Malah hampir semua orang tua santri, penyandang sosial. Orang tua mereka rata-rata pengamen, tukang sapu. Bahkan ada anak yang sejak kecil ditinggal orang tuanya,.”
“Meski pada awalnya kami pesimis, untuk mendidik mindset mereka, berkat pertolongan Allah, kami istiqomah mendidik mereka yang dulunya laksana batu, menjadi emas yang berkilau. Ujang, misalnya sekarang sudah bercita-cita jadi polisi yang bertakwa,” jelasnya.
Yayasan yang didirikan Joko Krismiyonto, KH Said Aqil Siroj, Prof. Nasarudin Umar dan tokoh-tokoh lain itu, kini menampung pulahan anak yang senasib dengan Ujang. Mereka dididik, diarahkan dan dibekali ilmu agama. Lebih dari itu, mereka mendapat pengetahuan umum juga.
Model pendidikan di yayasan bernama lengkap Rumah Tahfidh Indonesia sejahtera ini, menggabungkan antara konsep pesantren dengan konsep bimbingan belajar. Alokasi waktu menghapal dibagi tiga; setelah Shubuh, Ashar, dan Mahgrib. Sementara untuk bimbel dilakukan selepas shalat Ashar dan Isya.
Selain itu, para santri diajak mengikuti program tambahan untuk mendorong pengembangan kompetensi masing-masing. Seperti outbond, olahraga, keahlian komputer, seni tilawah, marawis, kaligrafi, kerja bakti dengan warga sekitar, bakti sosial dan berbagai kegiatan lain.
Untuk melebarkan sayapnya, Rumah Tahfidh mendirikan pesantren serupa, di antaranya, Rumah Tahfidh PPTQ Nurul Badar di Pasar Minggu, Jakarta Selatan; Rumah Tahfidh PPTQ Dzihin Nurul Jannah di Pluit, Jakarta Utara, dan Rumah Tahfidh PPTQ Miftahul Jannah di Sukadamai, Bogor, Jawa Barat.
Drs. H. Joko Krismiyanto SQ, pendiri yayasan ini berharap seluruh elemen umat Islam agar bersama-sama mengembangkan pendidikan untuk mencetak penghapal Al-Qur'an yang dikombinasikan dengan konsep bimbingan belajar (bimbel) ini. Lebih jauh, ia menginginkan ini jadi program nasional lebih cepat penyebarannya di seluruh pelosok tanah air.
Selaku Dewan Pembina, KH Said Agil Siroj yang juga KetuaUmum PBNU, mengungkapkan antusiasmenya terhadap program Rumah Tahfidh ini.
“Ini merupakan tipikal pesantren perkotaan yang lahannya sempit. Orang tidak perlu lagi mendirikan bangunan baru untuk pendirian pondok pesantren. Dengan rumah saja, pendidikan ala pesantren bisa terlaksana. Inilah model yang tepat di kota-kota,” terang Kang Said, demikian ia akrap disapa.
Redaktur : Sudarto Murtaufiq
Penulis : Abdullah Alawi