Jakarta, NU Online
Tanggal 20 Agustus 2025 menjadi hari Rabu terakhir di bulan Safar 1447 H atau dikenal dengan istilah Rebo Wekasan. Sebagian orang meyakini bahwa hari tersebut merupakan waktu turunnya bala bencana.
Syekh Abdul Hamid Quds menyebut Rebo Wekasan itu waktu kali pertama turunnya 320 ribu macam bencana ke bumi. Hal itu didasarkan pandangan ara wali Allah yang kasyaf sebagaimana termaktub dalam kitab Kanzun Najah was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Syuhur.
Ustadz Yusuf Suharto menjelaskan bahwa Al-Quran surat Al-Qamar ayat 19-20 menyebut hari nahas yang terus-menerus. Al-Baghawi dalam Tafsir Ma'alimut Tanzil, tulisnya, menafsiri hari yang dimaksud adalah hari Rabu terakhir di setiap bulannya.
Penafsiran serupa juga termaktub dalam kitab Faydhul Qadir. Di dalam kitab itu, dikutip hadits Rasulullah saw yang menyebut Rabu terakhir setiap bulan merupakan hari sial terus menerus.
Meskipun demikian, hadits itu bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, "Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa."
"Jika dikompromikan pun maknanya adalah bahwa kesialan yang terus menerus itu hanya berlaku bagi yang mempercayai. Bukankah hari-hari itu pada dasarnya netral, mengandung kemungkinan baik dan jelek sesuai dengan ikhtiar perilaku manusia dan ditakdirkan Allah," tulis Ustadz Yusuf Suharto dalam artikelnya berjudul Penjelasan Mengenai Rebo Wekasan yang dikutip NU Online pada Kamis (14/8/2025).
Baca Juga
Rebo Wekasan, Hari “Sial” Akhir Safar?
Senada, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar juga menyampaikan bahwa hari nahas terus-menerus yang dimaksud adalah bagi mereka yang meyakininya. Sementara orang-orang yang beriman meyakini bahwa setiap waktu, hari, bulan, tahun ada manfaat dan ada mafsadah, ada guna dan ada madharatnya.
"Hari bisa bermanfaat bagi seseorang, tetapi juga bisa juga nahas bagi orang lain. Artinya hadits ini jangan dianggap sebagai suatu pedoman, bahwa setiap Rabu akhir bulan adalah hari naas yang harus kita hindari. Karena ternyata pada hari itu, ada yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiar meyakini, bahwa semua itu adalah anugerah Allah," kata Kiai Miftach.
Sementara itu, Ustadz Tris Wijaya, menyatakan bahwa Rebo Wekasan adalah cerminan sosial budaya yang berkaitan dengan agama, sosial, dan budaya. Di dalam masyarakat Islam Jawa, umpamanya, pada hari itu dilakukan ritual sembahyang, doa bersama, silaturahmi, hingga bersedekah.
"Dari rangkaian kegiatan itu semua mengarah pada satu makna yang berfungsi sebagai tolak bala (menangkal marabahaya)," jelasnya dalam artikel Tentang Tradisi Rebo Wekasan.
Lalu secara teologis, lanjut Tris, praktik semacam itu merupakan bentuk sublimasi ajaran Islam tentang pentingnya memohon dan berterima kasih. "Dalam konteks Rebo Wekasan ini, termasuk (ritual keagamaan adalah) upaya permohonan selamat dari berbagai macam jenis bahaya yang diyakini akan datang," sambungnya.
Rabu hari untung
Sementara itu, Ustadz Abdul Wahab Ahmad menjelaskan bahwa keyakinan Rabu terakhir sebagai hari bala justru membuka pintu bala’ itu sendiri. Pasalnya, Allah swt menyesuaikan rahmat atas seorang hamba sesuai dengan prasangkanya. Disebutkan dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan secara muttafaq alaih berikut.
"Aku (Allah) sesuai persangkaan hambaku tentang diriku," tulis Ustadz Wahab mengutip hadits tersebut dalam artikelnya di NU Online berjudul Rebo Wekasan Hari Untung Bukan Buntung.
Lebih dari itu, justru Rabu diyakini sebagai hari berkah. Pasalnya, sebagaimana disebut dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, bahwa pada hari Rabu, Allah swt menciptakan cahaya. “Allah Yang Maha Agung menciptakan tanah di hari Sabtu, ... dan menciptakan cahaya di hari Rabu...”
Bahkan dalam hadits lain, doa-doa Nabi Muhammad saw disebut dikabulkan pada hari Rabu. Hal ini membuat Sahabat Jabir bin Abdullah memanjatkan doa pada hari Rabu antara waktu Zuhur dan Ashar mengingat waktu tersebut diyakini mustajab.
Tidak hanya itu, ada tokoh sufi yang juga mengatakan, bahwa apapun yang dimulai pada hari Rabu akan sempurna. Hal itu disampaikan Imam al-Hafidz as-Sakhawi as-Syafi’i dalam Al-Maqashid al-Hasanah. Karenanya, banyak kiai yang kerap memulai pengajian di hari Rabu guna mengambil keberkahannya.